Haikal Hassan Blak-blakan Ungkap Dirinya Diblokir Mahfud MD: Pengin Diskusi soal HAM Enggak Bisa
PA 212, Haikal Hassan mengungkap dirinya hingga kini kontaknya diblokir Menko Polhukam, Mahfud MD. Ia mengatakan ingin mengajak Mahfud berdiskusi.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Ketua II Presidium Alumni 212 Haikal Hassan mengungkap bahwa kontaknya diblokir Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Hal ini ia ungkapkan dalam diskusi mengenai peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menuntaskan kasus Hak Asasi Manusia (HAM).
Haikal Hassan menyatakan dirinya ingin berdiskusi dengan Mahfud MD namun tak bisa lantaran nomornya diblokir.
"Pengin diskusi sama Pak Mahfud, tapi apa boleh buat, saya diblok. Nggak boleh diskusi," ungkapnya sembari menunjukkan HP-nya.
"Pak Mahfud tolong dibuka bloknya supaya kita bisa berdiskusi dengan baik," ujarnya tertuju kepada Mahfud MD secara live dalam acara Indonesia Lawyers Club TVOne, Selasa (17/12/2019).
Sebelumnya Haikal Hassan menyebut pejabat pemerintah dianggapnya membuat gaduh di negeri ini.
"Lagi-lagi pejabat bikin gaduh dan lagi-lagi diangkat ke ILC dan semoga ini bisa mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Haikal.
Kemudian, ia mulai menyinggung Mahfud MD sebagai senior, bahwa pernyataannya dapat dikoreksi oleh juniornya para aktivis HAM.
Haikal juga menyentil Mahfud MD yang kini duduk di kursi menteri pada Kabinet Indonesia Maju.
Menurutnya watak asli seorang akan muncul ketika telah memegang kekuasaan.
Ia mengumpamakan posisi Mahfud MD seperti dalam keadaan hujan deras tetapi berada di dalam halte bus.
Tak akan tahu keadaan di luar, jika seseorang tidak keluar merasakan jatuhnya air hujan.
"Keluar dong sebentar, kita akan berdebat kusir," katanya menyindir Mahfud MD.
Ia juga menyebut Mahfud MD kerap membuat gaduh dengan beberapa pernyataan terkait HAM di Indonesia.
"Maka kepada Pak Mahfud kami mohon tidak usah lagi memberikan sebuah kegaduhan-kegaduhan," kata Haikal.
Sebelumnya ia mengungkapkan adanya larangan bagi transportasi bus mengangkut peserta yang akan menghadiri acara 212.
Hal tersebut tak ada tolok ukur pelanggaran yang pasti dari pemerintah.
Haikal menyataan dua hal yang berbahaya bagi negeri ini.
Pertama adalah kekerasan aparat.
Kedua adalah hal yang lebih berbahaya yakni soal pejabat yang memberikan pernyataan dengan narasi dan diksi tertentu bahwa pelanggaran HAM itu tidak bermasalah.
Ia lantas memberikan contoh, menilik tewasnya ratusan orang dalam Pilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Jumlah tersebut sangat fantastis berkisar 700-an orang meninggal dalam Pilpres 2019.
Haikal menantang Mahfud MD untuk melakukan visum kasus tersebut.
Sikap ini untuk membuktikan apakah benar di Indonesia era Presiden Jokowi tidak ada kejahatan HAM.
Sehingga ucapan Mahfud MD dapat terkonfirmasi.
Selanjutnya, soal korban kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta.
Haikal pun menyodorkan bukti dari korban tersebut yang nampak menghadiri ILC di studio TVOne.
"Pak Rendy Bugis, ditangkap di depan hotel tanpa proses, dipenjara, disiksa," kata Haikal sembari menunjuk sosok Rendy Bugis.
Ia menegaskan penyiksaan adalah jenis pelanggaran HAM yang cukup berat.
Haikal juga mengutip Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia.
Ia juga menyebutkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Dalam kerusuhan di Jakarta tersebut ada hampir 459 orang yang siap bersaksi bahwa mereka disiksa.
Selain itu, ia mengungkapkan ada beberapa karyawan di Sarinah, Jakarta ditangkap karena sekedar membantu anak yang terkena gas air mata.
"Yang ditangkap mereka itu loh! Ini pelanggaran HAM bukan?" tanyanya.
Walau menurutnya Mahfud MD menyampaikan hal tersebut pernah diadili, Haikal membantah.
"Setiap yang diadili apabila belum tentu merasakan rasa keadilan itu seperti apa?" tanyanya.
Ia meminta Mahfud MD dapat mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM contohnya kasus penganiayaan Ninoy Karundeng di Masjid Al-Falah, Pejompongan, Jakarta Pusat.
"Berapa yang mengalami penyiksaan setrum di antara mereka? Coba diangkat diungkap semuanya kasus ini," ujarnya.
Sementara itu, menurutnya ada sebuah upaya sistematis dalam wacana-wacana Mahfud MD dan pemerintah yang mengarahkan ke konflik horizontal.
Serta beredarnya pernyataan bahwa kasus-kasus di Indonesia terjadi bukanlah masalah pelanggaran HAM.
Haikal menambahkan seolah-olah negara mau cuci tangan dari kasus tersebut.
Haikal juga mengungkap bahwa kasus pelanggaran HAM bukanlah kesalahan Presiden Jokowi semata.
"Mungkin karena ketidakmampuan Pak Jokowi dalam menangani hal ini dan kita nggak menyalahkan hal itu."
"Sebagaimana kita nggak pernah menyalahkan Pak Harto atas kasus Talangsari, mungkin ada invisible hand (tangan tak terlihat)," sambung Haikal.
Begitu pula halnya dengan para presiden sebelumnya.
Antara lain kasus kematian Munir saat presiden dijabat oleh Megawati Soekarno Putri.
Lalu juga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Haikal, ada kemungkinan sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh presiden saat menjabat.
Oleh karena itu, ia berharap para pendekar HAM harus bicara terus-menerus hingga terungkap orang-orang yang lebih kuasa daripada presiden. (*)
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)