Gaungkan Rekonsiliasi, Fahri Hamzah: Ayolah Para Pemangku Jabatan di Negeri Ini, Ajak Rakyat Bersatu
Fahri Hamzah kembali menyuarakan terwujudnya rekonsiliasi di Indonesia. Gaung rekonsiliasi Fahri Hamzah sudah diucapkannya sejak pasca-Pilpres 2019.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Inisiator Partai Gelora, Fahri Hamzah, kembali menyuarakan terwujudnya rekonsiliasi di Indonesia.
Melalui akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah, dirinya mengungkapkan rentetan momentum hari besar di Indonesia bisa menjadikan semangat bangsa Indonesia bersatu.
Mulai dari Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober, Hari Pahlawan pada 10 November, dan peringatan Hari Guru pada 25 November kemarin.
"Tadi seharian kita teringat guru dan merayakan #HariGuruNasional dan yang terbayang adalah wajah-wajah ikhlas yang menuntun kita dalam gelap.
Mereka yang hidup tanpa pamrih dan tanpa tanda jasa, dengan gaji alakadarnya atau bahkan tanpa imbalan sama sekali.
Terpujilah mereka," tulisnya.
Fahri Hamzah juga menulis cuitan tentang Hari Pahlawan.
"Sebelumnya kita memperingati #haripahlawan2019 dan yang tergambar adalah dada yang tertusuk peluru dan berdarah menyentuh tanah bersama ribuan syuhada di taman makam Kusuma bangsa.
Keberanian mereka adalah penumbuh subur bumi pertiwi melahirkan bakti yang tiada henti," tulisnya pada Tweet yang berbeda.
Fahri Hamzah juga menulis tentang perjuangan pemuda yang diabadikan pada momen Hari Sumpah Pemuda.
"Dan sebelumnya kita memperingati keberanian para pemuda dalam peristiwa #harisumpahpemuda2019 yang bersidang demi bersatunya negeri ini tanpa peduli bahwa semua itu mengandung resiko pada diri sendiri.
Penjajah sedang melotot membaca arah kaum pergerakan kemerdekaan RI," tulisnya.
Gaungkan Rekonsiliasi
Fahri Hamzah menilai, dengan momentum tiga hari besar tersebut, ia meminta pemangku kebijakan mengajak rakyat bersatu.
"Ayolah para penjabat dan pemangku jabatan di negeri ini.
Jangan main-main.
Ajaklah rakyat bersatu.
Hentikan adu domba yang mengaduk perasaan yang ingin berpecah.
Hentikan, cukup sudah rekayasa.
Mari jujur dan baktikan diri hingga semua nampak sebagai pengabdian yang hakiki," ungkapnya.
Melalui cuitan lainnya, Fahri Hamzah kembali menekankan ajakan rekonsiliasi dan menegakkan demokrasi.
"Sekali lagi,
Ayo rekonsiliasi..
Stop provokasi kelompok tertentu dengan tuduhan tertentu. Cukup!
Ayo bersatu dan bekerja tuntaskan reformasi. Tegakkan demokrasi.
Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa menjaga dan selamatkan negeri ini.
Amin Ya Rabbal Alamin. Merdeka!" ungkapnya.
Seruan Rekonsiliasi
Seruan rekonsiliasi dari Fahri Hamzah sudah digemakannya sejeka beberapa bulan yang lalu.
Masyarakat Indonesia dinilai terbagi menjadi dua pihak sejak gelaran Pemilihan Presiden 2019.
Seusai pesta demokrasi Pipres dan Pileg dilakukan, Fahri Hamzah menyerukan adanya persatuan kembali sebagai bangsa Indonesia.
Melansir Kompas.com, wacana rekonsiliasi antara pendukung Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto pasca-Pilpres 2019 harus dilakukan secara total.
Fahri Hamzah memandang, jika tidak segera dilakukan rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019, konflik di masyarakat akan terus berkepanjangan.
"Kalau saya mengusulkan itu, rekonsiliasi total atau konflik berkepanjangan. Cuma dua itu," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 9 Juli 2019 silam.
Fahri Hamzah menjelaskan, dalam perspektif rekonsiliasi total, Presiden Jokowi harus dapat melacak akar persoalan yang menjadi penyebab keterbelahan di masyarakat.
Akar Polarisasi
Fahri Hamzah menyebut, akar persoalan harus ditarik kembali ke masa Pilpres 2014, di mana saat itu Jokowi dan Prabowo juga menjadi rival.
Lebih lanjut, dikatakannya polarisasi makin menguat saat Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kala itu bersamaan dengan mencuatnya kasus penodaan agama yang menyeret mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Fahri Hamzah berpendapat situasi kian diperparah dengan adanya kontestasi pilpres yang hanya berjarak satu tahun.
"Rekonsiliasi total dalam perspektif ini Presiden harus berani melacak akar dari konflik dua calon kemarin yang sebenarnya sudah dimulai di DKI, mulai pilpres lalu, masuk ke DKI tegang sampai di bawah, ditutup dengan Pilpres lagi. Ini yang perlu direkonsiliasi kembali," ujarnya.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Kristian Erdianto)