Soal Calon Bursa Dewas KPK, Pakar Hukum Sebut Pilihan Jokowi Harus Figur yang Sudah 'Selesai'
Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menuturkan Dewas KPK yang nantinya dipilih Presiden Joko Widodo harus sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad menuturkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang nantinya dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Pernyataan ini ia ungkapkan dalam program Metro Pagi Primetime yang dilansir kanal YouTube metrotvnews, Kamis (19/12/2019).
Suparji mengungkapkan selain reputasi, integritas, dan profesionalisme, calon dewas yang dipilih harus sudah selesai dengan urusan pribadinya.
"Ya kalau melihat rekam jejak yang bersangkutan (Dewas) harus memiliki reputasi, integritas, dan profesionalisme didalam bidang penegakan hukum, saya kira patut dipertimbangkan oleh Presiden untuk ditetapkan menjadi Dewas," ujarnya.
"Tetapi tentunya harus ada faktor lain yang harus dipertimbangkan," imbuhnya.
"Dimana kemudian figur-figur yang akan dipilih Presiden nanti, secara sederhana mereka yang sudah selesai dengan urusan pribadinya," terang Suparji.
Sehingga jabatan ini nantiya tidak disalahgunakan sebagai sarana mobilitas vertikal apakah politik, ekonomi, atau untuk sekedar mencari popularitas.
"Tapi betul-betul digunakan sebagai sarana untuk memperkuat KPK," imbuhnya.
Suparji pun mejelaskan maksud dari figur yang sudah 'selesai'.
"Pertama, yang bersangkutan berorientasi jabatan tadi itu untuk pengabdian kepada bangsa dan negara," ujarnya.
"Kedua, jabatan dewas tidak ada pamrih," imbuhnya.
"Misalnya ingin mencari popularitas, mendapatkan keuntungan secara ekonomi, atau ingin mendapatkan dukungan secara politik," tandas dia.
Dengan kata lain, jika mereka masih membawa kepentingan personal dalam ruang publik itu berarti belum selesai dengan urusan pribadiya.
Disinggung terkait nama-nama yang diisukan akan dipilih menjadi Dewas KPK seperti Artidjo, Albertina Ho hingga Ruki, pakar hukum ini menilai mereka telah memiliki rekam jejak yang tidak diragukan lagi.
Meski begitu Suparji tetap mengingatkan perlu adanya indepedensi pada diri DewasKPK guna menjaga konsistensi dalam menjalankan jabatan nantinya.
"Kalau melihat nama-nama itu, melihat dari pengalaman, usia, dan peran-perannya selama ini memang cukup sesuai dengan kriteria tadi," tambah Suparji.
"Tapi persoalan yang juga perlu diyakinkan adalah apakah orang-orang ini benar-benar independen atau tidak," imbuhnya.
"Karena independensi seorang dewas juga harus dipertimbangkan selain profesionalisme atau integritas tadi," lanjutnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengaku telah merampungkan susunan Dewas KPK.
Menurut penuturannya, kelima anggota Dewas datang dari latar belakang yang berbeda-beda.
Hal ini ia sampaikan disela-sela kunjungannya memantau ibu kota baru pada Rabu (18/12/2019).
"Dewan Pengawas KPK ya nama-nama sudah masuk, tapi belum difinalkan karena kan hanya lima, ada dari hakim, ada dari jaksa, ada dari mantan KPK, ada dari ekonom, ada dari akademisi, ada dari ahli pidana," ujar Jokowi yang dikutip dari Kompas.com.
Jokowi juga menyebut beberapa nama, namun ia menegaskan keputusan ini belum mencapai final.
"Ada hakim Albertine Ho, itu tapi belum diputuskan loh ya, Pak Artidjo, saya ingat tapi lupa, dan belum diputuskan," tambahnya.
Rencananya kelima anggota Dewas KPK akan dilantik pada 20 Desember 2019.
Tugas Dewan Pengawas KPK
Dikutip dari Kompas.com, adapun tugas Dewas KPK menurut UU KPK:
1. Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
3. Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
4. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang.
5. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
6. Melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala satu kali dalam satu tahun.
7. Membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala satu kali dalam satu tahun, disampaikan kepada Presiden dan DPR. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Ardito Ramadhan/Kristian Erdianto)