Napi Korupsi Boleh Maju di Pilkada, KPK Serahkan ke Presiden dan DPR
Jika Pemerintah dan DPR serius terhadap pemberantasan korupsi, maka harus membuat peraturan yang membatasi koruptor
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai aturan mengenai narapidana kasus korupsi yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada 2020 ada di tangan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembentuk undang-undang.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika Pemerintah dan DPR serius terhadap pemberantasan korupsi, maka harus membuat peraturan yang membatasi koruptor untuk mencalonkan diri sebagai penyelenggara negara.
Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sempat mengatur pelarangan mantan koruptor untuk maju Pilkada dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 untuk pemilu tahun ini.
Namun hakim Mahkamah Agung (MA) membatalkan aturan ini karena undang-undang tak mengaturnya.
Baca: Diduga Terkait Bupati Nonaktif,KPK Geledah Kantor dan Rumah Dirut BPR Karya Remaja Indramayu
"Maka harus diatur di Undang-undang, mestinya Presiden bersama DPR secara serius melihat ini. Jadi, kalau memang serius membatasi para terpidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah maka mestinya Presiden dan DPR yang harus membuat Undang-undangnya untuk membatasi tersebut," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2019) malam.
Lebih lanjut, Febri mengatakan kalau lembaganya bekerja sesuai kewenangan yang diberikan.
Jika ada kepala daerah yang berperilaku korup, kata dia, sebuah keniscayaan untuk menangkap dan memproses hukumnya.
"Jadi kalau ada kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi maka kami juga menuntut pencabutan hak politik misalnya lima tahun setelah putusannya selesai dilaksanakan. Sehingga, harapannya publik bisa lebih dalam terbebaskan untuk beban memilih para terpidana kasus korupsi selama jangka waktu tertentu," jelasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta agar catatan calon penyelenggara negara yang merupakan eks koruptor tertera di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Selain itu, Laode mendesak agar partai politik tidak mencalonkan kembali kadernya yang pernah tersandung korupsi.
"Menurut saya itu kemunduran, tetapi karena undang-undang tidak larang secara tegas, saya pikir saya sangat meminta kepada partai politik masa mau mencalonkan lagi mantan napi (korupsi)," kata Laode ketika dikonfirmasi, Senin (9/12/2019).
Jika partai politik masih mencalonkan nara pidana korupsi, Laode menilai partai tersebut tidak pro terhadap pemberantasan korupsi.
Lebih lanjut, ia memandang akan ada kader yang sakit hati jika melihat partai politik justru mengusung calon dengan rekam jejak korup.
"Dan itu juga akan melukai kader politik yang lain. Kan banyak yang tidak tersangkut kasus korupsi. Kalau dia tidak tersangkut kasus korupsi, maka seharusnya banyak yang bisa dicalonkan," kata Laode.
"Masa harus memaksakan yang sudah korup dan yang sudah jelas mengingkari kepercayaan yang diberikan oleh negara," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.