Abdul Fickar Sebut Dewas Bukan Penegak Hukum: Yang Paling Berkuasa di KPK adalah Penyidik & Penuntut
Abdul Fickar Sebut Dewas Bukan Penegak Hukum: Yang Paling Berkuasa di KPK adalah Penyidik & Penuntut
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai munculnya narasi positif terhadap lima Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadi jebakan bagi masyarakat.
Sebab, Fickar menyebutkan, persoalan sebenarnya bukan pada Dewan Pengawas KPK itu sendiri, melainkan pada sistem yang berjalan.
"Dewan Pengawas itu orangnya sangat integritas, sangat baik, dan sebagainya."
"Tetapi narasi baik ini bisa jadi jebakan batman bagi kita, karena persoalannya bukan orangnya, tetapi lebih kepada sistemnya (KPK)," ujar Fickar, seperti yang dilansir Kompas.com, Sabtu (21/12/2019).
Menurut Fickar, Dewan Pengawas KPK tidak berkedudukan sebagai penegak hukum.
Ia mengatakan, Dewan Pengawas KPK tidak diberikan status sebagai penyidik maupun penuntut sebagaimana komisioner KPK sebelumnya.
Dengan demikian, bagian yang paling berkuasa di KPK saat ini tetap penyidik dan penuntut, mengingat berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, status penyidik dan penuntut pada tubuh komisioner telah luntur.
"Jadi sekarang sebenarnya yang paling berkuasa di KPK adalah penyidik dan penuntut, karena dialah sesungguhnya penegak hukum," kata Fickar.
Dikutip dari Kompas.com, Fickar menyebut sistem KPK yang tercipta sekarang ini merupakan hasil dari perubahan Undang-Undang yang bersifat pragmagtis.
Menurutnya, KPK saat ini tidak diberi kewenangan yudisial dalam mengawasi lembaga.
Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi ketika UU hasil revisi belum diberlakukan, seperti tidak adanya izin pengawasan.
"Dulu KPK kenapa pengawasan tidak ada izinnya? Karena diizinkan oleh komisionernya, komisionernya kedudukannya sebagai penyidik dan penuntut jadi masih taat azas," ungkap Fickar.
"Artinya masih aparat hukum juga yang memberikan kewenangan," sambungnya.
Fickar mengatakan, perubahan sistem ini karena KPK dinilai telah menjadi musuh bersama para penguasa. Itu terjadi karena selama perjalanannya KPK dianggap membuat gaduh lantaran banyaknya kasus yang ditangani.