Khofifah Sebut Dua Stigma PNS dalam Program Mata Najwa 'Apa Enaknya jadi PNS?'
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan ada dua stigma yang melekat pada Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Suut Amdani
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan ada dua stigma yang melekat pada Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ada dua hal yang disampaikan oleh Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan tersebut soal perspektif buruk PNS di masyarakat.
Pertama, Khofifah mengatakan, melihat langsung ada PNS yang sibuk menggunakan gawai saat bekerja.
Namun, ia tidak mengetahui apa yang para PNS kerjakan melalui gawai.
"Saya tidak tahu dia menggunakan handphone untuk koordinasi atau sedang chatting, apa dan seterusnya. Tapi saya melihat itu sangat menggangu kerja dan konsentrasi," tegasnya dalam program Mata Najwa, Rabu (27/11/2019).
Menurutnya, kebiasaan tersebut harus dirapikan agar tidak berdampak pada kinerja.
"Bahkan saya mengingatkan pimpinan di atasnya untuk bisa mengkomunikasikan dengan stafnya," jelas Khofifah.
Kedua, soal perspektif buruk PNS, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
Khofifah merefleksikan masa sekarang ini ibarat hidup di akuarium.
"Dari kanan kiri atas itu bisa dipotret oleh siapa saja. Jadi saya rasa, pengawasan masyarakat menjadi bagian penting untuk kembali mengingatkan kami semua," tuturnya.
Ia juga menegaskan tidak hanya perlu merapikan PNS, namun mencakup seluruh aparatur negara.
Menurutnya, masyarakat dan semua aparatur negara harus sama-sama menjaga amanah yang sudah dipercayakan.
"Jadi, yang dilakukan oleh masyarakat misalnya, kemudian memotret, merekam video dan seterusnya, dan melakukan monitoring dan laporan. Saya rasa tingkat kedisiplinan kadang naik, kadang turun. Kinerja kadang naik, kadang turun," katanya.
Pengawasan masyarakat terhadap kinerja aparatur negara menurut Khofifah lebih spesifik daripada Waskat.
Pengawasan Melekat (Waskat) merupakan badan pengawas yang dibentuk zaman Presiden Soeharto.
Baca : Karen Pooroe Teman Baik Marshanda, Heran Saat Tahu Suaminya Tinggal di Apartemen Marshanda
Baca : Tanggapi Agnez Mo Tak Akui Darah Indonesia, Fadjroel Rachman: Memuji Keberagaman Negeri Ia Lahir
Sebelumnya, Mata Najwa menampilkan ilustrasi gambar yang berisi stigma masyarakat terhadap PNS.
Ada dua yang ditampilkan dalam acara yang dipandu oleh Najwa Shihab tersebut, yakni :
1. Penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi.
2. Pemborosan anggaran negara untuk kegiatan rapat.
Pejuang CPNS 2019
Episode Mata Najwa "Apa Enaknya Jadi PNS?" tersebut menghadirkan para pejuang CPNS 2019.
Di antaranya ada sosok Abinubli Mawarid, yang merupakan lulusan S2 Microbial Biotechnology - Tohaku University Tokyo, Japan.
Ia mengungkapkan dengan lugas alasannya mendaftar CPNS 2019.
Awalnya, ia merasa jijik melihat PNS.
Ia mengatakan tidak ingin memiliki gaya hidup PNS yang monoton, bekerja pukul 08.00 WIB dan pulang pukul 15.00 atau pukul 17.00 WIB.
Menurutnya PNS pekerjaannya juga sekedar duduk di depan komputer sembari bermain games.
Baca : Presiden Jokowi Kunjungi Pabrik Hyundai di Korea Selatan, Serta Tanda Tangani Kap Mesin Mobil Kona
Namun, pandangannya berubah manakala bertemu PNS di Jepang.
Dari penuturan Abi, rupanya percakapan melalui pertemuan tidak sengaja tersebut mengubah pandangannya terkait PNS.
"Bapak itu bilang kalau di Jepang ini, PNS Jepang itu lulusan Harvard, Cranberries, Oxford, bahkan minimal Tokyo Univercity. Nomor satunya Jepang," tuturnya.
Ia menambahkan, apabila tetap pada pandangannya soal PNS yang image-nya malas, Abi khawatir PNS Indonesia alam di dominasi oleh orang-orang yang tidak mendapatkan ilmu seperti dirinya.
"Saya nggak iklhas kalau diisi orang-orang yang nyebelin gitu deh," tegasnya.
Laki-laki lulusan Biologi UI tersebut akhirnya mendaftar CPNS 2019 dengan formasi jabatan untuk Ahli Pertama Pengawas Farmasi dan Makanan di Instansi BPOM.
"Saya mendaftar, di tambah tadi pak Anies Baswedan bilang gajinya oke juga," ucapnya diiringi tawa hadirin acara Mata Najwa.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)