Ongen Sebut Wiranto Sering Mengganggu Hanura yang Dipimpin OSO
Menurut Ongen pada 2018 lalu ada upaya untuk menjungkalkan OSO dari kursi Ketum. Upaya tersebut menurut Ongen dimotori oleh Wiranto.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Hanura Jakarta Ongen Sangaji mengatakan bahwa pernyataan Mantan ketua umum dan ketua dewan pembina Partai Hanura Wiranto yang meminta Oesman Sapta Odang (OSO) mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Hanura sangatlah keliru dan menyesatkan.
Apalagi bila alasan permintaan tersebut karena suara partai Hanura yang jeblok di Pemilu 2019.
Menurur Ongen jebloknya suara Hanura, sehingga menyebabkan tidak lolos ambang batas parlemen, karena ulah Wiranto.
Mantan Menkoplhukam itu menurut Ongen kerap 'mengganggu' Hanura. Pada 2018 lalu, Hanura sempat terpecah.
"Jadi menurut saya bukan pak OSO tidak sanggup membawa partai ini lolos PT, tapi ada upaya-upaya yang kemudian, yang dilakukan secara langsung maupun tak langsung menjatuhkan pak OSO waktu itu," kata Ongen di Hotel Sultan, Rabu, (18/12/2019).
Menurut Ongen pada 2018 lalu ada upaya untuk menjungkalkan OSO dari kursi Ketum. Upaya tersebut menurut Ongen dimotori oleh Wiranto.
"Nah itu lah partai ini menjadi pincang. Bukan partai ini enggak bisa berjalan dengan baik, bagaiamana pak OSO bisa melakukan membawa partai ini menuju apa yang sudah disepakati kalau kemudian sudah terjadi upaya-upaya untuk menjatuhkan," katanya.
Menurut Ongen ia menjadi saksi bagaimana Hanura sempat dipecah oleh Wiranto. DPD Hanura digiring atau diarahkan untuk bersebrangan dengan pengurus Hanura yang sah. Bahkan ia sendiri sempat diajak Wiranto bertemu empat mata.
" Tapi saya menolak. Karena bagi saya, konstitusi partai yang harus ditegakkan, dan Pak OSO merupakan Ketua Umum yang sah," katanya.
Ongen mengatakan kesepakatan OSO dengan Wiranto tidak bisa dijadikan dasar hukum atau argumen meminta Ketua Umum Hanura saat ini mundur.
Justru menurut Ongen Wiranto lah yang harus bertanggungjawab atas jebloknya suara Hanura.
Pendiri Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto mendesak Oesman Sapta Odang (OSO) untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum periode 2019-2024.
Sebab, OSO dinilai telah melanggar pakta integritas atau kesepakatan yang telah dibuat.
Wiranto membeberkan kesepakatan tersebut dibuat ketika Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Bambu Apus, Januari 2018.
Ketika itu, Wiranto harus mundur dari jabatannya ketua umum lantaran diangkat Jokowi sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).
"Kesadaran saya, bagaimana mungkin saya sebagai Menkopolhukam merangkap sebagai ketum parpol, sementara Menkopolhukam mesti bertugas menstabilkan politik keamanan nasional," kata Wiranto dalam jumpa pers 'Penyelamatan Partai Hanura' di Hotel Atlet Century Park, Senayan Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
Alhasil, Wiranto pun mengagendakan untuk pemilihan ketua umum partai Hanura dalam bentuk Munaslub. Di situ, Wiranto telah meminta semua untuk setuju memilih OSO sebagai penggantinya asalkan mengikuti pakta integritas.
Ia pun meminta OSO menandatangani pakta integritas yang didalamnya terdapat tiga poin perjanjian. Pertama, OSO hanya berwenang sebagai Ketum Partai Hanura hingga tahun 2019 saja.
Kedua, peran, fungsi dan kewenangan ketum partai tidak diberikan ke OSO, melainkan diberikan kepada Ketua Dewan Pembina yang dijabat oleh Wiranto. Ketiga, menjaga soliditas partai dan ADART, serta meningkatkan suara partai dan mengajukan 36 orang kader yang berkualitas untuk maju di Pemilihan Legislatif 2019.
"Kalau sampai itu tidak didapati maka saudara OSO secara tulus akan mengundurkan diri sebagai ketua umum Partai Hanura," tukas dia.