Tidak Adil Jika Melarang LGBT Masuk ke Dalam Pemerintahan, Melanggar HAM
LGBT yang dianggap sebagai kelainan orientasi seksual tersebut adalah singkatan dari Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung melarang orang yang memiliki masalah orientasi seksual (LGBT) bekerja di dalam kantornya.
Walaupun dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tidak ada larangan bagi LGBT untuk menjadi bagian instansi pemerintah.
LGBT yang dianggap sebagai kelainan orientasi seksual tersebut adalah singkatan dari Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender.
Baca: Kejaksaan Agung Tolak LGBT Jadi CPNS, Sekjen PPP: Itu Diskriminasi
Salah seorang netizen perempuan menanggapi larangan yang dikeluarkan oleh Kejagung itu, Jumat, (23/11/2019).
"Kalau saya sih nggak setuju ya kalau lembaga pemerintah melarang masalah orientasi seksual itu, karena masalah orientasi seksual itu sesuatu hal yang pribadi," ucapnya menanggapi larangan masalah orientasi seksual bekerja dalam instansi pemerintahan.
Baca: Tiada Ruang untuk LGBT Lamar CPNS Kejagung: Supaya Tidak Ada yang. .
Wanita berumur 23 tahun ini menganggap larangan tersebut justru melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dirinya meyakini bahwa kaum LGBT pun mampu bekerja secara profesional dan tidak akan membawa masalah orientasi seksual itu dalam pekerjaan mereka.
"Logikanya kalau dia profesional apa namanya dia gak akan bawa masalah hubungan pribadinya dengan hubungan kantor," ucapnya kepada awak Tribunnews.com saat dihubungi.
Selain itu wanita yang bekerja di dunia kesehatan itu menilai bahwa negara sudah ikut campur dengan urusan pribadi warganya.
Baca: BKN Tanggapi Larangan LGBT Bekerja dalam Instansi Pemerintah
"Menurut saya negara terlalu ikut campur dengan urusan itu. Memang kita negara beragama dan mengakui hubungan itu harus cewek cowok, tapi kalau masalah pribadi gak bisa ditawar-tawar. Harusnya diperbolehkan (bekerja dalam instansi pemerintah) jika mampu," ucapnya.
Jika dilihat dari sisi keadilan manusia yang juga menjadi sila ke-lima dalam Pancasila, ujarnya, larangan itu sudah melanggar.
"LGBT mirip dengan masalah Poligami dan Poliandri. Seharusnya Kedua itu juga nggak dibolehin. Menurut saya Poligami dan Poliandri bisa dikatakan hyperseks karena memiliki dua atau lebih istri dan suami," ucapnya membandingkan LGBT dengan poliandri dan poligami.
Baca: Tolak LGBT Daftar CPNS, Kejaksaan Agung Tidak Mau yang Aneh-aneh
Baginya, jika memang tidak memperbolehkan masalah orientasi seksual negara harus tegas juga kepada poligami dan poliandri.
"Jangan hanya karena dia LGBT tidak boleh tapi yang poliandri dan poligami boleh bekerja. Kalau kita berusaha memberikan keadilan seharusnya mereka (LGBT) boleh bekerja di lembaga pemerintahan juga," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.