Tokoh Tionghoa Apresiasi Pagelaran Pecinan Batavia 2019
Upaya pelestarian Budaya Betawi Tionghoa lewat ajang Pagelaran Pecinan Batavia 2019 yang di gelar di Plaza Fatahillah
Editor: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya pelestarian Budaya Betawi Tionghoa lewat ajang Pagelaran Pecinan Batavia 2019 yang di gelar di Plaza Fatahillah, Jakarta Kota oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta berlangsung sukses dan mendapat respon positif dari kalangan tokoh Tionghoa Betawi yang hadir saat pembukaan.
Deputi Gubernur bidang Budaya dan Pariwisata Dadang Solihin yang membuka kegiatan tersebut mengatakan "Pagelaran Pecinan Batavia 2019" merupakan kegiatan pertama kali melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tujuannya agar warisan ini tidak dilupakan oleh masyarakat, Dinas Pariwisata melakukan implementasi dengan Pergelaran Pecinan Betawi,” kata Dadang Solihin Deputi Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dalam sambutan tertulisnya saat membuka Pergelaran Pecinan Batavia di Kota Tua Jakarta. Sabtu (16/11/2019).
Bukti keberhasilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menggelar event Pagelaran Pecinan Batavia perdananya, hal itu diakui Hansen salah satu tokoh Tionghoa yang berpengaruh, saat hadir pembukaan.
"Saya salut upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta untuk melestarikan Budaya Betawi yang terpengaruh oleh Budaya Tionghoa. Saya apresiasi kerja keras panitia sehingga acara Pagelaran Pecinan Batavia berlangsung sukses," ujar Hansen, salah satu tokoh Tionghoa yang hadir saat pembukaan Pagelaran Pecinan Batavia.
Semula Hansen mengira acara yang digelar pada hari Sabtu 16 November 2019 sekedar seremonial untuk menjalankan program kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tapi ternyata acaranya dikerjakan oleh tim dengan bertukar pikiran bersama Adri Manan dan Rani yang memahami budaya Tionghoa yang begitu megah dan elok.
"Hari Sabtu itu saya ada tiga acara yang mana semua sebagai tamu VIP, tapi saya di Kota Tua datang jam 5 sore lebih awal dari yang sudah tertera di undangan. Lalu saya pergi sebentar menghadiri acara lainnya karena jaraknya tidak begitu jauh. Berhubung nuansa di Kota Tua sangat luar biasa dan penasaran dengan tema kolaborasi Betawi dan Tionghoa lalu jam 18.30 saya balik lagi ke sena, " terang Hansen bersemangat.
"Lanjut Hansen karena acaranya sangat bagus, saya relakan hadir terlambat di acara SENSE hayam wuruk. Karena acara Pecinan Batavia ini benar-benar luar biasa. Harap diekspos lebih luas lagi. Karena memang inilah kisah nyata yang sebenar-benarnya selama 400 tahun kisah ini terpendam. Tidak bisa dipungkiri bahwa Opera kisah nyata ini adalah untuk persaudaraan kita sesama anak bangsa di kancah dunia. Agar masyarakat yang muda tahu yang sebenarnya bahwa kita bersaudara. Salut pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Kami tunggu kelanjutannya," jelas Hansen yang saat dihubungi ia sedang berada di Guangzhou.
Sementara pendapat Marcos Tjung, salah satu seniman Tionghoa Indonesia generasi Milenial mengatakan "Jujur aja saya paling tidak tertarik sama drama musikal, karena semua yang pernah saya tonton biasanya bikin ngantuk apalagi pemerannya kadang kurang greget, tapi kali ini betul-betul memberikan pesan moril luar biasa bahwa Betawi dan Tionghoa sudah berdampingan sejak pertengahan abad. Semua yang tampil di drama tersebut sangat memukau terutama saat penutup ada pesan khusus di adegan cece Rani menulis kanji dan beraksi dengan naga bahwa kita harus bersatu membangun negeri" ujar Marcos.
Lain lagi pengakuan Rifan Lin, Pembina Komunitas Seniman Yin Hua Xin, mengaku terkesan dengan Pagelaran Pecinan Batavia. "Sebagai pelaku seni Mandarin Indonesia, saya tersanjung dan memiliki kesan mendalam buat saya sebagai pembina komunitas Seniman Tionghoa Yin Hua Xin. Begitupun kawan-kawan saya yang ikut serta tidak ada niatan sekalipun untuk beranjak dari tempat duduknya. Semua menyimak dan hanyut," tutur Rifan Lin bangga.
Sebagai pamungkas acara disuguhkan aksi spektakuler Rani menulis huruf kanji (Tionghoa) berukuran besar He Mu Xiang Chu yang artinya Hidup Berdampingan Dan Damai. Secara tiba-tiba sesosok naga ukuran sangat besar menerobos masuk melalui kertas yang Rani tulis itu. Tulisan tersebut bermakna agar masyarakat Betawi dan Tionghoa hidup damai berdampingan, karena sejarah mencatat sudah sejak abad pertengahan Betawi dan Tionghoa memang sudah hidup berdampingan namun selalu dihasut dan diadu domba oleh penjajah pada masa itu adalah VOC.