Legislator Golkar: Selama Ini UN Lebih Banyak Hafalan
Menurutnya, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai tepat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional mulai 2021.
Pada 2021, UN akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
"Saya mengapresiasi UN yang akan diubah menjadi Asesmen dan Survei Karakter dan dikembalikan saja sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 57 dan 58," ujar legislator Golkar ini kepad Tribunnews.com, Rabu (11/12/2019).
Menurutnya, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika.
Baca: Nadiem Kembalikan Sistem USBN kepada Sekolah
“Selama ini UN lebih banyak hafalan. Padahal yang kita perlukan adalah mendidik anak-anak kita untuk mempunyai skill, seperti kemampuan literasi dan numerasi," jelasnya.
Hal itulah menurut Hetifah, menjadi salah satu alasan mengapa nilai PISA kita rendah.
“Karena fokus dan penekanannya salah. Tolak ukur lain seperti sikap juga tidak masuk ke dalam asesmen”, ujarnya.
Baca: Catatan Pimpinan Komisi X DPR Terhadap Kebijakan Nadiem Hapus UN
Lebih lanjut Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah.
Untuk itu pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orangtua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat.
“Masih ada waktu 2 tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan,” jelasnya.
Hetifah juga menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan benar-benar mempelajari praktik baik dari negara-negara lainnya, salah satunya Tiongkok.
“Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan alasan pihaknya menghapuskan program Ujian Nasional (UN).
Nadiem mengungkapkan berdasarkan hasil survei menyebut bahwa materi UN terlalu padat dan lebih banyak materi hafalan.
Hal tersebut diungkapkan Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
"Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi, dan bukan kompetensi," ujar Nadiem.
Baca: Komisi X DPR akan Tanyakan Kebijakan Penghapusan UN ke Nadiem Makarim
Selain itu, UN juga membuat para siswa, guru hingga orang tua stres karena hanya digunakan untuk indikator keberhasilan siswa. Padahal menurut Nadiem, UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan.
Nadiem menyebut UN hanya menilai aspek kognitif dan belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.
"Isunya adalah ini sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru, dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," tutur Nadiem.
Baca: Nadiem Sederhanakan RPP untuk Guru Menjadi Hanya Satu Halaman
Seperti diketahui, akhirnya membeberkan program pengganti ujian nasional (UN).
Nadiem memastikan bahwa program UN akan tetap dilaksanakan pada 2020. Namun, pada 2021 program ini akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.