Romli Atmasasmita Soroti Etika Kelembagaan dan Integritas Pimpinan KPK yang Ikut Gugat UU ke MK
Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita menilai kurang tepat tiga pimpinan KPK mengajukan judicial review (JR) atas UU KPK hasil revisi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Agus sebenarnya masih berharap Presiden Jokowi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Namun, hingga kini, dia melihat hal itu belum diterbitkan Jokowi.
"Harapan kita kan sebetulnya Perppu itu keluar. Tapi Bapak Presiden juga menyarankan supaya kita menempuh jalur hukum. Oleh karena itu kita mengajukan JR hari ini," kata Agus.
Dia menegaskan, pihaknya akan mengajukan uji formil dan uji materiil terkait UU KPK yang baru.
Uji formil akan menyoal proses pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Sementara uji materiil, akan menyasar pasal di UU tersebut, termasuk mengenai keberadaan dewan pengawas.
Berdasarkan informasi, selain tiga pimpinan KPK, para pemohon gugatan lainnya yakni dua mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan M Jasin; Omi Komaria Madjid (istri pendiri Kampus Paramadina, Nurcholish Madjid atau Cak Nur); Betty S Alisjahbana (mantan Pansel Capim KPK dan mantan Ketua Dewan Juri Bung Hatta Anti-corruption Award).
Kemudian Hariadi Kartodihardjo (ahli kebijakan lingkungan); Mayling Oey (Guru Besar Ekonomi UI); Suarhatini Hadad (Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional); Abdul Ficar Hadjar (pakar hukum pidana Universitas Trisakti); Abdillah Toha (pendiri grup Mizan); dan Ismid Hadad (Ketua Dewan Pimpinan Yayasan Kehati).
"Total pemohon yang akan menyampaikan uji formil kali ini ada 13 orang. Tadi sudah disebutkan beberapa pimpinan KPK menggunakan hak sebagai warga negara dan juga ada mantan komisioner KPK juga ada pak dan banyak sekali tokoh-tokoh masyarakat yang juga bergabung," kata Kurnia Ramadhana, seorang Tim Advokasi UU KPK di kantor KPK.
Kurnia yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menyatakan, bergabungnya pimpinan KPK dan para tokoh antikorupsi menunjukkan adanga permasalahan dalam proses pembentukan UU KPK yang baru.
Selain tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas, pembentukan UU tersebut juga tidak melibatkan KPK sebagai salah satu pemangku kepentingan dan yang menjalankan UU.
"Dan partisipasi masyarakat pun rasanya tidak dianggap sesuatu yang penting oleh DPR dan pemerintah," katanya.
Dijelaskan, untuk saat ini, gugatan lebih ditujukan untuk uji formil UU KPK. Sementara untuk uji materi, Kurnia menyatakan, pihaknya masih menyusun permohonan.
"Saat ini uji formil. Jadi untuk materiil itu nanti kita masih mengumpulkan beberapa bukti-bukti untuk memperkuat permohonan kita. (Uji formil dan materiil) Terpisah. Hari ini kita mengajukan permohonan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 yang mana kita menganggap banyak pertentangan peraturan perundang-undangan di dalamnya," katanya.