Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia Putuskan Berpisah, Ini kata Menteri Perhubungan
Menteri Pertahanan, Budi Karya angkat bicara setelah Sriwijaya Air dan Garuda putuskan berpisah.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menghargai keputusan yang diambil Garuda dan Sriwijaya Air untuk berpisah.
Ia juga akan tetap memberikan hak mengelola masing korporasi.
"Kan mengakhiri kerjasamanya ya sudah. Tapi dia sendiri punya hak untuk mengelola kita hargai sebagai korporasi untuk mengelola," ujarnya dilansir melalui YouTube Metro TV Rabu (13/11/2019).
Budi Karya meminta kedua belah pihak untuk mempersiapkan dengan baik jika benar akan berpisah.
Karena penerbangan itu berkaitan dengan aspek keamanan terbang atau safety.
"Kami sudah rapat dengan mereka khususnya dirgen udara dan syarat syarat yang dibutuhkan sudah ada," ungkapnya.
Baca: Dispute di Kerjasama Bisnis Makin Memanas, Garuda Lepas Logo di Armada Sriwijaya Air
Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan pasca retaknya hubungan antara Sriwijaya Air dengan anak usaha Garuda Group, PT Citilink Indonesia.
Kisruh antara Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia Group disebabkan oleh permasalahan manajemen yang tidak sesuai.
Hal tersebut diungkapkan Kuasa Hukum Sriwijaya Air, Prof. Yusril Ihza Mahendra yang diwawancarai melalui telepon dalam video yang diunggah di kanal YouTube MetroTVNews, Jumat (8/11/2019).
Yusril Ihza menjelaskan pihak Sriwijaya Air merasa kerja sama yang dilakukan sangat merugikan pihak Sriwijaya karena adanya konflik kepentingan di dalamnya.
Sehingga Sriwijaya Air selama sekira setahun di bawah manajemen Sriwijaya mengalami penurunan pelayanan hingga utang membengkak.
Menurut penuturan Yusril Ihza, perusahaan ditangani secara tidak efisien.
"Kerja sama manajemen yang selama ini berlangsung antara Garuda Group dengan Sriwijaya Air, tidak berjalan sebagaimana mestinya," terang Yusril Ihza.
Baca: Dikelola Garuda, Utang Sriwijaya Turun dan Laba Melonjak
"Pihak Sriwijaya menganggap kerja sama ini sangat merugikan pihaknya. Karena memang di sini terjadi semacam konflik kepentingan. Karena sama-sama bekerja di lahan bisnis yang sama."
"Sehingga selama manajemen dipegang oleh pihak Sriwijaya lebih kurang setahun, dari bulan november 2018 hingga sekarang ini sebenarnya manajemen Sriwijaya itu bukan tambah baik, pelayanan tambah buruk, utang membengkak, dan perusahaan ditangani beda-beda secara tidak efisien."
Hal tersebut membuat ketegangan antara pihak Sriwijaya Air maupun Garuda Indonesia Group.
Meski demikian, ketegangan tersebut sempat mereda pada satu bulan yang lalu.
Namun, ketika dilakukan upaya untuk memperpanjang perjanjian sementara, terjadi dead lock.
Dead lock adalah sebuah situasi yang proses di dalamnya tidak ada kemajuan sama sekali.
"Dan itu menimbulkan ketegangan. Walaupun pernah rujuk sebulan yang lalu," ungkap Yusril Ihza.
Baca: Alvin Lie: Kinerja Sriwijaya Air Membaik saat Dikelola Garuda Indonesia
"Tapi ketika dilakukan upaya untuk perpanjangan perjanjian sementara itu terjadi semacam dead lock ya kemarin," tambahnya.
Sebelumnya, pihak Garuda Indonesia Group telah memberikan perintah kepada beberapa anak perusahaannya untuk melayani Sriwijaya Air jika membayar service di muka.
Yusril Ihza mengatakan pembayaran tidak bisa dilakukan karena rekening Garuda diblokir berdasarkan permintaan manajemen Garuda Indonesia Group sendiri.
Hal tersebut membuat pihak Sriwijaya Air berantakan di lapangan.
"Sebelum dead lock pihak Garuda sudah menginstruksikan kepada anak-anak perusahaanya, GMF AeroAsia, kemudian Aerowisata, kemudian Gapura Angkasa itu untuk melayani Sriwijaya kalau mau membayar service di muka. Beberapa bulan di muka," jelas Yusril Ihza.
"Nah sementara bagaimana kita mau mbayar, rekening Garuda sendiri diblokir di bank pemerintah atas permintaan manajemen Garuda sendiri. Sepertinya tindakan ini betul-betul membuat Sriwijaya berantakan di lapangan," imbuhnya.
Kisruh yang terjadi antara dua belah pihak tersebut menyebabkan 15 penerbangan Sriwijaya Air mengalami keterlambatan dan juga pembatalan di Terminal Dua Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (7/11/2019).
(Tribunnews.com/Faisal Abdul Muhaimin/Febia Rosada Fitrianum)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.