ICW Minta Jokowi Cabut Pemberian Grasi Annas Maamun: Tak Ada Pengurangan Hukuman dalam Bentuk Apapun
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, tidak perlu ada pengurungan hukuman penjara bagi narapidana kasus korupsi.
Penulis: Nuryanti
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Indonesian Corruption Watch (ICW) menolak keputusan Presiden Jokowi memberi pengurangan hukuman (grasi) kepada terpidana korupsi Annas Maamun.
ICW meminta Presiden Jokowi untuk mencabut pemberian grasi kepada mantan Gubernur Riau itu.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, tidak perlu ada pengurungan hukuman penjara bagi narapidana kasus korupsi.
"Kejahatan korupsi masuk pada lembaga pemasyarakatan atau menjadi narapidana, tidak ada pengurangan hukuman dalam bentuk apapun," ujar Kurnia, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (27/11/2019).
"Misalnya kita memberi contoh pada peraturan pemerintah Nomor 99 tahun 2012, dalam konteks remisi, pengurangan hukuman narapidana karena kasus korupsi, harus ada kolaborator," lanjut Kurnia.
Ia menilai keputusan Jokowi itu tidak harus dilakukan, jika pemberian grasi kepada Annas Maamun atas dasar kemanusiaan yang nilainya tidak bisa diukur.
"Jadi kalau hari ini konteksnya Annas Maamun diberikan grasi dengan dalih kemanusiaan yang tidak bisa diukur penilaiannya, maka dari itu harusnya tidak dilakukan," imbuhnya.
Dikutip dari laman Kompas.com, Kamis (28/11/2019), Pemberian grasi Jokowi kepada Annas Maamun itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 yang dikeluarkan pada 25 Oktober lalu.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Ade Kusmanto menyampaikan informasi tersebut melalui siaran pers, Selasa (26/11/2019).
Pemberian grasi kepada seorang narapidana korupsi itu banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak.
Banyak yang menyampaikan kekecewaannya, karena Annas mendapatkan keringanan hukuman dari negara.
Kekecewaan atas keputusan presiden itu disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Pimpinan Komisi III DPR.
Presiden Jokowi diminta untuk menjelaskan pemberian grasi tersebut kepada publik.
Mereka menilai pengurangan hukuman terhadap terpidana korupsi, dinilai hanya melemahkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.
sebelumnya, pihak Istana sempat bungkam ketika diminta untuk memberikan keteranga, dan justru meminta media untuk menanyakannya pada Menteri Hukum dan HAM.
Masih dikutip dari laman Kompas.com, Selasa (26/11/2019), Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Desmond J Mahesa mengatakan, tidak ada alasan yang jelas dari pemberian grasi Annas Maamun.
Menurutnya, pemberian grasi kepada mantan Gubernur Riau itu tidak logis, bernuansa politik, dan tidak layak.
"Nah kalau ini tidak logis, ada unsur politik dan macam-macam, itu menurut saya ini (grasi) tidak layak gitu loh," kata Desmond saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Menurut Desmond, jika pemberian grasi tersebut karena alasan sakit, ia menyatakan pemerintah tidak sensitif dengan pemberantasan korupsi.
"Yang paling pasti bahwa, kalau ini diberikan sesuatu yang dengan tidak ada parameter yang jelas, sakit dan macam-macam, itu berarti pemerintah ini tidak sensitif dengan pemberantasan korupsi," lanjut Desmond.
Desmond melanjutkan, dirinya tidak masalah jika memang alasan pemberian grasi kepada Annas didasari karena kondisi kesehatannya, namun juga harus memenuhi syarat.
"Kalau alasan sakit dan memenuhi syarat, ya enggak masalah, grasi bisa lebih dari satu tahun. Kalau memang itu logis," ujar politisi Partai Gerindra itu.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella/Haryanti Puspa Sari)