Tolak Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, Sekjen PDI-P Lebih Setuju GBHN Diberlakukan
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menolak wacana presiden tiga periode. Menurutnya, lebih penting memberlakukan GBHN karena Indonesia perlu arah
Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Hasto Kristiyanto menegaskan, menolak wacana amandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden.
Ia tidak sependapat dengan wacana tersebut, sebab jabatan presiden sebanyak dua periode pada era reformasi merupakan aturan yang paling tepat.
Hasto menyatakan, PDI Perjuangan hanya mendukung amandemen UUD 1945 terkait memberlakukan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Sikap PDI Perjuangan adalah amandemen terbatas hanya terkait haluan negara, mengingat bangsa ini memerlukan direction untuk menuju kepada apa yang kita mimpikan sebagai masyarakat adil dan makmur," kata Hasto dilansir dari kanal YouTube KOMPASTV, Sabtu (23/11/2019).
![Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sekretaris-jenderal-pdi-perjuangan-hasto-kristiyanto-984.jpg)
Sejalan dengan Hasto, Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M Kholid menyatakan, menolak amandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden.
Kholid menilai, aturan jabatan presiden yang ada saat ini sudah tepat dan dapat menjaga demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, dengan adanya perubahan pada masa jabatan presiden, yakni misal menjadi tiga periode, dapat menyebabkan berkurangnya semangat demokrasi, bahkan berpotensi munculnya sisi otoriter.
"Jangan sampai diperpanjang, justru spirit reformasi adalah kita membatasi kekuasaan itu," kata M Kholid.
Ia mengungkapkan, PKS akan terus menjaga semangat reformasi dan pro demokrasi.
![Juru Bicara PKS Muhammad Kholid.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pks-soal-gaji-stafsus-jokowi.jpg)
Lebih lanjut, Ketua DPP Partai Gerindra, Hendarsam Marantoko menilai, amandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden tidak substansial.
Ia menyatakan, Gerindra sudah cocok dengan aturan masa jabatan presiden saat ini.
"Amandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden tidak baik untuk iklim demokrasi kita kedepannya, kalau itu dilakukan, kediktatoran akan terjadi," kata Hendarsam.
Menurutnya, kemungkinan para pimpinan melampaui batas kewenangannya untuk hal-hal pribadi akan terjadi jika amandemen dilakukan.
"Saya tidak merujuk kepada pemerintahan yang sekarang, kedepannya sangat-sangat berpotensi otoriter," katanya.