Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demokrasi di Indonesia Dinilai Mengalami Kemunduran

lima hal yang menyebabkan demokrasi mengalami kematian. Pertama, kata dia, masyarakat yang tidak peduli politik

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Demokrasi di Indonesia Dinilai Mengalami Kemunduran
HandOut/Istimewa
Acara Dialog Pakar Talifoundation yang bertajuk "Pendewasaan dan Pendidikan Politik" di Serpong, Sabtu (23/11/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengungkapkan mengenai kekhawatiran terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia.

Dia menilai demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Menurut dia, banyak indikasi yang menunjukkan penurunan kualitas demokrasi tersebut.

Dia menjelaskan, indikasi itu di antaranya, semakin meluas berpolitik ala post truth, politik mengedepankan emosi ketimbang rasio, muncul parpol bergaya firma yang kental oligarki.

"Secara umum ini bukan hanya fenomena di Indonesia. Di Asia Tenggara, peringkat demokrasi Indonesia berada di bawah Malaysia dan Filipina. Hal itu membuktikan demokrasi kita mengalami kemunduran,” kata dia, pada saat acara Dialog Pakar Talifoundation yang bertajuk "Pendewasaan dan Pendidikan Politik" di Serpong, Sabtu (23/11/2019).

Pengajar di Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia itu mengingatkan, apabila situsasi itu tidak diperbaiki maka bisa berujung pada kematian demokrasi.

Apalagi, kata dia, fungsi partai politik sebagai wadah rekrutmen dan kaderisasi pemimpin publik sudah semakin tak menentu.

Tidak sedikit parpol yang hanya jadi tempat bernaung bagi elite tanpa proses regenerasi dan kesungguhan membangun demokrasi internal.

Berita Rekomendasi

Dia mengungkapkan lima hal yang menyebabkan demokrasi mengalami kematian. Pertama, kata dia, masyarakat yang tidak peduli politik dan masih berada dalam garis kemiskinan.

Kedua, kegagalan para elite politik untuk menjelmakan diri sebagai negarawan. Ketiga, bias media. Keempat, meluasnya irasional berpolitik.

"Kelima, mengutip buku "How Democracies Die", karangan Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, adalah memudarnya nilai dasar demokrasi yakin penghormatan atas adanya keragaman politik dan menahan diri utk tidak mengedepankan politik bumi hangus kepada lawan politik," kata dia.

Lalu, bagaimana menyelamatkan demokrasi yang sudah diambang jurang ini? Demokrasi, kata Doktor University of Exeter, Inggris itu akan mapan dan langgeng karena dua hal.

Pertama mengakui berbeda secara identitas dan politik, lalu menghargai. Terlepas dari perbedaan agama, ras, budaya, parpol, mari saling menghormati perbedaan dan bertarung secara sehat. Kedua, tidak menghabisi lawan politik ketika berkuasa.

Ketiga, memperkuat dan memoderenkan politik. Keempat, terus menerus melakukan pendidikan politik kepada seluruh elemen bangsa, baik masyarakat umum maupun elite.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Tali Foundation, Tamsil Linrung, menambahkan tema diskusi pendewasaan dan pendidikan politik diangkat agar bisa memberi pencerahan bagaimana seharusnya berpolitik yang sehat.

"Diskusi seperti ini, harus terus digaungkan agar masyarakat semakin melek politik," ungkap Senator DPD RI ini.

Senator yang juga konsen pada dunia pendidikan ini mendorong tumbuhnya atmosfir politik yang sehat dan mendidik. Politik untuk kemanusiaan. Politik santun yang mengakui dan menghargai perbedaan. Membuka ruang dialektika, dan menerima perbedaan sebagai vitamin yang menambah gizi demokrasi Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas