Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Bikin Aturan Mantan Koruptor Boleh Maju di Pilkada, Pengamat: Nuansanya Melindungi Koruptor

Pengamat Kepemiluan, Jeirry Sumampow menilai regulasi yang dikeluarkan KPU tak akan memberikan efek jera.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPU Bikin Aturan Mantan Koruptor Boleh Maju di Pilkada, Pengamat: Nuansanya Melindungi Koruptor
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman saat menjadi pembicara pada konferensi pers terkait Pilkada 2020 di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019). KPU menyebut ada 61 dari 270 daerah yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk anggaran pilkada 2020. Terkait hal itu, KPU akan berkoordinasi dengan Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) dimana salah satu aturannya terkait eks koruptor dapat mencalonkan diri untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 mendatang.

Pengamat Kepemiluan, Jeirry Sumampow menilai regulasi yang dikeluarkan KPU tak akan memberikan efek jera. 

Sehingga potensi terulangnya kembali kejahatan yang sama dari eks koruptor sangat besar.

"Regulasi yang seperti ini pada dasarnya tak akan memberikan efek jera. Sehingga potensi untuk kejahatan yang sama itu diulang tentu sangat besar," ujar Jeirry, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (7/12/2019).

Baca: Jelang Pilkada Serentak, Permasalahan KTP-el Masih Ada

Baca: Desk Pilkada PKB Siap Jaring Pemimpin Terbaik

Menurutnya, pembatasan terhadap eks koruptor untuk tetap mencalonkan diri sulit dilakukan sebab aturan tak lagi melarang.

Selain itu, pembuat regulasi juga tak melihat pentingnya melarang eks koruptor menjadi kepala daerah.

Padahal, kata dia, aturan tersebut dibuat oleh lembaga legislatif dan eksekutif dimana pelaku korupsi paling banyak berasal dari dua lembaga itu.

Berita Rekomendasi

"Jadi regulasi itu pun memang punya nuansa melindungi para koruptor atau setidaknya-tidaknya tetap memberi ruang kepada para eks koruptor untuk duduk dalam jabatan publik," kata dia.

"Padahal korupsi adalah kejahatan yang dilakukan dengan memanfaatkan jabatan dan yang dikorupsi adalah uang rakyat. Makanya sudah sepantasnya hak politik yang bersangkutan bisa dibatasi," imbuh Jeirry.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) tersebut mengatakan pada prinsipnya banyak orang seperti dirinya tak setuju eks koruptor untuk mencalonkan diri kembali.

Namun apabila itu terjadi, Jeirry mengimbau agar dilakukannya gerakan perlawanan agar rakyat tak memilih eks koruptor.

Baca: Mendagri Tito: Evaluasi Pilkada Bukan Hal yang Haram

Ia menilai hal tersebut perlu dilakukan kampanye secara masif untuk mengajak dan mendorong orang tak lagi memilih eks koruptor.

"Itu alternatif terakhir yang tersedia di tengah regulasi yang tak berpihak pada pemberantasan korupsi. Jadi gerakan rakyat harus didorong untuk memberikan punishment kepada para eks koruptor itu di dalam Pilkada nanti," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPU akhirnya menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pilkada 2020.

Dalam PKPU itu, mantan terpidana korupsi tak dilarang maju di Pilkada 2020.

PKPU itu tercatat dengan Nomor 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. PKPU itu ditetapkan pada 2 Desember 2019.

Dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Isi Pasal 4 ayat H tersebut masih sama dengan aturan sebelumnya yakni PKPU Nomor 7 tahun 2017 yang hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana.

"Bukan Mantan Terpidana bandar narkoba dan bukan Mantan Terpidana kejahatan seksual terhadap anak," demikian bunyi pasal 4 ayat h tersebut.

Kendati masih mengakomodasi bekas koruptor, KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Aturan itu dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.

"(3) Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi," demikian bunyi pasal tersebut

"(4) Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas