Perludem: Masa Jabatan Presiden Harus Dibatasi Agar Tidak Memunculkan Otoritarian dan Fasisme
Perludem menilai Indonesia sudah tepat menerapkan aturan masa jabatan presiden dibatasi hanya untuk dua periode.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan Indonesia sudah tepat menerapkan aturan masa jabatan presiden dibatasi hanya untuk dua periode.
Untuk satu periodenya, presiden menjabat selama lima tahun.
"Pembatasan masa jabatan dua periode sudah cukup baik. Kita negara republik dimana kekuasaan tidak boleh absolut," kata Titi, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (22/11/2019).
Dia menjelaskan, apabila tidak ada pembatasan masa jabatan presiden maka akan menimbulkan pemerintahan yang otoriter.
Baca: Pengamat Politik Adi Prayitno Sebut Pemilihan Ketua Umum Secara Aklamasi Bukan Kultur Golkar
"Masa jabatan presiden harus dibatasi agar tidak memunculkan otoritarian dan fasisme di Indonesia," kata dia.
Menurut dia, pembahasan mengenai masa jabatan ini akan menjadi bola liar.
Sebab, kata dia, pembahasan dapat berkembang ke berbagai macam topik pembicaraan.
Dia menjelaskan, Indonesia harus banyak belajar dari beberapa negara yang mengalami kemunduran dalam berdemokrasi.
Baca: Fahmi Idris Kurang Setuju Jika Ketua Umum Golkar Dipilih Secara Aklamasi
Dia menilai, kemunduran demokrasi itu terjadi ketika negara itu mengamandemen konstitusi dan memperluas kekuasaan eksekutif dengan cara mengubah pasal yang membatasi masa jabatan.
"Kekhawatiran terbesar kami, soal masa jabatan ini akan jadi pembuka bagi lahirnya perluasan kekuasaan. Yang akhirnya malah makin fleksibel dengan masa jabatan presiden," katanya.
Belum ada bahasan di pimpinan DPR
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan belum ada pembahasan mengenai masa jabatan Presiden tiga periode dalam rapat pimpinan MPR RI.
"Jadi terkait dengan wacana jabatan presiden tiga kali sampai detik ini kita belum pernah membahasnya baik ditingkat pimpinan maupun di partai, Partai Golkar maksudnya. Itu tidak ada," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Bamsoet mengakui saat ini wacana tersebut memang berkembang di publik.
Baca: BERLANGSUNG Live Streaming TV Online Indonesia vs Malaysia Siaran Langsung di Menoreh TV
Pimpinan MPR, dia, saat ini sedang menampung aspirasi masyarakat soal amandemen terbatas UUD 1945.
Bamsoet mengatakan secara pribadi dirinya menilai proses pemilihan presiden seperti saat ini sudah tepat dan benar.
Baca: BREAKING NEWS: Bamsoet Deklarasikan Maju Sebagai Calon Ketua Umum Golkar
Sehingga tidak perlu lagi ada perubahan sistem pemilihan Presiden.
Namun demikian, apabila ada kehendak dan desakan publik masa jabatan presiden harus diubah, hal tersebut tentu akan menjadi kajian di MPR RI.
"Kecuali ada desakan, mayoritas masyarakat menghendaki lain. Kan kita hanya menyiapkan wadah bagi seluruh aspirasi masyarakat bahwa ada wacana jabatan presiden tiga kali ya biasa aja itu tidak boleh dibunuh. Biarkan saja itu berkembang kita melihat respons masyarakat bagaimana. Ini kan tergantung aspirasi masyarakat," katanya.
"MPR apa panjangannya, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi kalau rakyat menghendaki masa kita bendung. Tapi yang pasti kalau meminta pendapat saya pribadi maupun Golkar saya nyatakan sampai ini kita di Golkar belum ada wacana itu dan menurut saya pribadi apa yang ada sekarang itu sudah pas," lanjutnya.
Baca: Pengamat: Munas Golkar Harus Beri Ruang Kemunculan Rising Star
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengungkapkan fraksi Partai NasDem mengusulkan jabatan Presiden menjadi 3 periode di dalam rencana amandemen terbatas UUD 1945.
"Ini kan bukan saya yang melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem," ungkapnya.
Anggota Komisi III DPR RI tersebut menyebutkan PPP belum memikirkan usulan untuk mengubah masa jabatan presiden.
Saat ini, partainya itu ingin memperjuangkan rekomendasi MPR periode lalu, yakni menghidupkan kembali GBHN.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.