Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi Pangkas Eselon III dan IV, Dikhawatirkan Timbulkan Gejolak Kalangan ASN, DPR Beri Tanggapan

Jokowi memunculkan wacana pemangkasan eselon III dan IV dengan memanfaatkan AI. Pengamat sebut akan muncul resistensi di daerah. DPR menanggapi.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Jokowi Pangkas Eselon III dan IV, Dikhawatirkan Timbulkan Gejolak Kalangan ASN, DPR Beri Tanggapan
YouTube Sekretariat Presiden
Untuk mengefisiensi birokrasi agar tak lagi berbelit-belit, Jokowi memunculkan wacana pemangkasan eselon III dan IV dengan memanfaatkan penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau robot dengan kecerdasan buatan. 

TRIBUNNEWS.COM -  Dalam rangka mengefisiensi birokrasi agar tak lagi berbelit-belit, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memunculkan wacana pemangkasan eselon III dan IV dengan memanfaatkan penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau robot kecerdasan buatan.

Wacana tersebut Jokowi sampaikan dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Dilansir Kompas TV,  pada kesempatan tersebut Jokowi menyampaikan gebrakan barunya dalam merealisasikan pemangkasan eselon III dan IV, yang akan mulai direalisasikan tahun depan.

"Tahun depan, kita akan lakukan pengurangan eselon. Kita punya eselon I, II, III, IV, yang III dan IV akan kita potong," tutur Jokowi seperti yang diberitakan Kompas TV.

Jokowi pun menyampaikan, ia telah memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PANRB), Tjahjo Kumolo untuk menindaklanjuti rencana tersebut.

"Saya sudah perintahkan juga ke Men-PAN, (eselon III dan IV) diganti dengan AI sehingga ada kecepatan," terangnya.

Jokowi yakin, dengan adanya AI, birokrasi di Indonesia akan lebih cepat.

Berita Rekomendasi

"Kalau diganti artificial intelligence, saya yakin kecepatan kita dalam perbirokrasian akan lebih cepat," kata Jokowi.

Menanggapi wacana tersebut, dalam acara 'Sapa Indonesia Malam' yang diunggah dalam kanal Youtube Kompas TV pada Jumat (29/11/2019), seorang Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai wacana itu berpotensi menimbulkan gejolak di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Terlebih, Trubus menyebutkan, bagi ASN yang berada di daerah.

"Resistensi pasti ada di daerah karena persepsi yang berkembang kemudian 'saya sebagai ASN akan disingkirkan atau tidak diberi pekerjaan atau saya malah dianggap tak berguna'," jelas Trubus.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo pun langsung menanggapi peryataan Trubus.


Arif menyebutkan, adanya isu tersebut, pihaknya berencana memanggil Men-PANRB untuk memastikan secara detail mengenai rencana presiden.

"Nanti tentu dengan isu ini kami akan segera follow up, kami tindaklanjuti dengan memanggil Men-PANRB, karena ini otoritas beliau, untuk menjelaskan lebih detail, apa yang dimaui oleh presiden," kata Arif.

Menurut Arif, reformasi birokrasi tidak dapat dilakukan secara serta-merta.

"Reformasi birokrasi sudah pasti tapi sekali lagi itu juga tidak dapat dilakukan secara serta-merta," tegasnya.

Arif menyampaikan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Tjahjo Kumolo telah menjelaskan tahapan-tahapan reformasi demokrasi, khususnya bagi eselon III dan IV.

Menurutnya, Tjahjo Kumolo juga menjelaskan penggunaan alat bantu birokrasi dengan teknologi informasi akan membuat pelayanan masyarakat lebih optimal.

"Pak Men-PAN sudah menjelaskan secara gamblang bahwa ada tahapan-tahapan terutama menyangkut soal perampingan birokrasi, eselon III dan IV secara khusus, dan itu tidak dapat dilakukan serta merta."

"Kemudian juga dijelaskan bagaimana teknologi informasi sebagai alat bantu agar birokrasi mampu melakukan pelayanan pada masyarakat secara lebih baik, lebih optimal, lebih cepat, dan seterusnya," terang Arif.

Menanggapi penggunaan AI, Arif menuturkan, masih diperlukan penjelasan pada masyarakat mengenai sistem tersebut supaya tidak terjadi salah persepsi.

"Soal AI tadi, bahkan ada orang menganggap bahwa itu bukan lagi artifisial tapi itu suatu robot yang kemudian imajinasinya bisa kemana-mana seperti orang, seperti kita, tapi terbuat dari mesin dengan teknologi tertentu."

"Yang seperti itu saya kira butuh penjelasan," kata Arif.

Wakil Ketua Komisi II DPR itupun menyampaikan, hal-hal yang bersifat klerikal sudah pasti akan dibantu dengan teknologi informasi.

Lebih lanjut ia mengatakan teknologi informasi tidak saja dapat membantu namun juga dapat menggantikan.

"Hal-hal yang sifatnya teknis, administratif, yang klerikal, itu memang sudah pasti dengan alat bantu teknologi informasi, tidak saja bisa dibantu tapi saja digantikan," kata Arif.

Arif juga mengingatkan bahwa ada beban politik yang cukup besar dalam konteks kepegawaian, yaitu masih banyaknya tenaga honorer yang perlu dipikirkan bagaimana nasibnya ke depan.

"Saya ingatkan, pada sisi yang lain ada beban sosial politik yang cukup besar bagi kita dalam konteks kepegawaian, yaitu banyak tenaga honorer yang harus diselesaikan, mereka nasibnya seperti apa ke depan, karena UU tidak mengakomodir hal itu," kata Arif.

AI Disebut Hanya Akan Membantu Tugas Manusia

Sebelumnya, seorang Praktisi Artifisial Inteligen (AI), Nazim Machresa menyebut penggunaan AI atau robot dalam birokrasi sangatlah memungkinkan.

"Menurut saya visible, sangat bisa sekali," ujar Nazim, dalam wawancaranya di acara 'Sapa Indonesia Malam' yang diunggah kanal YouTube Kompas TV, Jumat (29/11/2019).

Praktisi Artifisial Intelijen Nazim Manchresa menanggapi wacana presiden terkait pemangkasan eselon III dan IV yang akan digantikan dengan robot.
Praktisi Artifisial Intelijen Nazim Manchresa menanggapi wacana presiden terkait pemangkasan eselon III dan IV yang akan digantikan dengan robot. (Tangkapan Layar Kompas TV)

Namun, Nazim mengatakan, penggunaan kata 'menggantikan' sebenaranya kurang tepat dalam hal ini.

"Mungkin sebaiknya presiden itu tidak bilang mengganti ya, dan kemudian jangan bilang robot karena mungkin di masyarakat kita tuh dengar kata mengganti seakan-akan robot take over the world," ujarnya.

Nazim menjelaskan, AI hanya akan berperan membantu pekerjaan manusia saja, bukan menggantikan.

"Padahal sebenarnya yang dimaksud, kapasitas AI itu untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang klerikal, sifatnya berulang-ulang."

"Membantu, bukan menggantikan," tegas Nazim.

Nazim juga menegaskan, AI tidak mungkin menggantikan peran manusia.

"Tidak mungkin menggantikan, jadi pekerjaan yang tadinya klerikal itu digantikan oleh robot sehingga sumber daya manusianya bisa mengerjakan sesuatu yang lebih valuable untuk bisnis, untuk birokrasi itu sendiri."

"Sehingga, manusianya ini tidak digantikan, hanya saja manusianya dialokasikan untuk mengerjakan sesuatu yg tidak klerikal lagi." jelas Nazim.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas