Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan Komisi VIII DPR: Masa Ibu-ibu Berkumpul untuk Mengaji harus Daftar ke KUA?

Dalam PMA ini jelas disebutkan bahwa setiap Majelis Taklim harus mendaftarkan ke Kementerian Agama melalui KUA.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pimpinan Komisi VIII DPR: Masa Ibu-ibu Berkumpul untuk Mengaji harus Daftar ke KUA?
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Sejumlah ibu-ibu menulis mushaf Alquran dengan metode "follow the line" di Masjid Al-Ukhuwwan, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/9/2019). Kegiatan yang diikuti sekitar seribu ibu-ibu majelis taklim se-Kota Bandung itu, dalam rangkaian kegiatan Gebyar Muharram 1441 H. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pimpinan Komisi VIII DPR RI mengkritisi terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 tentang Majelis Taklim. Aturan itu dinilai terlalu berlebihan.

"Terlalu berlebihan mengatur hal yang sebetulnya bukan ranah negara. Majelis Taklim itu bukan institusi pendidikan formal. Tetapi merupakan institusi informal dan non-formal yang tidak memerlukan pengaturan negara," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (2/12/2019).

Dalam PMA ini jelas disebutkan bahwa setiap Majelis Taklim harus mendaftarkan ke Kementerian Agama melalui KUA.

Baca: DPR Sesalkan Majelis Taklim Harus Daftar ke Kemenag

Ia pun balik mempertanyakan, apa Majelis Taklim harus mendaftarkan diri ke Kementerian Agama? Apa konsekuensinya kalau tidak mendaftar? Apakah mau dibubarkan Pemerintah?

"Masa ibu-ibu berkumpul untuk mengaji harus daftar ke KUA?" tegas politikus Golkar ini.

Selain itu, dalam PMA itu disebutkan setiap setahun sekali harus melaporkan kegiatannya ke Kementerian Agama.

"Ini lebih lucu lagi. Untuk apa Majelis Taklim memberikan laporan ke Kementerian Agama?" ujarnya.

BERITA TERKAIT

Dia menjelaskan, Majelis Taklim secara kelembagaan merupakan pranata sosial keagamaan yang lahir dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sehingga tidak perlu ada pengaturan teknis dari Pemerintah.

Baca: DPR Sebut Majelis Taklim Harus Terdaftar di Kemenag Berlebihan dan Bisa Bebani Presiden

Karena ranah civil society Islam, maka itu seharusnya diatur oleh masyarakat sendiri.

Secara kelembagaan, lebih lanjut ia menjelaskan, Majelis Taklim itu bukan seperti lembaga pendidikan formal yang sifatnya tetap. Tapi lebih dimaknai sebagai forum pengajian dan silaturahmi warga muslim untuk mendalami keislaman, yang kerapkali temporer.

Karena itu dia menilai, tidak ada urgensinya, jika Majelis Taklim mendaftarkan ke Kementerian Agama.

"Majelis Taklim tidak memerlukan pengakuan (rekognisi) negara seperti halnya, misalnya, Pesantren yang memang memiliki peran pendidikan yang mengeluarkan ijazah dan kontribusi negara untuk peningkatan kualitasnya," jelasnya.

Untuk itu ia meminta Kementerian Agama merevisi atau mencabut peraturan tersebut.

"Kementerian Agama harus belajar kembali soal relasi antara negara dan civil society atau masyarakat dalam konteks membangun negara. Hal-hal yang tidak perlu diatur negara ya tidak perlu lah diatur seperti itu," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas