Rosa Vivien Ratnawati: Pembakaran Sampah Plastik Secara Terbuka Tidak Dibenarkan UU
UU No 18 tahun 2018 sudah jelas melarang pembakaran sampah plastik secara terbuka. Jadi, itu tidak dibenarkan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3 ) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, menegaskan bahwa pembakaran sampah plastik secara terbuka seperti di Industri tahu, dalam UU No. 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah sudah tegas dan eksplisit dinyatakan bahwa hal tersebut tidak dibenarkan.
“UU No 18 tahun 2018 sudah jelas melarang pembakaran sampah plastik secara terbuka. Jadi, itu tidak dibenarkan,” ujar Vivien Ratnawati menjawab pertanyaan media, Senin (18/11) terkait pemberitaan mengenai masih adanya pabrik tahu yang menggunakan bahan bakar dari plastik impor secara terbuka.
Untuk hal tersebut, lanjut Vivien ratnawati, Pemerintah sangat intens melakukan kunjungan lapangan dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di lokasi.
Ditegaskan Dirjen PSLB3 Vivien Ratnawati, Pemerintah sangat intens menangani persoalan ini, bahkan hal ini sudah dibahas pada Ratas Kabinet pada tanggal 27 Agustus 2019 yang lalu, dan telah menghasilkan berbagai langkah-langkah kongrit, yaitu berkaitan dengan perubahan regulasi yang semakin ketat, hal ini bisa dicek di lapangan saat ini.
Baca: Larangan Penggunaan Plastik Menunjukan Kurang Pahamnya Pemerintah Mengenai Sampah Plastik
“Pada saat ini sebenarnya, sudah tidak ada lagi pasokan timbulan sampah plastik baru yang merupakan ikutan dari impor scrap kertas secara signifikan,” kata Vivien.
Masih mengenai penggunaan plastik sebagai bahan bakar, Dirjen Vivien lebih lanjut mengatakan, inisiatif sampah plastik diolah menjadi bahan bakar, adalah upaya yang baik sebagai solusi sampah plastik dalam negeri.
Tetapi, kata Vivein, untuk mendapatkan bahan bakar yang dapat memenuhi standar pasar dan komersial, haruslah memenuhi SNI bahan bakar. “Untuk itu diperlukan standar teknologi, tidak hanya sekedar teknologi yang tepat guna, karena berkaitan juga dengan emisi, safety, dan sebagainya,” katanya sambil menegaskan bahwa Pemerintah tidak mentolerir sampah Import.
Reekspor
Sebelumnya dalam suatu kesempatan, Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Tatnawati mengatakan, Pemerintah Indonesia melakukan ekspor kembali (reekspor) 428 kontainer sampah bercampur limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) ke negara asal. Aksi ini merupakan upaya tegas pemerintah atas importir sampah skrap plastik yang melanggar aturan.
"Kami melakukan reekspor berkoordinasi dengan Bea dan Cukai," kata Dirjen Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, saat jumpa pers bersama Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca: Dirjen PSLB3 KLHK: Indonesia Reekspor 428 Kontainer Bercampur Sampah dan Limbah B3
Menurut Vivien, penanganan importasi limbah ilegal ini memerlukan proses yang tidak sebentar.
"Perlu penguatan pemahaman antarinstansi terkait penanganannya, termasuk dalam melakukan pengawasan di border dan postborder. Diperlukan data dan informasi yang akurat serta prosedur yang jelas jika dilakukan pengembalian limbah ilegal tersebut ke negara asal," papar Vivien.(*)