Soal Jaringan Jokowi yang Disebut Jadi Modal Politik Gibran, Pengamat: Harus Ada Kompetensi
Gibran disebut memiliki modal politik berupa jaringan yang telah dibentuk Jokowi. Namun pengamat menyatakan, Gibran juga perlu memiliki kompetensi.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik UIN, Gun Gun Heryanto menyebut putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, punya modal politik berupa jaringan yang terbentuk saat Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Namun, Gun Gun menyampaikan, jaringan saja tidak cukup bagi Gibran untuk menjadi seorang pejabat publik.
Ia menuturkan, Gibran perlu memiliki kompetensi.
Terlebih dalam konsestasi elektoral pada konteks modernisasi.
"Kalau dalam konteks modernisasi, kontestasi elektoral sebagai bentuk sirkulasi elite, harusnya pada basis kompetensi," kata Gun Gun.
"Karena seseorang untuk memimpin, menjadi pejabat publik, apalagi diharapkan menjadi transformational leader, itu harus punya basis kompetensi selain jaringan," sambungnya, dalam wawancaranya di Kompas Petang yang diunggah kanal Youtube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).
Sementara itu, Gun Gun menuturkan, sebagai putra presiden, langkah Gibran untuk terjun ke kancah politik memiliki keuntungan.
Melihat pada sisi positif, Gibran diuntungkan dengan memiliki ruang political publicity atau publisitas politik.
"Positifnya, ya, dia mungkin akan lebih mudah mendapatkan yang disebut ruang political publicity atau publisitas politik karena semenjak Pak Jokowi menjadi presiden, hampir setiap hari pada saat pemberitaan Jokowi juga memberitakan keluarga," jelas Gun Gun.
"Di situ nama Gibran dan sosok lain termasuk juga menantu itu kemudian mendapatkan ruang pemberitaan, popularitasnya naik," sambungnya.
Menurut Gun Gun, popularitas juga menjadi modal dasar elektoral.
"Popularitas itu, ingat, salah satu modal dasar elektoral selain elektabilitas dan akseptabilitas," tutur Gun Gun.
"Jadi, secara modal politik dia pasti naik," sambungnya.
Sementara itu, langkah Gibran terjun ke dunia politik dinilai negatif apabila Gibran kemudian memanfaatkan kekuasaan.
"Negatifnya kalau kemudian ada upaya-upaya memanfaatkan hak-hak khusus sebagai bagian dari orang yang berada dalam kekuasaan," terangnya.
Gun Gun mencontohkan adanya politisi birokrasi hingga memanfaatkan ragam fasilitas yang melekat pada Jokowi.
"Misalnya, tentu kita tidak berharap, adanya politisasi birokrasi, memanfaatkan ragam fasilitas-fasilitas yang sebenarnya melekat pada Pak Jokowi, entah itu misalnya instrumen kekuasaan, keamanan, intelijen, termasuk juga dana," jelas Gun Gun.
Menurutnya, Gibran harus mampu menunjukkan kemandiriannya dan berkompetisi dengan cara sehat.
"Ketika itu semua bisa direstriksi, tidak kemudian memanfaatkan sumber-sumber kekuasaan yang saya sebut tadi ya, menurut saya Gibran harus kemudian menunjukkan bahwa dirinya mandiri dan kemudian mampu berkompetisi dengan cara yang sehat," tutur Gun Gun.
Jaringan Jokowi Beri Kontribusi?
Sebelumnya, Gun Gun mengatakan, jaringan yang telah terbentuk saat Jokowi menjabat sebagai wali kota Solo akan memberi kontribusi pada Gibran.
"Kalau kita lihat, pasti jaringan itu akan memberi kontribusi pada Gibran," ujarnya.
Pernyataan itu Gun Gun sampaikan dalam wawancaranya di acara Kompas Petang yang diunggah kanal YouTube Kompas TV pada Kamis (12/12/2019).
Sebelumnya, ia menyampaikan Gibran memiliki kans lebih potensial untuk didapuk sebagai kandidat di internal PDI-P.
Pasalnya, Gibran dinilai memiliki dua modal politik untuk maju ke pilkada.
"Kenapa saya bilang lebih eksplisit? Karena ada dua modal politik," ujar Gun Gun.
"Pertama, soal jaringan yang sudah terbentuk saat Pak Jokowi jadi Wali Kota Solo dua periode," sambungnya.
Dengan demikian, menurut Gun Gun, Gibran mewarisi referent power atau kekuatan rujukan dari sosok Jokowi.
"Bagaimana pun ada referent power, ada kekuatan rujukan," jelasnya.
"Kita tidak bisa menafikan itu, sosok Gibran dengan keberadaan Pak Jokowi," lanjut Gun Gun.
Sementara itu, Gun Gun menegaskan mekanisme demokratisasi internal partai harus mampu mendorong proses konsolidasi demokrasi yang jujur.
"Tentu kita tidak berharap nantinya ada cara-cara yang tidak sehat, tetap koridor demokrasinya harus dibuka," kata Gun Gun.
"Mekanisme demokratisasi internal partai maupun saat pilkada itu seharusnya mendorong proses konsolidasi demokrasi yang jauh lebih jujur dan jauh lebih fair," imbuhnya.
Selain itu, Gun Gun juga melihat modal politik Gibran yang lainnya, yaitu posisi PDI Perjuangan di Kota Solo sebagai partai yang dominan di Kota Solo.
"Posisi partai sendiri (PDI Perjuangan) sebagai partai dominan di Solo," kata dia.
Dengan demikian, menurutnya, PDI Perjuangan tentu akan mengotimalkan probabilitas perolehan suara di Pilkada.
"Kita sama-sama tahu PDI Perjuangan ini punya 67% kursi di DPR, artinya 30 dari 40 kursi di DPRD Kota Solo adalah milik PDI Perjuangan," tuturnya.
"Artinya, PDI Perjuangan pasti ingin mengoptimalkan porbabilitas perolehan suara di Pilkada," tambahnya.
Gibran Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Solo
Gibran menyatakan dirinya telah resmi mendaftar sebagai bakal calon Wali Kota Solo 2020, Kamis (12/12/2019).
Kakak ipar Bobby Nasution ini mendaftarkan diri melalui DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, dengan didampingi oleh Habib Hasan Mulachela dan relawannya.
Seusai menyelesaikan pendaftaran, Gibran menemui para relawan dan menyatakan dirinya telah sah mendaftar sebagai Bakal Calon Wali Kota Solo pada Pilkada 2020.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam orasinya di kompleks kantor DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah.
"Hari ini saya sudah sah mendaftarkan diri sebagai Bakal Calon Wali Kota Solo untuk tahun 2020-2025," ungkap Gibran, seperti yang ditayangkan pada kanal Youtube Kompas TV.
"Hari ini saya sudah SAH menjadi Bakal Calon Walikota Surakarta Tahun 2020-2025."
"Semua mekanisme partai sudah saya lalui."
"Setelah ini, harus gaspol kerja keras."
Begitu tulisnya dalam unggahan Instagram yang dibagikan Kamis malam.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.