Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Enggan Terbitkan Perppu KPK, ICW: Narasi Anti-Korupsi yang Diucapkan Jokowi Hanya Omong Kosong

ICW menyebut narasi antikorupsi yang diucapkan Joko Widodo hanya omong kosong belaka

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Enggan Terbitkan Perppu KPK, ICW: Narasi Anti-Korupsi yang Diucapkan Jokowi Hanya Omong Kosong
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak kagen dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang enggan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).

Keengganan Jokowi membatalkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 terlontar dari mulut Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.

"Pernyataan tersebut sebenarnya tidak lagi mengagetkan. Sebab, memang sedari awal Presiden Joko Widodo tidak pernah menganggap pemberantasan korupsi menjadi isu krusial dan tidak paham bagaimana menguatkan kelembagaan antikorupsi seperti KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (29/11/2019).

Baca: Ini Kata Menkeu Soal Rencana Jabatan Eselon III dan IV Diganti Robot

Kurnia Ramadhana mengatakan jika dianalisis lebih jauh, ada dua bantahan yang dilontarkan Fadjroel Rachman dalam pernyataannya.

Pertama menurut ICW, Fadjorel Rachman mengatakan karena sudah ada UU KPK baru, maka tidak lagi diperlukan Perppu.

"Logika ini tentu keliru dan menyesatkan, sebab, Perppu diperlukan karena UU KPK baru memiliki banyak pasal yang memperlemah KPK. Jika saja UU KPK tidak direvisi, tidak mungkin masyarakat berharap perppu dari presiden," kata Kurnia.

Baca: Istana Enggan Komentari Mundurnya Tsani Annafari Sebagai Penasihat KPK

Berita Rekomendasi

Kedua, dengan dalih UU KPK baru sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) maka Perppu tidak dikeluarkan.

Menurut ICW, logika tersebut juga tidak tepat, bahkan menggambarkan bahwa Presiden Jokowi tidak memahami perbedaan kewenangan penerbitaan Perppu dan proses uji materi di MK.

"Penting untuk dipahami bersama, bahwa perppu merupakan hak subjektivitas dari presiden yang dijamin oleh konstitusi. Sedangkan uji materi merupakan hak konstitusional setiap warga negara," jelas Kurnia.

Baca: Soal Grasi Annas Maamun, Feri Amsari Ragukan Citra Jokowi Antikorupsi: Harus Lakukan Sesuatu Serius

"Jadi tidak ada soal karena proses uji materi sedang berjalan di MK maka perppu tidak dikeluarkan. Alasan tersebut terlalu mengada-ngada dan tidak ada kaitan sama sekali antar keduanya," ia menegaskan.

Bukan hanya persoalan substansi dari UU tersebut, kata Kurnia, bahkan proses pembuatan UU KPK pun sangat mungkin untuk diperdebatkan.

Misalnya, UU KPK tidak masuk dalam prolegnas prioritas 2019, kehadiran anggota DPR yang tidak mencapai kuorum pada forum paripurna, dan KPK secara kelembagaan tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan.

"Ini semakin menunjukkan bahwa DPR dan pemerintah memang sedang benar-benar melucuti atau bahkan berusaha untuk menghilangkan KPK," katanya.

Kurnia mengatakan, sejak UU KPK baru berlaku per tanggal 17 Oktober 2019 lalu setidaknya sudah ada 6 permohonan yang mempersoalkan formil dan materiil UU tersebut ke MK.

Katanya, harusnya DPR dan pemerintah malu karena banyak pihak yang mempersoalkan kehadiran UU ini.

"Jika ini merupakan sikap akhir dari presiden tentu tidak salah jika publik merasa selama ini narasi anti korupsi yang diucapkan oleh Joko Widodo semata hanya omong kosong belaka," kata Kurnia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menerbitkan peraturan presiden pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan saat ini Undang-Undang KPK hasil revisi sudah resmi berlaku sejak 17 Oktober lalu.

"Tidak ada dong. Kan Perppu sudah tidak diperlukan lagi. Sudah ada undang-undang, yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019. Tidak diperlukan lagi Perppu," kata Fadjroel Rachman di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Baca: Istana: Jokowi Ingin Pakai Kecerdasan Buatan untuk Birokrasi dan Regulasi

‎Fadjroel Rachman menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi atau judicial review yang diajukan puluhan mahasiswa dari berbagai universitas terhadap UU baru KPK.

"Kami berterima kasih kepada yang mengajukan, karena kita menghargai forum legal. Juga kami berterima kasih pada MK, yang sudah memberikan pelayanan terbaiknya untuk mereka yang mengajukan uji yudisial ini," kata Fadjroel Rachman.

Baca: Istana Sebut Tidak Masalah Tiga Pimpinan KPK Ajukan Uji Materi ke MK

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang masih berharap Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK.

Saut menyebut peringatan Hari Antikorupsi pada 9 Desember mendatang dapat menjadi momentum tepat bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu.

Baca: Mengenal Istilah Ombimbus Law yang akan Dibahas Pemerintah dengan DPR RI

"Saya masih berharap saat Hari antikorupsi tanggal 9 Desember Presiden Jokowii yang rencana datang ke KPK, sudi apalah kiranya datang pada acara itu sekalian membawa Perppu KPK," kata Saut kepada wartawan, Kamis (28/11/2019).

Terkait putusan MK yang tidak menerima permohonan uji materi UU KPK yang diajukan oleh mahasiswa, Saut menghormati.

Dia mengaku akan melihat perkembangan sejauh mana UU KPK baru ini efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.

Masa bakti Penasehat KPK terpangkas

Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mohammad Tsani Annafari merasa dirugikan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. 

Alasannya, dengan hadirnya undang-undang tersebut masa bakti penasihat KPK terpangkas menjadi dua tahun.

"Karena mereka (penasihat KPK) bekerja empat tahun terpangkas menjadi dua tahun secara tiba-tiba. Apalagi di UU tidak diatur masa transisi," kata Tsani Annafari saat berpamitan dengan awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).

Diketahui, masa bakti tiga penasihat KPK yakni Mohammad Tsani Annafari, Budi Santoso, dan Sarwono Sutikno seharusnya berakhir pada 6 Juli 2021 sejak dilantik pada 6 Juli 2017.

Baca: Istana Enggan Komentari Mundurnya Tsani Annafari Sebagai Penasihat KPK

Tsani Annafari menganggap, anggota DPR RI yang menyusun regulasi baru untuk KPK tidak memahami skema kepegawaian di lembaga antirasuah.

Sebab, baginya jabatan penasihat tidak termasuk dalam struktur kepegawaian.

"Mungkin orang DPR tidak paham skema kepegawaian KPK bahwa penasihat tuh bukan pegawai. Mereka (DPR) hanya mengatur masa transisi untuk pegawai tapi tidak untuk penasihat," ucapnya.

Kendati merasa dirugikan, Tsani menyarankan kepada dua penasihat KPK lainnya yakni Budi Santoso dan Sarwono Sutikno agar dapat menggugat regulasi baru KPK itu ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika merasa dirugikan.

Baca: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Tubagus Chaeri Wardana

"Saya menyarankan kepada penasihat lain, apabila mereka merasa dirugikan yah. Silahkan ajukan gugatan (UU KPK hasil revisi) secara materil, lewat jalur perdata maupun ke MK. Karena yang mengakibatkan hal ini terjadi karena UU itu, yang melanggar hak konstitusional mereka," ujar dia.

Untuk diketahui, setidaknya KPK telah mengidentifikasi 26 persoalan yang akan berdampak terhadap kinerja pemberantasan korupsi dari perubahan kedua Undang-Undang KPK.

Baca: Alexander Marwata Sebut KPK ke Depan Akan Fokus Tindak Kasus yang Berdampak Pada Penerimaan Pajak

Alasannya, sejumlah kewenangan yang dikurangi merupakan kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas.

Bahkan, sejumlah aturan dalam regulasi baru komisi antikorupsi itu tidak selaras antar pasal.

Sehingga, dapat menimbulkan tafsir beragam yang akan menyulitkan KPK dalam menangani perkara korupsi ke depan.

Istana enggan berkomentar

 Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman enggan mengomentari mundurnya Tsani Annafari sebagai penasihat KPK.

Fadjroel Rahman meminta awak media untuk berbicara isu lain ketimbang mengomentari mundurnya Tsani Annafari.

"Kita bicara yang lain aja," kata Fadjroel Rahman di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Baca: Tsani Annafari Angkat Koper dari KPK, Balik Lagi ke Kemenkeu

Diketahui Tsani Annafari sempat menemui awak media di KPK sebelum resmi mengundurkan diri dari lembaga antirasuah.

Dia tidak lagi menjadi penasihat KPK ‎sejak 1 Desember 2019.

Tsani Annafari menyarankan pegawai KPK yang lain tetap bertahan.

Baca: KPK Minta 10 Penyidik dari Ditjen Pajak, Alex Marwata: Soal Gaji Tinggal Kita Sesuaikan

Dia tidak mau dianggap sebagai provokasi, mengajak pegawai yang lain mundur.

"Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan, saya tidak ingin dianggap memprovokasi supaya teman-teman di KPK ikut mundur, tidak," kata Tsani Annafari di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).

Diketahui Tsani Annafari mengundurkan diri karena posisinya sebagai penasihat akan hilang ketika UU KPK No 19 tahun 2019 berlaku.

Baca: Alexander Marwata Sebut KPK ke Depan Akan Fokus Tindak Kasus yang Berdampak Pada Penerimaan Pajak

Dalam Undang-Undang tersebut posisi penasihat KPK diganti dewan pengawas.

Atas pengunduran dirinya, Tsani Annafari mengaku ikhlas.

Pria yang sempat mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK‎ jilid V periode 2019-2023 ini berniat kembali ke instansi awal, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas