Dirut Jasa Marga Kembali Mangkir dari Panggilan Penyidik KPK
Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Marga Desi Arryani kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (20/11/2019).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Marga Desi Arryani kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (20/11/2019).
Ia dijadwalkan diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi pekerjaan fiktif dalam 14 proyek yang digarap PT Waksita Karya untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya Fathor Rachman.
Desi sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Divisi III PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Desi melalui stafnya berkirim surat kepada penyidik atas ketidakhadirannya hari ini.
Baca: KPK Tunggu BPK Tuntaskan Proses Penghitungan Kerugian di Kasus Waskita Karya
Dalam surat tersebut, Desi berjanji akan menghadiri pemeriksaan besok.
"Pihak saksi melalui stafnya menyampaikan tidak dapat datang hari ini dan akan memenuhi jadwal pemeriksaan besok siang di KPK," ujar Febri kepada wartawan, Rabu (20/11/2019).
Desi diketahui dipanggil penyidik untuk diperiksa pada hari ini dan Kamis (21/11/2019) besok.
Pemanggilan ini merupakan penjadwalan ulang lantaran Desi mangkir atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik sebelumnya.
Baca: Romli Atmasasmita Soroti Etika Kelembagaan dan Integritas Pimpinan KPK yang Ikut Gugat UU ke MK
Pada 28 Oktober, Desi tak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sedang tugas di Semarang.
Desi kembali mangkir saat dijadwalkan ulang pada Senin (11/11/2019) lalu.
Atas sikap Desi yang berulang kali mangkir dari pemeriksaan tim penyidik tersebut, pada Selasa (12/11/2019) lalu, KPK mengirimkan surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir.
Dalam surat itu, KPK meminta Erick Thohir dan jajarannya memerintahkan seluruh pejabat di Kementerian BUMN dan petinggi perusahaan BUMN, termasuk Desi Arryani untuk kooperatif terhadap proses hukum yang dilakukan KPK dengan memenuhi panggilan penyidik.
Masih dalam surat ini, KPK juga melampirkan surat panggilan terhadap Desi untuk diperiksa pada hari ini dan Kamis besok.
Baca: Kapolri Tegaskan Firli Bahuri Akan Lepas Jabatan Kabaharkam Sebelum Dilantik Jadi Ketua KPK
Kementerian BUMN telah menerima surat dari KPK dan telah merespon surat tersebut. Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyatakan pihaknya telah memerintahkan Desi untuk segera memenuhi panggilan penyidik KPK.
Sebelumnya, Febri mengatakan, sebagai pejabat publik, Desi seharusnya memberikan contoh yang baik dengan menghormati dan koperatif terhadap proses hukum yang berjalan. Apalagi, Kementerian BUMN saat ini sedang gencar melakukan pembenahan dan mendukung upaya pemberantasan korupsi.
"Sebagai pejabat publik, apalagi di tengah upaya Kementerian BUMN berbenah, jangan sampai memberikan contoh tidak baik," kata Febri.
Dalam pemeriksaan nanti, tim penyidik diduga bakal mendalami peran Desi selaku salah satu kepala divisi di Waskita Karya ketika itu.
Baca: Ketua KPK Ingatkan Pegawai, Pakai Kopiah Haji Pas ke Masjid Saja, Jangan Saat Kerja
Termasuk mengenai pengetahuan Desi soal pekerjaan-pekerjaan fiktif dalam 14 proyek yang digarap Waskita Karya. Selain itu, pemeriksaan terhadap Desi juga diduga dilakukan penyidik untuk mendalami sejumlah dokumen penting terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan fiktif dalam 14 proyek yang digarap Waskita Karya.
Dokumen-dokumen tersebut disita tim penyidik saat menggeledah rumah Desi pada 11 Februari 2019 lalu. Selain rumah Desi, tim penyidik saat itu juga menggeledah dua rumah yang berada di kawasan Makasar, Jakarta Timur milik pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).
Dalam kasus ini, Fathor dan mantan Kabag Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya. Proyek-proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
Proyek-proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan yang teridentifikasi sampai saat ini. Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Atas tindak pidana ini, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.