Perkembangan Kasus Jiwasraya, Adi Toegarisman Ungkap Telah Menyusun Tim Sebanyak 16 Orang
Perkembangan Kasus Jiwasraya,Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman Ungkap Telah Menyusun Tim Sebanyak 16 Orang.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kasus gagal bayar klaim PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masuk babak baru.
Kejaksaan Agung mengungkap perkembangan kasus Asuransi Jiwasraya terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menuturkan telah menyusun tim khusus.
Tim tersebut terdiri dari 16 orang anggota.
"Jadi, anggota 12 orang, kemudian pimpinan timnya ada empat level," tutur Adi Toegarisman yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube metrotvnews, Rabu (18/12/2019).
Tim yang terbentuk itu ditugaskan untuk menangani kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Pertimbangannya adalah kasus ini, adalah kasus besar dengan wilayah yang cukup luas," tambah Adi Toegarisman.
Ia lantas menegaskan, untuk masalah teknik saat ini pihaknya tengah mengerjakan ditahap indikasi.
Jaksa Agung Buka Suara
Jaksa Agung Sanitiar Burhanduddin (ST Burhanuddin) menanggapi polemik yang terjadi di Asuransi Jiwasraya.
Ia mengatakan Asuransi Jiwasraya telah mengalami gagal bayar terhadap klaim jatuh tempo.
Hal tersebut sudah diprediksi oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Hingga Agustus 2019, ST Burhanuddin menuturkan potensi kerugian negara mencapai RP 13,7 triliun.
Jumlah kerugian tersebut merupakan perkiraan awal kerugian yang harus ditanggung negara.
"Rp 13,7 triliun hanyalah perkiraan awal, dan diduga akan lebih dari itu," tegas ST Burhanuddin yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube metrotvnews, Rabu(18/12/2019).
Jiwasraya diduga banyak melakukan kegiatan investasi pada aset-aset dengan resiki tinggi (high risk).
Hal itu dilakukan semata-mata untuk mengejar keuntungan (high return).
Said Didu: Jiwasraya Bermasalah Sejak 1998
Mantan Sekmen BUMN, Said Didu mengungkap kondisi perusahaan asuransi Jiwasraya.
Ia menuturkan, saat diserahkan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam kondisi yang sehat.
"Jadi kalau menyatakan terjadi masalah saat pemerintahan saat SBY betul karena menerima kerugian dari tahun 1998 tapi menyerahkan ke pemerintahan berikutnya dalam keadaan Jiwasraya sehat wal afiat," tutur Said Didu usai Diskusi Publik Pertamina Sumber Kekacauan yang digelar oleh Indonesia Resources Studies (Iress) di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Diwartakan TribunBisnis, awal permasalahan keuangan Jiwasraya diungkap Said terjadi sejak tahun 1998.
Dampak peristiwa tahun 1998 membuat Jiwasraya memiliki hutang sebesar Rp 6 triliun.
"Permasalahan Jiwasraya dampak permasalahan tahun 1998. Sehingga tahun 2005 saya masuk itu ada hutang sekitar Rp 6 triliun," terangnya.
Kemudian utang sebesar Rp 6 triliun tersebut dapat terbayar pada tahun 2009.
"Kemudian selesai 2009. Mulai dari 2009 Jiwasraya menjadi sangat sehat dan kelihatan puncak sehatnya 2016 dengan untung lebih dari Rp 1 triliun," imbuhnya.
Erick Thohir Lakukan Tiga Hal Ini
Erick Thohir menyebut Jiwasraya memiliki kompleksitas yang panjang.
Kasus tersebut ditanggapi oleh Menteri BUMN Erick Thohir di program Mata Najwa, Rabu (4/12/2019).
Untuk menangani kompleksitas yang panjang itu, ia akan melakukan tiga hal.
Pertama, Erick Thohir menuturkan akan mengkonsolidasi asuransi yang ada di Indonesia.
"Supaya punya cash flow yang positif, bisa membantu Jiwasraya. Itu harus. Ini komitmen," tuturnya.
Baca : Ditanya Soal Jiwasraya, Menteri BUMN: Ini Bagian Tanggung Jawab Moral Bersama
Ia juga menegaskan, apabila hanya dari Jiwasraya saja sudah berat.
"Tapi bagaimana dengan holding yang baru ini, kami bisa menjadi membantu," jelasnya.
Keuda, Pria yang dipanggil Mas Menteri oleh Sandiaga Uno tersebut menegaskan untuk bisa membedakan investasi bodong dengan yang benar-benar salah investasi.
"Kalau yang bodong ya harus ada proses hukum. Harus, siapapun," tegasnya.
