KPU Larang Eks Napi Korupsi Maju di Pilkada, Pengamat Minta UU Pilkada Direvisi
Ujang sendiri mengaku sepakat apabila calon kepala daerah bukanlah mantan napi korupsi seperti permintaan KPU.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan mantan narapidana (napi) yang akan mencalonkan diri pada Pilkada serentak 2020 akan mudah menggugat larangan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Pasalnya, apabila di PKPU akan membuat aturan tersebut mudah digugat. Sehingga haruslah diatur dalam Undang-Undang (UU).
"Jika aturannya hanya di PKPU dan tidak diatur dalam UU, maka akan lemah dan mantan napi mudah menggugat," ujar Ujang, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (12/11/2019).
Baca: Ketua KPU Sarankan Undang-Undang Pilkada Direvisi
Baca: Dua Kasus Ini Kuatkan KPU untuk Melarang Koruptor Maju di Pilkada
Ujang sendiri mengaku sepakat apabila calon kepala daerah bukanlah mantan napi korupsi seperti permintaan KPU.
Namun, ia melihat para mantan napi korupsi akan memenangkan perdebatan ini melawan KPU jika aturan tersebut hanya diterapkan di PKPU.
"Saya sepakat dengan prinsip yang dipegang oleh KPU. Bahwa calon kepala daerah haruslah orang yang tidak ada cacat korupsi di masa lalu," kata dia.
"Ketika KPU melarang napi korupsi menjadi caleg, kan KPU kalah karena ada aturan MA yang membolehkan. Dan UU juga tidak melarang secara eksplisit," imbuhnya.
Oleh karenanya, untuk membuat aturan tersebut dapat terimplementasi di lapangan Ujang mengimbau agar merevisi UU Pilkada.
"Revisi UU Pilkada-nya. Revisi agar aturan tersebut kokoh dan kuat," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengatakan dalam perubahan PKPU untuk Pilkada Serentak 2020, akan melarang pencalonan mantan napi koruptor.
Hal itu merupakan penambahan persyaratan bagi seseorang maju di Pilkada 2020.
Penambahan syarat ini untuk memastikan kepada masyarakat, mereka memiliki calon kepala daerah yang bebas korupsi di Pilkada Serentak 2020.
Demikian disampaikan Evi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).
"Masih perubahan syarat calon. Perubahan syarat calon yang lain adalah pasal 1 huruf H, larangan mencalonkan diri dari mantan bandar narkoba atau mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Ini dalam PKPU sebelumnya sudah ada," kata Evi.
"Kemudian kita tambahkan bagi mantan terpidana korupsi dengan alasan adalah untuk memberikan pilihan calon kepada masyarakat yang bebas korupsi. Kemarin penjelasannya sudah cukup banyak pada RDP lalu," imbuhnya.