Jokowi Larang Impor Bahan Baku Obat
Pada rapat terbatas mengenai program kesehatan nasional, Jokowi berharap impor bahan baku obat dikurangi agar harga obat lebih murah.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) larang impor bahan baku obat untuk industri farmasi nasional di Indonesia.
Hal itu ia sampaikan ketika membuka rapat terbatas (ratas) tentang program kesehatan nasional di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Ia meminta, regulasi dalam bidang kesehatan, yakni terkait industri farmasi nasional, untuk segera disederhanakan dan dipangkas, untuk mengurangi impor bahan baku.
Diketahui, 95 persen bahan baku pembuatan obat di Indonesia masih tergantung pada impor.
"Laporan yang saya terima, 95 persen bahan baku obat masih tergantung pada impor. Ini sudah tidak boleh lagi dibiarkan berlama-lama," kata Jokowi, dilansir dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (21/11/2019).
Perbaikan pada industri farmasi, diharapkan dapat membuat industri farmasi nasional tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih murah.
Jokowi juga menginstruksikan untuk memperbesar skema insentif bagi riset-riset yang menghasilkan temuan obat.
Selain itu penemuan alat kesehatan terbaru dengan harga yang kompetitif dibandingkan produk-produk impor, untuk disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan.
Lebih lanjut, Jokowi menegaskan, prioritas kerja kabinet di bidang kesehatan bukan hanya mengobati orang yang sakit, tetapi juga melakukan pencegahan dan promotif.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, ditunjuk Jokowi untuk melakukan langkah-langkah pembaruan yang inovatif dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat.
Sementara itu, tata kelola BPJS Kesehatan juga harus dibenahi dan diperbaiki untuk mengatasi persoalan defisit yang saat ini terjadi.
Diketahui, peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS) mengalami peningkatan.
"Laporan terakhir yang saya terima, bahwa cakupan kepesertaan untuk JKN KIS itu sudah mencapai dari 133 juta (jiwa) di 2014 sekarang sudah di 222 juta," kata Jokowi.
Jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar dibiayai oleh anggaran APBN yang berasal dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Per 31 Oktober 2019 data BPJS Kesehatan menyebut bahwa terdapat 96 juta peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh APBN.
Jumlah tersebut belum termasuk yang dibiayai anggaran APBD yang mencapai 37 juta peserta berdasarkan data yang sama dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Perlu juga saya sampaikan hingga 2018 pemerintah telah mengeluarkan dana kurang lebih Rp 115 triliun. Belum lagi iuran yang disubsidi oleh pemerintah daerah itu 37 juta (jiwa) dan TNI-Polri 17 juta. Artinya yang sudah disubsidi oleh pemerintah itu sekitar 150 juta jiwa," jelasnya.
Jokowi menilai angka itu cukup besar, sehingga Jokowi meminta agar manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki.
Jokowi Minta DJP Lakukan Reformasi Perpajakan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan adanya reformasi perpajakan untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi global, keluar dari jebakan middle income trap, dan juga bisa mengoptimalkan daya saing ekonomi Indonesia.
Hal itu ia sampaikan dalam pengantar rapat terbatas (ratas) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian di Kantor Presiden Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Ia meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melanjutkan perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan.
Selain itu, Jokowi menyatakan agar DJP menyetarakan perlakuan pajak kepada pelaku usaha konvensional maupun e-commerce untuk meningkatkan penerimaan pajak.
"Saya juga minta mulai ditempuh kebijakan penyetaraan level playing field bagi pelaku usaha konvensional maupun e-commerce untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan di era digital saat ini," kata Jokowi dilansir dari YouTube Sekretariat Kabinet RI, Jumat (22/11/2019).
Jokowi pun menilai, insentif perpajakan bukan satu-satunya penentu dalam peningkatan daya saing.
Sebab, fasilitas intensif perpajakan berjalan beriringan dengan penyederhanaan dan percepatan perizinan investasi, sinkronisasi dengan peraturan daerah (Perda) yang mengatur pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Terkait hal itu, ia meminta, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mengawal konsistensi reformasi perpajakan.
"Saya minta perhatian dari Menteri Dalam Negeri, betul-betul mengawal konsistensi antara reformasi perpajakan di tingkat pusat dengan pembenahan pengaturan pajak dan retribusi di daerah," katanya.\
Jokowi Minta Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Naik dari 73 ke 50
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato dalam rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, (21/11/2019).
Ratas tersebut diselenggarakan untuk membahas tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
Ia mengungkapkan, kemudahan berusaha Indonesia 2019 berada di peringkat 73 dari 190 negara.
Peringkat tersebut cenderung stagnan bahkan turun, sebab pada 2018 Indonesia berada di peringkat 72.
"Lima tahun yang lalu peringkat Indonesia adalah di 120, kemudian bisa melompat di peringkat 72 pada 2018, tetapi stagnan dan justru turun tipis menjadi 73," kata Jokowi dilansir dari YouTube Sekretariat Kabinet RI, Rabu (20/11/2019).
Peringkat kemudahan berusaha Indonesia memang sudah lebih baik dibandingkan lima tahun yang lalu, yakni di peringkat 120.
Namun, presiden yang baru saja menimang cucu ketiganya ini, berharap ada kenaikan peringkat lagi.
"Keinginan kita bersama kita ingin agar ada sebuah kenaikan peringkat lagi dalam kemudahan berusaha di Indonesia yaitu berada di peringkat antara 40 - 50," katanya.
Menindaklanjuti hal itu, Jokowi memanggil para menteri dan kepala lembaga untuk membahas upaya-upaya menaikkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
Solusi untuk menaikan peingkat tersebut yakni dengan melakukan reformasi struktural, dan melakukan upaya-upaya menaikkan kemudahan berusaha di Indonesia.
Jokowi ingin para menteri mempelajari masalah-masalah yang menghambat secara detail.
"Saya ingin para menteri mempelajari masalah-masalah yang ada secara detail, di mana poin-poin kelemahan, titik-titik yang menjadi penghambat dari kemudahan berusaha ini," katanya.
Ia juga menunjuk Menteri Perekonomian, dan Menteri Kemaritiman dan Investasi, mengawal langkah-langkah perbaikan reformasi.
Reformasi pelayanan perizinan yang cepat dari pusat, provinsi, dan kabupaten harus dibuat menjadi sebuah desain agar lebih mudah diawasi.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)