Ketiga, yang terakhir, Erick Thohir meminta adanya payung hukum yang jelas mengenai asuransi yang belum pernah ada.
"Ini, proses ini tiga-tiganya harus dijalankan bersama-sama," terangnya.
Jaminan Klaim untuk Nasabah
"Saya berusaha maksimal, berbuat yang terbaik untuk Jiwasraya sehat kembali," tuturnya.
Seusai menuturkan hal tersebut, Erick kembali diberondong pertanyaan oleh tuan rumah Mata Najwa tersebut.
"Ini bagian daripada konsolidasi, holding agar Jiwasraya sehat," terang Erick Thohir.
Tak puas mendengar jawaban tersebut, Najwa kembali meminta jawaban Erick Thohir terkait apakah ada jaminan untuk nasabah yang meminta klaim asuransi Jiwasraya.
"Harus cari jalan. Ini bagia tanggung jawab moral bersama," tegasnya.
Erick menambahkan, yang penting untuk diketahui adalah banyak kasus di BUMN sudah berjalan puluhan tahun.
"Yang penting, hari ini, kami dikasih kesempatan memperbaiki," jelasnya.
Dugaan Fraud
Sebelumnya melalui Tribunnews, Kementerian BUMN mengindikasikan adanya dugaan korupsi atau fraud pada pengelolaan dana investasi Jiwasrsya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pihaknya telah meminta Kejagung untuk menindaklanjuti dugaan korupsi atau fraud yang terjadi pada masa manajemen Jiwasraya terdahulu.
“Tentu kalau ada indikasi tindak pidana korupsi atau fraud di masa lalu, pastikan kami akan laporkan. Kami sudah berbicara dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan investigasi, dan membuktikan apakah (manajemen) lama melakukan fraud atau penggelapan atau korupsi,” kata Kartika di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Sementara itu, berdasarkan rapat dengar pendapat dengan DPR RI pada 7 November lalu, pangkal masalah Jiwasraya adalah terbitnya produk saving plan tahun 2013-2018 yang menawarkan return garansi 9-13 persen per tahun.
Demi mengejar return tersebut, manajemen Jiwasraya waktu itu menempatkan dana investasi ke saham dan reksadana. Celakanya, mereka berinvestasi serampangan dan diduga terjadi rekayasa harga saham.
Akibatnya, aset investasi Jiwasraya tidak memiliki nilai. Begitu saving plan jatuh tempo, Jiwasraya tak bisa membayar.
Asuransi BUMN tersebut membutuhkan dana Rp 32,89 triliun agar rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan, yakni 120 persen.
Berdasarkan salinan RDP yang dibacakan Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, ada empat alternatif penyelamatan Jiwasraya.
Pertama, mencari strategic partner yang dapat menghasilkan dana Rp 5 triliun. Kedua, holding asuransi senilai Rp 7 triliun. Ketiga, skema finansial reasuransi senilai Rp 1 triliun. Keempat, sumber dana lain dari pemegang saham Rp 19,89 triliun.
Tanggapan Arya Sinulingga
Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga menduga salah satu penyebab PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami kesulitan finansial hingga gagal bayar klaim adalah investasi perseroan banyak ditempatkan pada "saham gorengan".
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, saham gorengan merupakan istilah yang digunakan para pelaku pasar untuk saham-saham yang mengalami kenaikan dalam waktu singkat karena isu tertentu.
Padahal, bila dilihat untuk jangka panjang, investasi di saham tersebut secara fundamental tidak menguntungkan.
"Kalau kita lihat saham-saham perusahaan yang diinvestasikan Jiwasraya memang saham gorengan. Kalau pemain saham tahu itu saham gorengan tapi itu digoreng di saat tertentu," kata Arya di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Untuk itu, lanjut Arya, Kementerian BUMN akan meminta Kejaksaan meneliti mengenai kebijakan investasi yang dipilih oleh manajemen Jiwasraya.
"Kita minta kejaksaan teliti apa benar ada kongkalikong investasi dilakukan. Karena investasi itu yang buat Jiwasraya kolaps seperti sekarang," jelasnya.
Arya mengatakan, saat ini pihaknya tengah mencari data dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kasus Jiwasraya. Menurutnya, laporan ini bisa dijadikan acuan atau pegangan bagi Kejaksaan.
"Investasi kan biasanya mereka tak ke OJK. Kalau produk iya. Makanya kami lagi cari laporan BPK mudah-mudahan bisa jadi acuan apa ada kerugian negara atau masyarakat itu bisa dipakai untuk kejaksaan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Ria anatasia/Lita Febriani)