Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BPI Anggap Pancasila Adalah Dasar Yang Tepat Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia

Banyak cara untuk melestarikan dan mengamalkan nilai nilai luhur Pancasila dalam bernegara.

Editor: FX Ismanto
zoom-in BPI Anggap Pancasila Adalah Dasar Yang Tepat Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
A Bayu Putra Ketua Umum Balai Pancasila Institute (BPI). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak cara untuk melestarikan dan mengamalkan nilai nilai luhur Pancasila dalam bernegara. Baik melalui pemikiran pemikiran, diskusi maupun penyuluhan penyuluhan. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Bayu Putra dan Jimmy Mahardika melalui lembaga yang dipimpinnya yaitu Balai Pancasila Institute (BPI) sebagai landasan negara kita.

Sebelumnya Bayu Putra selasku Ketua Umum Balai Pancasila Institute (BPI) menjelaskan bahwa Balai Pancasila Institute adalah wadah dari berbagai pemikiran terkini tentang Pancasila, bagaimana memahami kembali Pancasila dengan kondisi saat ini, memetakan Pancasila di semua lini sendi kehidupan bangsa Indonesia, sehingga kita bisa menempatkan kembali Pancasila sebagai ideologi seutuhnya. Seharusnya Pancasila itu tidak berjarak dan dekat sekali dengan Bangsa ini.

“BPI terbentuk secara alamiah, berawal dari ketertarikan kita tentang sejarah, hingga mengerucut pada Pancasila. Hasil dari diskusi intens kita adalah penemuan kita tentang pemahaman Pancasila terutama sila-silanya. Dalam 5 sila itulah sebenarnya para pendiri bangsa ini sudah memberikan cara agar bangsa ini bisa menjadi bangsa yang dicita-citakan,” terang Ketum BPI Bayu Putra kepada Tribunnews.com, Minggu (15/12/2019) dirumahnya di Pejaten Pasar Minggu, Jakarta.

Lalu lanjut Bayu, tentu kita bertanya, sebetulnya apa yang dicita citakan oleh bangsa ini?. Tentu jawabanya sangat mudah, karena sudah tercantum dalam butir Pancasila di sila ke 5.

“Sudah jelas, yang kita cita citakan ada di sila ke 5 dari Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Bangsa Indonesia. Itulah tujuan kita semua sebagai Bangsa Indonesia,” tambah Bayu Putra.

Memahami sila-sila dalam pancasila itu bisa dilakukan secara bertahap, karena sila2 itu adalah satu kesatuan yang utuh. Kalau kita melihat Pancasila secara utuh, apa adanya dan sederhana, maka mudah sekali mewujudkan bangsa yang besar dan memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Sangat sederhana sekali. Pertama mari kita baca sila kesatu,

Ketuhanan Yang Maha Esa. Cukup sampai di situ kita membacanya.

Berita Rekomendasi

Pada sila pertama tertulis Tuhan dengan awalan Ke- dan akhiran -an. Awalan Ke- dan akhiran -an memberikan kita perspektif dan sebuah pijakan paling dasar yaitu menempatkan Tuhan di atas segalanya, di atas kepentingan manusia, di atas kepentingan golongan. Menyerahkan segalanya kepada Tuhan, menyadari bahwa Tuhanlah pemilik semuanya dan Tuhanlah sebagai saksi semua perbuatan kita. Inilah arti kata "Esa". Sebuah konsep semua adalah satu kesatuan dalam kekuasaan Tuhan.

“Apabila sudah menempatkan Tuhan di atas segalanya, kita tidak akan memandang manusia Indonesia dengan label-label SARA di belakangnya. Dengan begitu maka terwujudlah sebuah 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,” jelas Bayu Putra lagi.

Sila ke-2 Pancasila ini memiliki makna bahwa Manusia Indonesia mengedepankan nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kemanusian, saling menghargai, menghormati sekaligus saling mengasihi. Karema cahaya Illahi-lah yang mengisi setiap relung hati manusia. Nilai-nilai Illahi berada di atas semua golongan, karena sudah tertanam konsep bahwa keanekaragaman, suku, ras, golongan dan agama adalah semata-mata wujud kekuasaan-Nya. Sehingga semua warga negara akan merasa diberlakukan adil, dan seluruh warga negara akan berlaku saling adil.

Untuk menjadikan seseorang yang berprikemanusian yang adil dan beradab, haruslah terlebih dahulu memahami sila 1. Kita tidak akan bisa berlaku adil bila tidak faham konsep Ketuhanan yang Maha Esa. Potensi perpecahan dan pertikaian adalah ketika kita tidak menempatkan Tuhan diatas segalanya.

Kemanusian yang adil dan beradab adalah satu kalimat utuh yang tidak bisa dipisahkan. Kemanusian tanpa keadilan akan meniadakan bentuk kemanusiaan lainnya berdasarkan sudut pandang yang kelompok yang memegang kendali. Keadilan tanpa adab akan membuat sebuah bentuk keadilan yang kaku.

Setelah menjadi manusia yang adil dan beradab, maka kita akan melangkah ke sila ke-3 yaitu 'Persatuan Indonesia'. Tanpa nilai keadilan, tanpa menjadi manusia yang beradab, sangat sulit mewujudkan toleransi, tepo-seliro, dan menghargai, karena manusia pada dasarnya selalu mengkedepankan golongannya saja.

Bersatunya seluruh bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang ketiga. Maka Persatuan Indonesia akan mewujud secara nyata. Jadi Bersatunya seluruh bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang ketiga. Tanpa nilai persatuan kita tidak akan bisa melangkah ke sila ke-4, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Kita sulit berkumpul apa bila tanpa dilandasi rasa persatuan yang murni, apalagi membicarakan kepentingan bersama.

“Apa yang terjadi sekarang ini yaitu semakin banyaknya pergesekan diantara anak bangsa, bisa diatasi bila mamahami Pancasila itu secara bertahap dan utuh,” tutup Ketum BPI Bayu Putra.

Ditempat yang sama Jimmy Mahardika selaku Wakil Sekjen Balai Pancasila institute (BPI) juga turut memberikan pemaparannya bahwa para pendiri kita sudah meletakkan dasar bernegara yaitu Pancasila, melalui sebuah penggalian berdasarkan sejarah kejayaan masa lalu dan karakter bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama, tetapi memiliki satu kesamaan dalam hal adat istiadat ketimuran.

Tetapi kenapa seolah-olah Pancasila itu hanya jargon semata dan tampak sulit mewujudkannya, karena sebagian besar memandang Pancasila tidak secara sederhana, dan tidak melihat dari sudut pandang sebagai rakyat Indonesia yang memiliki adat istiadat ketimuran.

“Untuk mewujudkan cita-cita sebagai sebuah bangsa yang bernegara, maka Pancasila harus dijalankan secara murni dan konsekuen. Apa maksud dari kata "murni dan konsekuen". Maksud dari kata murni adalah menerapkan secara sederhana setiap sila yang terdapat di Pancasila. Kemudian secara konsekuen yaitu secara berurutan, bertahap dalam pelaksanaannya. Sila dalam Pancasila dibuat berurutan dari sila 1 ke sila ke 5 bukanlah hal kebetulan. Kelima sila tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi sebuah sila yang berurutan dalam pencapainnya,” papar Jimmy Mahardika.

Kami menggunakan wadah BPI sebagai tempat untuk menyampaikan gagasan baru, penemuan baru dalam memahami Pancasila, bahkan bereksperimen tentang ideologi Pancasila, karena kami semua di BPI meyakini bahwa memang Pancasila yang menyatukan bangsa ini, yang mengerti betul karakter bangsa ini. Dan kita melihat ideologi Pancasila sebenarnya sudah ada sebelum penetapan kata Pancasila itu sendiri oleh para pendiri bangsa ini.

Sebenarnya para pendiri kita sudah meletakkan dasar bernegara yaitu PANCASILA, sebuah penggalian berdasarkan sejarah kejayaan masa lalu dan karakter bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama, tetapi memiliki satu kesamaan dalam hal adat istiadat ketimuran. Tetapi kenapa seolah-olah PANCASILA itu hanya jargon semata dan tampak sulit mewujudkannya, karena sebagian besar memandang PANCASILA tidak secara sederhana, dan tidak melihat dari sudut pandang sebagai rakyat Indonesia yang memiliki adat istiadat ketimuran.

Yang terjadi sekarang hanya sekedar bagaimana kepentingan pribadi dan golongannya terakomodasi. Bahkan berujung pada gontok-gontokan, dan pemaksaan kehendak. Salah satu yang paling mudah adalah "membeli", sehingga uang menjadi sebuah elemen yang sangat penting dalam persatuan model instant begini.

Di dasar sila yang ke-4 bisa kita lihat bahwa penyelenggaraan pemerintahan melalui sistem musyawarah bersama agar memberikan solusi secara bijaksana, yang dilakukan oleh perwakilan dari seluruh elemen bangsa ini.
Perwakilan terdiri dari wakil semua elemen masyarakat yang dipilih oleh masing-masing golongan, suku dsb. Kenapa harus wakil? bukannya semua rakyat ikut serta?. Hal ini karena tidak semua rakyat Indonesia itu mampu, baik secara emosi, intelektual, dan fisik. Juga secara karakter dan sejarah bangsa ini yaitu setiap suku memiliki dewan perwalian adat, yang terdiri dari tokoh yang memiliki kapasitas yang mumpuni secara alamiah.

Praktek demokrasi yang mengkiblat ke barat terutama demokrasi ala Amerika Serikat, menurut saya, tidaklah tepat untuk diterapkan di Indonesia. Karakter bangsa ini sangat jauh berbeda. Bangsa Indonesia memiliki akar sejarah sejak ribuan tahun silam, yang sudah terbiasa dengan gotong royong, musyawarah, wali adat, dan sistem kerajaan.

Hal ini berbeda dengan karakter bangsa Amerika Serikat yang baru berusia ratusan tahun. Bangsa Amerika Serikat tidak mempunyai kebudayaan asli. Mereka terdiri dari berbagai suku bangsa yang merantau, sehingga yang ada adalah suara mayoritas yang memerintah bangsa tersebut.

“Dampak dari berkiblatnya kita terhadap demokrasi ala Barat, bisa dilihat bagaimana bangsa kita menanggung ongkos politik yang sangat besar melalui pilkada, pemilihan anggota dewan, dan presiden. Dan hasilnya bangsa kita menjadi terpecah belah, kerusuhan dimana-mana, korupsi merajalela,” pungkas Sekjen BPI Jimmy Mahardika.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas