Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hari Guru Nasional: Berikut Kisah Inspiratif Guru, Ada yang Hanya Digaji Rp 85 Ribu per Bulan

Hari Guru Nasional: Berikut Kisah Inspiratif Guru, Ada yang Hanya Digaji Rp 85 Ribu per Bulan

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Hari Guru Nasional: Berikut Kisah Inspiratif Guru, Ada yang Hanya Digaji Rp 85 Ribu per Bulan
KOMPAS.com ZAKARIAS DEMON DATON / NASIANUS TARIS
Hari Guru Nasioanl: Berikut Kisah Inspiratif Guru, Ada yang Hanya Digaji Rp 85 Ribu per Bulan 

TRIBUNNEWS.COM - Tepat Senin hari ini, 25 November 2019 diperingati sebagai Hari Guru Nasional.

Ucapan 'Selamat Hari Guru' ramai ditujukan untuk para guru sebagai bentuk apresiasi atas pengabdian dan dedikasinya.

Peringatan Hari Guru Nasional tak hanya dimaknai menyanyikan lagu Hymne Guru atau sekedar ucapan.

Di balik itu masih banyak kisah-kisah haru perjuangan guru demi memberikan pendidikan kepada muridnya.

Dirangkum dari Kompas.com, berikut adalah perjuangan yang dilakukan guru demi memberikan pendidikan pada muridnya:

1. Diana Indrawati, guru yang berjuang di pedalaman transmigrasi

Diana Indrawati guru kelas III SDN 174/V Intan Jaya, Muara Papalik, Tanjab Barat. Sekolahnya berada di pedesaan transmigrasi yang penduduknya mengandalkan hasil perkebunan.
Diana Indrawati guru kelas III SDN 174/V Intan Jaya, Muara Papalik, Tanjab Barat. Sekolahnya berada di pedesaan transmigrasi yang penduduknya mengandalkan hasil perkebunan. (DOK. PRIBADI/DIANA INDRAWATI)

Diana Indrawati adalah guru kelas III SDN 174/V Intan Jaya, Muara Papalik, Jambi.

Berita Rekomendasi

Ia mengajar di sekolah yang berada di pedesaan transmigrasi.

Awalnya, Diana memiliki kendala mengenai siswanya yang sudah bisa membaca tetapi tidak mampu memahami apa yang sudah mereka baca.

Hal tersebut kemudian mendorong Diana untuk membuat buku besar atau disebutnya big book.

Big book dibuat untuk melatih siswa agar menyukai buku dan sekaligus memahami buku yang dibaca bersama-sama.

Big book merupakan buku berukuran besar.

Berisi cerita, dibuat dengan tulisan yang cukup besar dan disertai gambar yang menarik.

Diana sudah menghasilkan depalan buku, tiga di antaranya adalah big book.

Setiap dua kali dalam seminggu Diana membacakan big book yang ia buat pada siswa.

"Seminggu dua kali saya membacakan big book pada anak, cara membaca juga harus menarik perhatian siswa," kata Diana dikutip dari Kompas.com.

Diana menerapkan langkah membaca bersama, kemudian mencocokkan prediksi siswa.

Lalu pada akhir sesi, guru meminta siswa untuk membuat akhir cerita sesuai kata-kata sendiri.

Dengan begitu siswa mampu memahami apa yang telah mereka baca, tidak hanya sebatas membaca.

2. Bertha Buadera, seorang guru honorer yang hanya digaji Rp 800 ribu

Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019).
Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019). (KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)

Bertha Baudera merupakan guru honorer yang mengajar di SD Filial 004 Samarinda Utara.

Sudah 10 tahun ia menjadi guru honorer dengan gaji yang hanya Rp 800 ribu.

Ia harus berjalan kaki setiap hari sejauh dua kilometer dari rumahnya di tengah hutan menuju sekolah.

Dikutip dari Kompas.com, saat jadi guru honor pertama kali, ia memperoleh gaji Rp 150 ribu per bulan.

Uang yang ia peroleh dari gaji sebagai guru honorer tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang terdiri dari suami dan seorang anak.

Untuk mencukupi kebutuhannya Bertha dan suami melakukan pekerjaan sampingan  bertani dan berjualan.

"Biasa pulang sekolah saya jualan pisang, ubi, dan sayur-sayuran di pasar malam," kata Bertha dikutip dari dari Kompas.com.

Selain gaji yang tidak cukup untuk hidup sebulan, Bertha juga mengeluhkan fasilitas sekolah yang hanya punya satu gedung dan beban kerja.

"Fasilitas kurang, kami mau praktik susah. Sementara di buku kurikulum menganjurkan banyak praktik," ujar Bertha.

3. Maria Beta Nona Vin, guru honorer di pedalaman Flores tanpa listrik dan jaringan telepon

Ibu Maria Beta Nona Vin, salah seorang guru honor di SMPN 3 Waigete, saat diwawancara di gubuknya, tepat di Desa Watu Diran, Kabupaten Sikka, Flores NTT, Senin (8/7/2019).
Ibu Maria Beta Nona Vin, salah seorang guru honor di SMPN 3 Waigete, saat diwawancara di gubuknya, tepat di Desa Watu Diran, Kabupaten Sikka, Flores NTT, Senin (8/7/2019). (KOMPAS.com / Nansianus Taris)

Maria Beta Nona Vin adalah guru honorer di SMPN 3 Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Selain hidup tanpa listrik dan jaringan telepon, guru di pedalam Flores ini hanya menerima gaji Rp 85 ribu per bulan.

Ia dan guru honorer lainnya hanya memperoleh gaji dari orangtua siswa, bahkan gajinya sering mandek hingga tiga bulan.

"Itu uang Rp 85 ribu juga kadang-kadang mandek sampai 3 bulan, itu uang kan dari orangtua siswa."

"Jadi, kita tunggu kapan mereka bayar baru kita terima honor," ujar Maria Beta Nova dikutip dari Kompas.com.

Saat uang gajinya mandek, dirinya mengandalkan ubi dari kebun yang ia rawat setiap pulang sekolah.

Setiap harinya, ia harus berjalan kaki sejauh enam kilometer untuk menempuh perjalanan dari rumahnya ke sekolah.

Meskipun keadaannya sangat memprihatinkan, dirinya mengaku tetap ingin bertahan demi mengabdi di SMPN 3 Waigete.

Dikutip dari Kompas.com, Beti sapaan akrabnya, tinggal di rumah yang sangat sederhana, dengan atap alang-alang, dinding belahan bambu, dan lantai tanah.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri) (Kompas.com/Zakarias Demon Daton/Yohanes Enggar Harususilo/Nansianus Taris)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas