Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Legislator Golkar: Selama Ini UN Lebih Banyak Hafalan

Menurutnya, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Legislator Golkar: Selama Ini UN Lebih Banyak Hafalan
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2018 di SMAN 1 Jakarta, Senin (9/4/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai tepat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional mulai 2021.

Pada 2021, UN akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

"Saya mengapresiasi UN yang akan diubah menjadi Asesmen dan Survei Karakter dan dikembalikan saja sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 57 dan 58," ujar legislator Golkar ini kepad Tribunnews.com, Rabu (11/12/2019).

Menurutnya, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika.

Baca: Nadiem Kembalikan Sistem USBN kepada Sekolah

“Selama ini UN lebih banyak hafalan. Padahal yang kita perlukan adalah mendidik anak-anak kita untuk mempunyai skill, seperti kemampuan literasi dan numerasi," jelasnya.

Hal itulah menurut Hetifah, menjadi salah satu alasan mengapa nilai PISA kita rendah.

“Karena fokus dan penekanannya salah. Tolak ukur lain seperti sikap juga tidak masuk ke dalam asesmen”, ujarnya.

Baca: Catatan Pimpinan Komisi X DPR Terhadap Kebijakan Nadiem Hapus UN

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah.

Untuk itu pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orangtua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat.

“Masih ada waktu 2 tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan,” jelasnya.

Hetifah juga menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan benar-benar mempelajari praktik baik dari negara-negara lainnya, salah satunya Tiongkok.

“Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya,” ucapnya.


Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan alasan pihaknya menghapuskan program Ujian Nasional (UN).

Nadiem mengungkapkan berdasarkan hasil survei menyebut bahwa materi UN terlalu padat dan lebih banyak materi hafalan.

Hal tersebut diungkapkan Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).

"Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi, dan bukan kompetensi," ujar Nadiem.

Baca: Komisi X DPR akan Tanyakan Kebijakan Penghapusan UN ke Nadiem Makarim

Selain itu, UN juga membuat para siswa, guru hingga orang tua stres karena hanya digunakan untuk indikator keberhasilan siswa. Padahal menurut Nadiem, UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan.

Nadiem menyebut UN hanya menilai aspek kognitif dan belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.

"Isunya adalah ini sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru, dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," tutur Nadiem.

Baca: Nadiem Sederhanakan RPP untuk Guru Menjadi Hanya Satu Halaman

Seperti diketahui, akhirnya membeberkan program pengganti ujian nasional (UN).

Nadiem memastikan bahwa program UN akan tetap dilaksanakan pada 2020. Namun, pada 2021 program ini akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas