Masjid Pemerintah Disebut Terpapar Radikalisme, Ketua PBNU: Mereka Sudah Memiliki Kelompok Sendiri
Sejumlah masjid di pemerintahan terindikasi terkena paparan radikalisme. Ketua PBNU sebut pihaknya tidak pernah diundang ceramah.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah masjid di pemerintahan disebut terindikasi paparan radikalisme.
Hal tersebut dilihat dari hasil penelitian dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang ditampilkan dalam acara Mata Najwa, Rabu (13/11/2019).
Dikutip dari YouTube Najwa Shihab, penelitian tersebut dilakukan di 100 masjid pemerintah.
Hasilnya, dari 37 masjid BUMN, 21 terindikasi terpapar radikalisme (56 persen).
Sementara itu dari 28 lembaga, 8 terindikasi terpapar radikalisme (30 persen).
Sedangkan dari 35 kementerian, 12 terindikasi terpapar radikalisme (34 persen).
Tingkat paparan radikalisme sendiri dibedakan menjadi tiga, yakni ringan, sedang, dan berat.
Tingkat paparan ringan dicontohkan khatib dan pengurusnya cukup moderat, namun memiliki potensi radikal.
Tingkat papatan sedang, khatib setuju tindakan intoleran, namun tidak memprovokasi jamaah.
Sedangkan tingkat paparan berat, khatib setuju tindakan radikal, bahkan memprovokasi jamaah.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, mengungkapkan ASN menjadi target untuk didakwahi kelompok radikal.
"Inilah target-target dakwah mereka. ASN itu ditarget untuk didakwahi," ungkapnya.
Marsudi menyebut bila banyak ASN bergabung, maka pemilik paham radikal dinilai akan mudah mencapai tujuan-tujuannya.
"Kalau ASN sudah banyak yang ikut mereka, akan mudah," ucapnya.
Selain ASN, Marsudi juga menyebut tentara dan masjid-masjid pemerintahan menjadi target dakwah paham radikal.
"Tentara juga ditarget. Termasuk masjid-masjid negara, masjib BUMN, masjid pemerintahan, dijadikan target dakwah mereka," ungkapnya.
"Diundang ae ora pernah (diundang saja tidak pernah). Disuruh khotbah di situ aja tidak pernah. Karena mereka sudah memiliki kelompok sendiri. Mau masuk situ susah," sebut dua.
Ia menyebut ke depannya hal semacam itu hendaknya dipikirkan pemerintah.
Selain itu ia berpendapat ASN juga harus diperhatikan agar tidak terpapar radikalisme.
"Ke depan, mestinya diurusi itu, yang tadinya kena target. Pemerintahan, masjid-masjidnya, bahkan pegawai negeri."
"Untuk itu ambillah dari Muhammadiyah, dari NU, dari Persis, dari organisasi-organisasi yang sudah jelas dan mudah diingatkan kalau ada anggotanya yang salah," ucapnya.
Ditanya tidak adakah kerja sama dengan Kementerian Agama, Marsudi menyebut belum bertemu dengan Menteri Agama Fachrul Razi.
"Ya tanyakan dulu ke Menteri Agama, beliau belum pernah nanya ke kita. Ketemu aja belum," ucapnya.
Cara Melawan Doktri Radikalisme
Dalam acara Mata Najwa tersebut, Marsudi Syuhud juga mengungkapkan cara melawan doktrin radikal.
Ia menyebut harus selalu memperhatikan keluarga dan masyarakat sekitar.
"Tidak boleh berhenti, tidak boleh lengah, tidak boleh diam. Pantau anak kita, tetangga juga disampaikan," ungkapnya.
Ia menyebut jangan sampai paham asing malah mengasingkan paham yang sudah ada.
"Jangan sampai membiarkan paham-paham asing, mengasingkan paham-paham kita yang sudah established. Ini kan paham-paham baru dari negara-negara perang," ungkapnya.
Marsudi juga menyebut para guru sangat berperan dalam meluruskan paham yang dinilai tidak tepat.
"Kalau punya paham ini diluruskan, kyainya, ustadnya, gurunya. Jangan sampai dari PAUD sudah diajarkan orang kafir adalah musuh kita," ucapnya.
Marsudi mengungkapkan benih-benih radikalisme bisa disemai melalui apapun.
Diketahui, terjadi ledakan bom bunuh diri terjadi di Markas Polrestabes (Mapolrestabes) Medan pukul 08.45 WIB, Rabu (13/11/2019).
Seorang pria yang menggunakan jaket ojek online menjadi pelaku bom bunuh diri tersebut.
Diketahui, ia berstatus sebagai pelajar/mahasiswa dan masih berusia 24 tahun.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto)