Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Paham Radikalisme Subur di Kalangan Anak Muda, Ini Tips Mengatasinya dari Kacamata Psikologi

Berikut tips dari segi psikologi untuk mengatasi fenomena tersebut dari Kepala UPT Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ifa Nabila
zoom-in Paham Radikalisme Subur di Kalangan Anak Muda, Ini Tips Mengatasinya dari Kacamata Psikologi
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ilustrasi aksi melawan radikalisme (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM -  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017, menyebut pelaku terorisme paling banyak berasal dari kalangan anak muda.

Menurut data tersebut, sebanyak 11,8 % pelaku terorisme berumur di bawah 21 tahun.

Selanjutnya, sebanyak 47,3 % pelaku terorisme berumur antara 21-30 tahun.

Sedangkan pelaku terorisme berumur antar 31- 40 tahun sebanyak 29,1 %.

Sisanya, sebanyak 11,8 pelaku terorisme berumur di atas 40 tahun.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2017 (Screenshot Youtube Najwa Shihab)

Baca: Ahok Direncanakan Jadi Bos BUMN, Tagar #AhokDirutMafiaCemberut jadi Trending di Twitter

Melihat kasus yang terbaru bom bunuh diri di Markas Komando (Mako) Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) juga dilakukan dilakukan oleh pemuda berinisial RMN.

Berita Rekomendasi

Diketahui pelaku masih berusia 24 tahun dan masih berstatus sebagai seorang mahasiswa.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, lantas bagaimana cara mengatasi paham radikal yang tumbuh subur di kalangan anak muda?

Berikut tips dari kacamata psikologi untuk mengatasi fenomena tersebut dari Kepala UPT Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah, S.Psi., M.Si.

Menurut Hudaniah dalam wawancara dengan Tribunnews, ada tiga elemen penting yang harus saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan sosial masyarakat yang sehat dari paham radikal, berikut rinciannya;

Baca: UPDATE RANKING BWF 2019: Marcus/Kevin dan Momota Tetap Kokoh, Ganda Putra Korsel Tembus 7 Besar

1. Peran Keluarga

Ilustrasi
Ilustrasi keluarga (Family Inc)

Hudaniah menjelaskan keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak.

Sebab ini lah peran keluarga memiliki peranan sentral dalam membendung paham radikal yang tumbuh subur di kalangan anak muda

Dirinya menyarakankan jadilah orangtua yang mendapat kepercayaan dari sang anak. 

"Pertama jadilah orang tua yang anak mempercayai orang tuanya," ujar Hudaniah lewat sambungan telepon, Sabtu (16/11/2019)

Ketika sudah dipercaya, anak akan memiliki sikap terbuka, dan bersedian menceritakan apapun yang dialami sang anak.

Dengan adanya keterbukaan, bibit-bibit perilaku menyimpang, termasuk terorisme dapat diatasi sebelum berkembang.

"Apapun itu anak akan menceritakan kepada orangtuanya," ujar Hudaniah.

Baca: Mahfud MD Jenguk La Lembah Manah, Ini Doanya untuk Cucu Ketiga Jokowi

 2. Peran Masyarakat

Mewakili Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dirjen PPMD) Taufik Madjid, tadi malam melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ilustrasi masyarakat (ISTIMEWA)

Masyarakat dalam lingkup kecil seperti RT maupun RW menjadi alat kontrol sosial mencegah paham-paham radikal tumbuh subur di generasi muda.

Hudaniah menilai, ada pergeseran kontruksi masyarakat antaran masa dulu dengan sekarang.

Menurutnya masyarakat sekarang cederung memilih diam ketika ada keanehan yang terjadi dilingkungannya.

Ada sebagian masyarakat yang tidak bisa membedakan mana urusan hak pribadi orang, dengan urusan yang meyangkut kepentingan bersama.

"Masyarakat kita kan gini diem, ada sesuatu yang aneh tidak berani menegur dan tidak bertanya," ujar Hudaniah.

Inilah yang Hudaniah maksud dengan kontrol sosial di masyarakat.

Hudaniah melihat ketika kontrol sosial di masyarakat rendah, menyebabkan perilaku menyimpang akan tumbuh subur.

"Karena masyarakat memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian seseorang" kata Hudaniah .

"Empati dari kita menyelamatkan individu lain," lanjutnya.

Baca: Pemprov Bali Buka 653 Formasi CPNS 2019, Simak Syarat Pendaftaran dan Ketentuan Pelaksanaan Seleksi

3. Peran Negara

Bendera Merah Putih berkibar setengah tiang di halaman Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019). Pengibaran bendera setengah tiang tersebut dilakukan sebagai Hari Berkabung Nasional selama tiga hari ke depan untuk menghormati almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia, BJ Habibie yang meninggal dunia pada Rabu (11/9/2019). Tribunnews/Irwan Rismawan
Ilustrasi pemerintahan negara  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Hudaniah mengatakan jika peran pemerintah juga tidak kalah penting dalam upaya membendung paham radikal di tengah-tengah masyarakat.

Menurutnya, pemerintah harus membentuk pemerintahan yang baik dan dapat dipercaya oleh masyarakat. 

"Memberikan kepercayaan dan membangun thrush government, " ujar Dosen Fakultas Psikologi UMM ini.

Pemerintah juga dinilai perlu membangun mental masyarakat sebagai warga negara yang baik melalui kebijakan-kebijakan. 

Hudaniah menambahkan pemerintah harus bisa menenangkan masyarakat ketika terjadi konflik-konflik horizontal.

"Menenangkan saat timbul konflik-konflik bukan justru meruncing masalah," jelas Hudaniah.

Baca: Harga HP Vivo Terbaru Bulan November 2019, Vivo Z1 Pro Mulai Rp 3 Juta, Vivo V17 Pro Rp 5,6 Juta

Komentar Pengamat Intelijen

Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanta
Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanta (Tangkap layar channel YouTube Najwa Shihab)

Pengamat Intelijen dan Keamanan UI, Stanislaus Riyanti menjelasakan terjadi pergeseran metode yang dilakukan oleh pimpinan teroris dalam melakukan perekrutan anggota baru.

Ia menyebut, jika kelompok lama seperti Al-Qaeda melakukan pencarian anggota baru dengan bertatap muka langsung, kemudian akan dilatih sehingga siap melakukan aksi.

Ini sangat berbeda di era sekarang ini, menurut Stanislaus perkembangan sosial media yang ada membuat penyebarakan konten-konten radikal sangat mudah ditemui. 

"Sekarang radikalisme sangat cepat terjadi karena menggunakan media sosial," ujar Stanislaus saat diundang dalam acara acara Mata Najwa, Rabu (13/11/2019) lalu.

Lanjut Stanislaus, kelompok-kelompok radikal saat ini menebar jaring menggunakan konten radikal di media sosial.

Kemudian mereka akan menunggu individu-individu yang mulai tertarik dengan konten tersebut.

"Kelompok teroris melemparkan konten-kontennya dalam media sosial secara mereka acak," kata Stanislaus 

"Ketika ada anak muda yang merespon, akan memberikan respon balik oleh penebar konten," lanjutnya.

Baca: Fadli Zon Angkat Bicara Terkait Masuknya Ahok ke BUMN: Ahok-Jokowi Teman Sejati

Menurut Stanislaus, perkembangan dunia maya yang pesat menjadi penyebab kenaikan secara signifikan radikalisme di kalangan anak muda.

Stanislaus menilai tidak adanya langkah serius dari pemerintah dalam mecegah tersebaranya konten radikal di media sosial. 

"Kita blokir satu muncul seribu, sangat mudah mucul," tegasnya.

Adanya ketidak pedulian dari orangtua dalam pengawasan kepada anak ketika mengkonsumsi informasi di media sosial juga memperparah kondisi ini.

"Orangtua juga tidak peduli, sangat cepat tersebarnya,"

"Ketika anaknya jadi teroris, orangtua akan kaget, biasanya kan seperi itu," tutup Stanislaus. 

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas