Refly Harun Sebut Pembentukan Anak Perusahaan BUMN Dapat Matikan BUMS dan Koperasi
Refly Harun menilai adanya pembentukan anak perusahaan BUMN dapat mematikan dua pilar perekonomian di Indonesia yakni BUMS dan Koperasi.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Komsaris Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, Refly Harun menilai adanya pembentukan anak perusahaan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat mematikan dua pilar perekonomian di Indonesia.
Dua pilar tersebut adalah Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Koperasi.
Pernyataan ini ia ungkapkan dalam program Sapa Indonesia Malam yang videonya di unggah pada YouTube Kompas TV, Minggu (15/12/2019).
Refly yang juga merupakan pakar hukum tata negara, mengungkapkan semestinya tiga pilar tersebut dapat hidup bersama sebagai penompang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Serta tiga pilar ini seharusnya dapat bekerjasama dalam visi memajukan perekonomian tanah air.
"Kalau kita berbicara mengenai perekonomian itu tiga pilar seperti BUMN, swasta dan koperasi harus hidup semua," ujar Refly.
Ia juga mengatakan bahwa BUMN mencoba untuk mendominasi ekonomi Indonesia dengan mendirikan anak perusahaan.
Menurutnya, pendirian anak perusahaan BUMN dapat mematikan pilar ekonomi lainnya
"Jadi kalau rantai hulu dan hilir dikuasai oleh BUMN semua dan padahal terkadang tidak kompetitif juga yang dibuat itu (anak perusahaan), maka dapat mematikan ini (BUMS dan Koperasi)," imbuhnya.
Hal tersebut dikarenakan adanya perputaran uang yang terjadi hanya berkutat dalam BUMN saja.
Perputaran uang yang hanya berkutat di suatu tempat saja membuat tidak ada kemajuan dalam perekonomian Indonesia.
"Nah biasanya dalam kebiasaan BUMN, kalau ada duitnya akan membentuk anak perusahaan agar uangnya tidak kemana-mana. Cuma muter disitu saja," ungkap Refly.
"Jadi tidak terjadi distribusi aset kemudian mem-boosting (mendorong) perekonomian," imbuhnya.
Melihat hal ini, Refly menilai membentuk anak perusahaan merupakan kebiasaan yang buruk.
Sementara itu, disinggung terkait rangkap jabatan di BUMN, Refly menyebut hal ini harus dihindari.
Namun, ia juga tidak melarang jika adanya rangkap jabatan karena beberapa kondisi yang mengharuskan.
Asalkan si perangkap jabatan tidak menerima gaji tambahan.
"Tetapi intinya saya termasuk orang yang setuju bahwa rangkap jabatan harus dihindari," ujarnya.
"Kalaupun dia harus rangkap jabatan karena neccesary misalnya untuk proses holdingisasi dan lain sebagainya, namun yang dipastikan adalah dia tidak mendapatkan gaji tambahan," imbuhnya.
"Sehingga dia less insentif untuk merangkap jabatan," tambah Refly.
Refly menambahkan, adanya rangkap jabatan ini harus daat dikaji dengan maksimal.
Hal ini penting untuk menghindari adanya kepentingan-kepentingan lain yang merugikan negara.
"Kemudian ini juga harus benar-benar dikaji kira-kira anak perusahaan tersebut butuh direksi banyak atau tidak,"ungkap Refly.
"Terkadang yang sulit adalah kalau anak perusahaan itu patungan dari pihak swasta bumn, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kota," imbuhnya.
Erick Thohir beri waktu Ahok 1 bulan
Terkait adanya penemuan 142 anak perusahaan di PT Pertamina (Persero) Menteri BUMN Erick Thohir meminta Komut Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beserta jajaran direksi untuk segera merinci hal tersebut.
Erick meminta laporan terkait 142 anak perusahaan Pertamina dalam rapat Januari 2020 mendatang.
"Yang pertamina juga kemarin rapatkan ternyata di pertamina ada 142 perusahaan," ujar Erick yang dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (14/12/2019).
"Ini yang saya minta juga pada komisaris utama dan direksi utama di rapat bulan Januari (2020), saya minta mapping 142 perusahaan ini usahanya apa," imbuhnya.
Tak hanya itu, Erick juga meminta laporan terkait kondisi dari 142 perusahaan itu.
Erick tak ingin perusahaan-perusahaan tersebut hanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menggerogoti Pertamina.
"Terus gimana kesehatan perusahaannya," ungkap Erick.
"Saya tidak mau nanti ternyata mohon maaf, seperti yang kemarin saya bicara 142 perusahaan di Pertamina ini hanya oknum-oknum yang akhirnya menggrogoti pertamina," imbuhnya.
"Nah ini yang sudah saya minta laporan kepada dirut dan komut (Pertamina)," tambahnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)