PBNU Minta DPR dan MPR Perjuangkan Pengesahan RUU KUHP
PBNU meminta DPR dan MPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang pembahasannya masih ditunda.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PBNU meminta DPR dan MPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang pembahasannya masih ditunda.
Hal tersebut disampaikan pengurus PBNU saat pertemuan dengan pimpinan MPR di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019).
"PBNU mendesak agar DPR mengesahkan RUU KUHP yang pengambilan keputusan tingkat satu sudah dilakukan," ujar Ketua MPR, Bambang Soesatyo, di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019).
Baca: Bamsoet Minta Restu PBNU Maju Sebagai Caketum Golkar
Menurut Bamsoet, pengesahan RUU KUHP tinggal disahkan melalui rapat paripurna di DPR.
Dirinya mengklaim PBNU meminta MPR dan DPR memperjuangkan pengesahan tersebut.
"Hanya tinggal ketuk palu di tingkat rapat paripurna. Meminta kami di MPR maupun DPR untuk memperjuangkannya," kata Bamsoet.
Baca: Omnibus Law Akan “Membuldoser” 74 Regulasi
Selain itu, Bamsoet juga menyebut bahwa PBNU menginginkan agar MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara.
Bamsoet membeberkan alasan PBNU adalah agar tidak terjadi kerancuan dalam sistem tata negara di Indonesia.
"PBNU mendorong sebagai lembaga tertinggi negara, agar tata negara kita lebih rapi, karena sekarang gak ada yang tertinggi sehingga terjadi kerancuan," ucap Bamsoet.
Baca: Penunjukan Susi, Jonan, dan Rudiantara Jadi Bos BUMN Dinilai Sebagai Pemberdayaan Lanjutan
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, RKUHP bersama Rancangan Undang-Undang (RUU) Permasyarakatan, RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU Jabatan Hakim akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2020.
DPR menunda pembahasan empat rancangan undang-undang (RUU) sesuai permintaan Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi meminta DPR menunda pembahasan RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Lembaga Pemasyarakatan (PAS) setelah terjadi penolakan dari masyarakat.