Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pendapat Johan Budi: Eks Koruptor Sudah Cacat Moral, Seharusnya Dilarang Ikut Pilkada

"Kalau saya prinsip utamanya, harusnya enggak boleh (nyalon lagi), harusnya ya. Menurut saya," kata Johan Budi

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pendapat Johan Budi: Eks Koruptor Sudah Cacat Moral, Seharusnya Dilarang Ikut Pilkada
Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono
Juru bicara Presiden Joko Widodo, Johan Budi di komplek Istana Bogor, Kamis (16/11/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi telah memutuskan mantan narapidana bisa kembali mengikuti pilkada dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPR Johan Budi berpendapat, seharusnya mantan koruptor tidak boleh ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) karena sudah cacat moral.

Baca: Hasil Survei Median, Gibran Dipilih karena 3 Hal: Muda, Anak Presiden Jokowi, dan Pengusaha Kreatif

Diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang dimuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Kalau saya prinsip utamanya, harusnya enggak boleh (nyalon lagi), harusnya ya. Menurut saya, karenq dia sudah termasuk cacat moral, orang mau jadi pegawai saja harus ada SKCK, apalagi ini jadi pemimpin, pemimpin daerah," ujar Johan Budi kepada Kompas.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Johan Budi menyatakan, dalam implementasinya, aturan tersebut harus memiliki kekuatan efek jera terhadap kepala daerah yang belum tersandung korupsi.

Mantan Juru Bicara (jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, kekuatan efek jera itu dapat membuat kepala daerah tidak bisa menyalahgunakan jabatannya sebagai kepala daerah.

Berita Rekomendasi

"Efek jera itu bagi pelaku yang akan korupsi sehingga dia enggak main-main ketika jadi pimpinan daerah. Karena dia enggak bisa nyalon lagi kalau korupsi," kata Johan.

Di sisi lain, putusan MK dinilainya sebagai jalan tengah karena aturan itu tak menghilangkan hak politik warga, sekalipun merupakan eks koruptor.

"Saya kira ini jalan tengah ya, yang diputus oleh MK. Jadi tidak mengurangi hak politiknya seseorang, tapi sekaligus juga harus ada detterent effect," kata dia. 

Sebelumnya, MK menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).

Setelah MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas