Soal Kasus Gus Muwafiq, MUI: Cukuplah Menjadi Pelajaran Bagi Semua Pendakwah
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis meminta agar kasus yang menyangkut Gus Muwafiq belakangan ini menjadi pelajaran bagi se
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: bunga pradipta p
Soal kasus Gus Muwafiq, MUI : Cukuplah menjadi pelajaran bagi semua pendakwah
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis meminta agar kasus yang menyangkut Gus Muwafiq belakangan ini menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Menurutnya, pelaporan Gus Muwafiq ke polisi terkait potongan isi ceramah yang dianggap menghina Nabi Muhammad tak perlu dilanjutkan.
Ia menilai permintaan maaf dari Gus Muwafiq cukuplah menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih berhati-hati kepedannya ketika berbicara.
Cholis berpendapat, tak mungkin seorang ustad membenci Rasulullah, karena pasti seorang ustaz mencintai Rasulnya.
"Dan saya yakin seyakinnya, tak mungnlah ustad itu membenci Rasulullah, kjarena iustad itulah pasti mencintai Rasul," ujar Cholis saat berbicara di Program Kompas Petang, Selasa (3/12/2019).
Ia meminta kepada pendakwah agar lebih berhati hati ketika menyampaikan ceramah dan tak membuat publik salah paham.
"Ini menjadi pelajaran bagi kita semua khususnya para dai, hendaklah yang menjadi diskusi-diskusi di ranah pribadi,
wilayah individu, wilayah terbatas jangan sampai dibawa ke ranah umum yang memungkinkan orang-orang umum publik umum menjadi salah paham,"
Lebih lanjut, menurutnya, bagi Gus Muwafiq dan bagi pendakwah cukuplah kedepannya berhati-hati berbicara di publik, bicara yang pasti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dan memilih diksi yang mudah dicerna oleh publik.
Cholis yakin tak mungkin seorang ustaz membenci Rasulullah, karena pasti seorang ustaz mencintai Rasulnya.
Menurut Cholil, mungkin ada sebagian orang, dan ulama yang tersinggung perasaanya terlebih ketika dalam ceramah mantan asisten Gus Dur seolah-olah Rasullah SAW dinisbatkan sebagai manusia biasa.
"Hanya saja cara bercerita, yang menisbatkan nabi seperti orang baisa, lalu nabi dinisbatkan dengan yang kurang eloklah kemanusian Rasulullah diceritakan di depan publik, sehingga ada orang yang merasa dlikuai cintanya Rasul,"
Terlebih, ketika berceramah bahasa yang digunakan bukan menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga dapat diartikan berbeda oleh sebagian pihak.