Gracia Billy Staf Khusus Jokowi, Masa Kecil Bantu Orang Tua Jualan Kue dan Pernah Jadi Pengamen
Sosok milenial asal tanah Papua, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, dipercaya menjadi salah satu staf khusus presiden.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosok milenial asal tanah Papua, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, dipercaya menjadi salah satu staf khusus presiden.
Nama pemuda yang akrab disapa Billy Papua itu disebut Presiden Joko Widodo ketika mengumumkan komposisi staf khususnya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (21/11/2019) sore.
"Billy adalah putra tanah Papua, lulusan ANU (Australian National University) dan sekarang, sebentar lagi, selesai di Oxford. Oktober akan masuk ke Harvard untuk S3-nya," ujar Presiden di beranda Istana Negara, Jakarta.
"Billy adalah talenta hebat tanah Papua yang kita harapkan ke depan berkontribusi dengan gagasan positif," lanjut dia.
Baca : Kabar Buruk Anies Baswedan, Perbuatannya Soal TGUPP Ini Dinilai Langgar Hukum, Terancam Kena Sanksi
Baca: Taufan Garuda Putra, Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi Lulusan Harvard yang Kerja di Desa
Anak penjual kue
Billy lahir di Serui, Kepulauan Yapen, Papua.
Ia lahir dari keluarga kurang mampu.
Sang ayah berprofesi sebagai guru, sedangkan sang ibu membantu ekonomi keluarga dengan menjual kue.
Tak jarang, Billy kecil ikut membantu sang ibu.
"Subuh ibu bikin kue, paginya ibu pergi ke pasar jualan. Kami ke sekolah sambil bawa kue untuk dijual," kenang Billy, sebagaimana dilansir dari Antara.
Rumah Billy kecil tak dialiri listrik.
Pelita pun jadi teman ketekunan Billy melahap buku-buku pelajaran.
Meski begitu, keterbatasan tidak membuat Billy jatuh.
Ia tetap belajar dengan tekun dan buahnya mulai terlihat ketika ia lulus SMP.
Billy mendapatkan beasiswa menempuh pendidikan SMA di Jayapura dari Pemerintah Provinsi Papua.
Saat itu, hanya lulusan terbaik dari sembilan kabupaten yang mendapat beasiswa favorit di kota.
Billy Papua adalah salah satunya.
Otak cemerlang, ketekunan, serta doa dan usaha orangtua membawa Billy kembali mendapat beasiswa afirmasi dari pemerintah.
Ia diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB.
Hobi menyanyi Billy semasa kecil dilakoninya kembali demi menutup biaya hidup.
Ia benyanyi di mana saja.
Di acara pernikahan, di kafe, bahkan mengamen di jalan-jalan.
Billy pernah diundang untuk magang oleh Pemerintah Amerika Serikat dan berbicara di depan State Department AS.
Dalam kunjungannya ke Gedung Putih, pemuda penggemar Ir Soekarno ini bertemu dan berjabat tangan dengan Barrack Obama.
Meninggalkan gengsi
Setelah lulus kuliah, Billy mendapatkan pekerjaan bergengsi di salah satu perusahaan minyak dan gas asal Inggris.
Namun, hatinya gelisah. Gajinya yang fantastis tidak membuat Billy bahagia.
Setelah berpikir panjang, ia meninggalkan segala gengsi yang diraih.
Ia melepaskan jabatannya di perusahaan itu dan fokus mengurus "Kitong Bisa", yayasan yang memfokuskan diri pada persoalan pendidikan anak-anak Papua.
Kitong Bisa saat ini mengoperasikan sembilan pusat pendidikan di Papua dan Papua Barat. Jumlah relawannya sebanyak 158 yang mengajar sekitar 1.100 anak.
Hebatnya, dana yayasan ini sebagian besar bersumber dari dua anak perusahaan, yakni Kitong Bisa Consulting dan Kitong Bisa Enterprise.
Billy mengakui, pembangunan sumber daya manusia di Papua tidak selesai dalam waktu dua atau tiga tahun saja.
Namun, ia yakin apa yang dikerjakannya saat ini adalah salah satu persiapan loncatan peningkatan kualitas SDM Papua untuk masa depan.
Aktivitasnya di Yayasan Kitong Bisa ini pula membawa Billy menempuh pendidikan lanjutan dengan beasiswa, yakni di Australian National University (ANU) dan Oxford University di Inggris.
Sempat Dibully
Selain Billy, Presiden Jokowi juga menunjuk Angkie Yudistia.
Siapakah Angkie Yudistia? Dan bagaimana perjalanan hidupnya?
Kompas.com pernah menuliskan kisah lengkap tentang kehidupan Angkie Yudistia.
• Profil Adamas Belva Pendiri Ruang Guru Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi Alumni Harvard
Angkie Yudistia adalah wanita kelahiran Medan, 5 Juni 1987.
Dia adalah wanita dengan disabilitas tuli.
Butuh waktu 10 tahun bagi Angkie untuk akhirnya bisa kembali percaya diri, seperti saat ditemui di Ruang Maharmardjono, Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
Finalis Abang None Jakarta Barat tahun 2008 ini mengalami ketulian sejak usia 10 tahun.
Konsumsi antibiotik berlebihan saat sakit malaria perlahan telah merusak pendengarannya.
"Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran) sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggak nengok," cerita Angkie.
Angkie kemudian dibawa orangtuanya secara rutin untuk periksa masalah pendengaran.
Setiap kali melakukan pemeriksaan enam bulan sekali, hasilnya selalu buruk.
Fungsi pendengaran Angkie terus menurun. Ia juga sempat mengalami tinitus atau telinga berdengung saat SMP.
Berbagai pengobatan telah ia jalani, tetapi tak bisa mengembalikan pendengarannya seperti semula. Angkie akhirnya menggunakan alat bantu dengar.
"Waktu itu pakai alat bantu dengar bukan perkara mudah, susah dan malu banget. Orang pikir itu apa sih di belakang telinga. Karena kalau kita berpikir sesuatu yang sempurna, kalau ada yang enggak sempurna itu jadi di-bully," tutur Angkie.
Mengalami keterbatasan pendengaran saat remaja adalah masa sulit bagi Angkie.
Ia kerap merasa tertekan dan kurang percaya diri. Meski demikian, penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas ini tak pernah patah semangat untuk mengenyam pendidikan.
Lulus dari SMAN 2 Bogor, Angkie melanjutkan kuliah jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta.
Saat kuliah, perlahan Angkie bisa menerima keterbatasan yang dimilikinya.
Ia banyak belajar kata-kata dengan membaca buku.
"Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu," ucap Angkie.
Angkie mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima dirinya sendiri, sampai kapan pun tak akan bisa menikmati hidupnya.
Dukungan orangtua juga membuat Angkie bangkit kembali untuk menjalani kehidupannya.
Perlahan, ia dapat mengatasi mental block terhadap diri sendiri.
Angkie juga teringat ucapan seorang dokter spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) yang mengatakan jika kesembuhannya ada di tangan Tuhan.
• Foto-foto Cantiknya Putri Tanjung Anak Konglomerat Chairul Tanjung Staf Khusus Jokowi dari Milenial
"Jadi, ini sudah jalan hidup. Ada maksud Tuhan di balik ini semua. Dari kuliah komunikasi aku mulai bisa menerima dan menemukan jati diri aku sebenarnya," ucapnya.
Mendirikan Thisable Enterprise Bersama rekan-rekannya, Angkie kemudian mendirikan Thisable Enterprise untuk memberdayakan orang-orang yang memiliki keterbatasan.
Wanita yang pernah terpilih sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008" ini menyadari, orang dengan disabilitas kerap sulit mendapat pekerjaan.
Sangat sedikit perusahaan yang mau memperkerjakan mereka.
Angkie mengungkapkan, ada 7.000 disabilitas yang mengirimkan lamaran melalui Thisable Enterpraise, tetapi penyerapan tenaga kerjanya baru 50 orang.
"Kami butuh dukungan bersama semua pihak agar mereka bisa mandiri dan berkontribusi," kata Angkie.
Ibu satu anak ini sudah menjalin kerja sama dengan PT Gojek Indonesia untuk memperkerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto hingga Go-Glam.
Selain itu, para disabilitas juga didukung untuk mengembangkan ide kreatif untuk membuat suatu produk.
Salah satunya yang sudah ada saat ini adalah membuat produk kecantikan.
"Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak," kata Angkie.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.