Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dua Bulan Jabat Mendikbud, Nadiem Makarim Keluarkan 4 Kebijakan Merdeka Belajar

Setelah dua bulan menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan baru yang disebut merdeka belajar.

Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Dua Bulan Jabat Mendikbud, Nadiem Makarim Keluarkan 4 Kebijakan Merdeka Belajar
Tribunnews/JEPRIMA
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) perdana dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019). Raker tersebut beragendakan perkenalan dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan baru yang disebut merdeka belajar.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (11/12/2019).

Berikut empat kebijakan yang dikeluarkan oleh Nadiem terkait sistem pendidikan di Indonesia:

Mendikbud Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan baru untuk memerdekakan belajar.
Mendikbud Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan baru untuk memerdekakan belajar. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)

1. Menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Nadiem mengatakan akan menghapus USBN yang selama ini telah dilaksanakan.

Sebagai gantinya hanya akan ada ujian sekolah.

Nadiem menginginkan sekolah memiliki tolak ukur tersendiri bagi muridnya.

Berita Rekomendasi

Sehingga yang melakukan penilaian terhadap siswa dilakukan oleh gurunya sendiri.

"Sudah tidak ada USBN, itu kembali kepada sekolah. Jadi hanya ujian sekolah," jelas Nadiem.

"Secara jelas, evaluasi atau penilaian terhadap siswa atau murid itu dilakukan oleh guru."

"Dan assessment untuk kelulusan itu adalah ditentukan oleh sekolah," tandasnya.

Kemudian Nadiem menuturkan soal serta peraturan yang sebelumnya diberikan oleh pusat yakni Kemendikbud melalui dinas terkait tidak ada paksaan lagi.

Nadiem mengatakan pihak sekolah maupun guru dapat melakukan penilaian menggunakan standarnya sendiri dan dapat menggunakan cara lain seperti membuat essay atau mengerjakan sebuah proyek.

"Berarti hal-hal dan soal-soal yang datang dari Kemendikbud yang tadinya lewat dinas dilaksanakan di dalam sekolah itu, berarti tidak ada paksaan lagi," ujar Nadiem.

"Jadi sekolah itu sekarang punya sistem penilaiannya sendiri yang lebih holistik, yang bukan pilihan ganda saja."

"Tapi kita mau mengassess kompetensi tidak mengerjakan project, hasil karya, essay, dan lain-lain," imbuhnya.

Nadiem menjelaskan konsep yang saat ini akan diubah hanyalah mengembalikan inti proses pendidikan pada undang-undang yang ada untuk memerdekakan sekolah.

Sekolah diharapkan mampu mendefinisikan kompetensi dasar kurikulum yang ada sesuai dengan murid dan daerah masing-masing. 

"Itu sebenarnya konsepnya adalah mengembalikan esensi pada undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah," tutur Nadiem.

"Untuk menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum kita menjadi penilaian mereka sendiri yang lebih cocok untuk daerah dan murid mereka," tandasnya.

Nadiem Makarim akan hapus USBN dan ubah sistem UN.
Nadiem Makarim akan hapus USBN dan ubah sistem UN. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)

2. Mengganti sistem Ujian Nasional (UN) 

Nadiem juga akan mengganti sistem UN menjadi assessment competency dan survey karakter.

Tidak hanya itu, Nadiem juga akan memajukan pelaksanaan sistem penilaian ini yang semula berada di akhir jenjang menjadi di tengah.

Sehingga hasil dari penilaian siswa tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat seleksi siswa.

Nadiem menginginkan bukan siswa yang menjadi tolak ukur, seharusnya sekolah dan sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di institusi tersebut.

"UN diganti jadi assessment competency dan survey karakter. UN itu sekarangkan di akhir jenjang, nanti akan ditengahkan jenjangnya, jadi itu tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa," ucap Nadiem.

"Sekarang yang dihukum itu kan siswanya kalau angkanya tidak baik."

"Itu sebenarnya menjadi tolak ukur untuk sekolah dan sistem pendidikannya," imbuhnya.

Selain itu dengan dipindahnya pelaksanaan penilaian di jenjang yang lebih awal dapat memberikan waktu untuk sekolah dan guru agar dapat melakukan perbaikan.

Nadiem juga menginginkan penilaian sistem pendidikan memiliki fungsi untuk memberikan umpan balik dari apa yang telah diberikan kepada murid.

"Alasan ke dua adalah agar itu memberikan waktu untuk sekolah dan guru-guru melakukan perbaikan yang dibutuhkan," jelas Nadiem.

"Assessment itu sebenarnya adalah bukan hanya ingin bilang ini baik, ini buruk."

"Sebenarnya ada satu lagi ada fungsi assessment yang jauh lebih penting, untuk memberikan umpan balik," tandasnya.

3. Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Para guru di sekolah selalu membuat RPP untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran di kelas.

Rancangan tersebut dapat berlaku untuk satu pertemuan maupun dalam setiap periode.

Nadiem menuturkan akan merampingkan 13 komponen silabus yang tadinya harus dikembangkan untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran bagi murid.

Apabila sebelumnya RPP memerlukan kertas yang banyak, Nadiem mengatakan ke depan hanya membutuhkan satu halaman yang terdiri dari tiga komponen.

"Ke tiga adalah RPP yang tadinya berhalaman-halaman, 13 komponen menjadi tiga komponen dan cukup satu halaman," tutur Nadiem.

4. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Nadiem juga mengubah persentase sistem dalam proses PPDB berikutnya.

Sebelumnya, 80 persen menggunakan sistem zonasi, 15 persen jalur prestasi, dan 5 persen perpindahan.

Kemudian Nadiem mengubah menjadi 50 persen menggunakan sistem zonasi, 30 persen melalui jalur prestasi, 15 persen bagi pemiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan 5 persen perpindahan.

"Jangan salah, 80 persen zonasi, lalu ada 5 persen perpindahan, baru yang prestasi itu 15 persen, itu sebelumnya," tutur Nadiem.

"Jadi pindah zonasi 50 persen, afirmasi yaitu Kartu Indonesia Pintar 15 persen, perpindahan 5 persen, jadi sisanya berapa tuh? Untuk prestasi 30 persen," tandasnya.

Nadiem juga menjelaskan dengan perubahan persentase tersebut diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa yang memiliki KIP.

Tidak hanya itum Nadiem juga memberikan kompromi antara kebutuhan pemerataan pendidikan agar adil bagi semua standar ekonomi di Indonesia serta kompromi bagi murid dan orangtua yang sudah bekerja keras.

"Jadi dampak ujungnya yang paling penting esensinya adalah satu, afirmasi itu ada di situ untuk siswa-siswa dari keluarga pemegang kartu, yaitu keluarga yang sosio-ekonominya masih rendah," jelas Nadiem.

"Jadi ini kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan biar adil bagi segala jenjang sosio-ekonomi bisa mengakses sekolah yang baik."

"Juga kompromi bagi siswa dan orangtua murid yang sudah kerja keras untuk mencapai prestasi baik di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar," tambahnya.

Namun Nadiem tidak memaksakan kebijakan yang telah diputuskannya itu dilaksanakan oleh setiap instansi.

Nadiem akan menyerahkan kembali kepada masing-masing daerah untuk mencapai merdeka belajar Indonesia.

(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas