Fadli Zon Sampaikan Tak Setuju Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden: 2 Periode Itu Sudah Cukup
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai masa jabatan presiden sudah cukup maksimal dua periode saja.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai masa jabatan presiden sudah cukup maksimal dua periode saja.
Menurut Fadli Zon, peraturan sebelumnya yang mengatur masa jabatan presiden itu sudah tepat.
Sehingga ia tidak setuju dengan wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Jabatan presiden dua periode itu sudah cukup, menurut saya sudah pas," ujar Fadli Zon, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (9/12/2019).
Sehingga Fadli Zon mengimbau untuk tidak ada penambahan masa jabatan presiden.
Menurutnya, wacana tersebut bisa merusak demokrasi Indonesia.
"Jangan lagi ditambah-tambah, karena nanti bisa merusak," katanya.
Politisi Partai Gerindra ini juga mengatakan, selama dua periode kepemimpinan Jokowi ini akan berat.
"Dua periode ini juga akan berat," katanya.
Fadli beralasan, periode Jokowi yang sebelumnya sudah gagal.
Ia menuturkan, target-target ekonomi Jokowi di periode sebelumnya tidak berhasil untuk dicapai.
"Satu periode yang lalu sudah gagal, target-target ekonomi juga tidak berhasil," jelas Fadli.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Zulfan Lindan membenarkan Partai Nasdem pernah memberi usulan masa jabatan presiden jadi tiga periode.
Menurut Zulfan Lindan, ada aspirasi yang berkembang dari Partai Nasdem mengenai masa jabatan presiden, yang sebelumnya dua periode menjadi tiga periode.
"Ada aspirasi yang berkembang, bagaimana kita mengusulkan Pak Jokowi 3 periode," ujar Zulfan Lindan.
Usulan tersebut menurut Zulfan karena Jokowi sudah dianggap berhasil dalam kepemimpinan di periode sebelumnya.
"Dasarnya keberhasilan, figur Pak Jokowi dianggap berhasil dalam kepemimpinannya," jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan, rakyat melihat Jokowi telah berhasil dalam membangun infrastruktur.
"Mungkin rakyat kan kan sederhana pemikirannya, dari insfrastruktur kan," katanya.
"Itu kan tergantung politik rakyat menilai, saat perjalanan satu pemerintah dalam berjalannya periode-periode itu," lanjut Zulfan.
Ditanya mengenai potensi money politik ketika presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulfan berujar money politik bisa terjadi kapan saja.
Ia menyampaikan, politik uang bisa saja terjadi dengan sistem apapun.
"Kalau bicara money politik, itu bagaimana pun sistemnya bisa terjadi," ujarnya.
"Oleh karena itu, sekarang bagaimana kita menjaga, meminimalisir," jelas Zulfan Lindan.
Politisi Nasdem ini mengungkapkan, praktik politik uang bisa dicegah.
Sehingga dibutuhkan pemimpinan partai yang memiliki integritas.
"Caranya pimpinan partai ini harus mempunyai integritas, sehingga tidak bisa dibayar," ungkapnya.
Ia kemudian mencontohkan Partai Nasdem yang tidak mengambil mahar dalam pencalonan kepala daerah.
"Nasdem misalnya dalam sistem pencalonan kepala daerah, kita tidak mengambil mahar," katanya.
"Ini bisa jadi model untuk partai-partai lain," lanjut Zulfan Lindan.
Bertolak belakang dengan Zulfan Lindan, sebelumnya, Wakil Ketua MPR yang juga ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menilai tidak ada urgensinya untuk mengubah masa jabatan presiden.
Ahmad Basarah mengatakan tidak perlu adanya penambahan masa jabatan presiden seperti isu yang tengah berhembus baru-baru ini.
"Kami memandang tidak ada urgensinya, untuk merubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden," ujar Ahmad Basarah, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (22/11/2019).
Menurutnya, masa jabatan presiden yang sebelumnya yaitu dua kali lima tahun dirasa sudah cukup.
"Masa jabatan satu periode atau lima tahun kali dua, itu sudah cukup untuk sebuah pemerintahan nasional itu memastikan pembangunan nasional itu akan berjalan berkesinambungan," jelasnya.
"Apalagi nanti sudah ada haluan negara dan pembangunan nasional, kita tidak perlu khawatir lagi jika kita ganti presiden akan ganti visi misi dan program," lanjut Ahmad Basarah.
Sama halnya dengan Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR yang juga ketua umum Partai Demokrat, Syarief Hasan menyatakan, dua kali lima tahun adalah durasi maksimal dari masa jabatan Presiden Indonesia.
Menurutnya, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden.
Ia menegaskan jika cukup waktu dua kali lima tahun untuk masa jabatan presiden.
"Sekali lagi ini adalah penyempurnaan terbatas, jadi tidak sampai kepada perpanjangan masa jabatan presiden," ujar Syarief.
"Saya pikir sudah cukup, cukup dua kali lima tahun," lanjutnya.
Mengenai apakah wacana tersebut akan dibahas oleh anggota MPR atau tidak, Syarief menilai belum ada pemikiran untuk membahasnya.
"Belum ada pemikiran sampai sejauh itu," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)