'Sulit Baca Gerak Bibir Pak Jokowi'
Angkie, yang ditunjuk sebagai juru bicara presiden bidang sosial, harus belajar membaca gerak bibir Presiden Joko Widodo.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
Kalau saya dari mata terus mikir, sebentar, ini sedang apa yang dibicarakan dan diarahkan ke mana. Jadi berusaha untuk fokus dengan mata gerakan bibir Pak Jokowi, gerakan bibir koordinator, jadi berusaha untuk fokus. Kalau saya tidak paham lebih baik saya tanya. Daripada sesat di jalan lebih baik saya tanya.
Sulit?
Sulit, tapi lama-lama terbiasa. Saya termasuk orang yang cepat beradaptasi ya, jadi saya menargetkan dalam satu bulan harus bisa meng-handle semua. Dan tepat satu bulan saya sudah terbiasa.
Apa saja tugas-tugas di staf khusus presiden? Bagaimana mengomunikasikan ke publik?
Staf khusus presiden itu ada 15, dibagi tiga gugus. Gugus pertama adalah gugus komunikasi, koordinator, jubir politik, jubir hukum, jubir ekonomi, dan jubir sosial. Termasuk saya ada di gugus pertama.
Gugus kedua komunikasi kelompok strategis, artinya lebih banyak bertemu dengan eksternal. Gugus ketiga, gugus inovasi, yang diisi oleh milenial-milenial, termasuk saya juga ada di gugus ketiga. Jadi merangkap. Tujuh milenial itu ada di gugus ketiga.
Kita semua bekerja secara team work. Kita bertugas untuk memberikan inovasi-inovasi terkait untuk kelompok-kelompok milenial dengan latar belakang masing-masing.
Latar belakang inovasi, teknologi, toleransi, UKM, fintech, santri, kreatif, dan disabilitas. Kita beragam background, tapi tujuan satu. Kita tidak mengeksekusi karena mengeksekusi program tugasnya kementerian-kementerian terkait.
Kami berinovasi kan harus ada riset, mediasi antarkementerian. Presiden pun berharap kita tidak terlepas dari akarnya kita karena presiden menginginkan kita peka dengan lapangan. Kita peka dengan masyarakat, tetap peka dengan kebutuhan-kebutuhan.
Apalagi kita milenial memiliki bahasa yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Jadi inilah di mana presiden ekspektasinya tinggi dengan kita. Karena kitalah jembatan terdekat dengan kelompok-kelompok milenial.
Banyak pihak mengatakan pemerintah belum memfasilitasi disabilitas dalam lapangan pekerjaan.
That's why saya ditempatkan di sini karena sebenarnya Pak Presiden itu sudah tahu permasalahan-permasalahan disabilitas yang belum terselesaikan. Makanya Pak Presiden meminta saya untuk membantu beliau supaya bisa memetakan.
Artinya pekerjaan ini bukan pekerjaan yang memikirkan satu atau dua pihak. Kita memikirkan seluruh Indonesia, satu negara. Kita tahu bahwa program-program disabilitas sebelumnya mungkin lebih mandek karena itu sekarang kita berkomitmen untuk melakukan perubahan. Dimulai dengan penunjukan aku sebagai perempuan yang berkebutuhan khusus di timnya Bapak Presiden.
Artinya, saya sudah berkoordinasi dengan banyak pihak baik dari komunitas, baik dari masyarakat, baik antarkementerian, lembaga, badan, bahwa isu disabilitas ini sudah selayaknya dan harus kita perhatikan.
Tapi satu yang harus kita bisa menjalankan program ini, semua Perpres harus dilengkapi dulu karena kan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 itu sudah ada. Tapi Peraturan Presiden runutannya itu harus ada dulu, nah Perpres ini dibuat oleh harmonisasi antarkementerian. Dari delapan Perpres, dua yang sudah ditandatangani.
Pertama, perpres tentang kesejehateraan disabilitas dan Perpres tentang perencaan. Semua Perpres, semua UU ini bisa bekerja apabila Perpres Komnas ditandatangani. Komisi Nasional Diabilitas. Karena komisi disabilitas ini yang monitor UU ini berjalan dengan baik atau tidak di dalam kementrian. Artinya kerja aku lintas sektor. Ya, kan?
Artinya ini kementerian terkait, mereka mungkin paham ada isu disabilitas tapi, how to? Kita kan butuh sistem terpadu, sistemnya kan ya. Nah jadi siapa yang akan berbicara sistem ini. Itu yg disebut formasi. Formasi ini, rancangan Perprres ini kan baru aku pegang dua minggu lalu. Jadi sedang dipelajari, diharmonisasi dilihat lagi. Ya mudah-mudahan 2020 sebagai perubahan baru ya.
Mudah-mudahan ya sehingga teman-teman disabilitas bisa berusaha untuk setara dengan teman-teman yang lain. Untuk menuju indonesia maju dengan dukungan inklusif perlu proses. Tidak bisa langsung jadi dengan cepat.
Tadi Anda bilang ada permasalahan yang belum terselesaikan antara teman-teman disabilitas dengan dunia pekerjaan.
Apa saja masalahnya?
Isu pekerjaan. Untuk pekerjaa, saya bicara berdasakan pengalaman di lapangan, kita tahu ada beberapa perusahan tahu memang kewajiban menerima disabilitas satu persen untuk swasta dan dua persen untuk BUMN/Negeri.
Permasalahan ada di mana? Ada di gap. Kebutuhan industri jumlahnya cukup tinggi. Kemampuan teman-teman disabilitas termasuk tertinggal jauh. Jalan keluarnya ini kan harus imbang. Bagaimana teman-teman di perusahan ini bisa menurunkan sedikit standarisasinya dan temen disabilitas ini bisa naik upskill-nya sehingga ketemu.
Artinya ini tidak akan terselesaikan dengan menuntut tapi akan terselesaikan dengan mapping, riset, action yang terstruktur, dan sistematis.
Teman-teman kita itu sudah bisa memetakan kuota-kuota di kementerian yang bisa diisi oleh disabilitas. Tapi tetap membutukan asesmen dari temen disabilitasnya.
Teman-teman disabilitas selama ini pendidikannya adalah pendidikan luar biasa, pendidikan vokasi yang artinya fokus dengan keterampilan. Tapi sebenarnya itu ok, tidak apa-apa, tapi demand teknologi zaman sekarang itu kan tinggi banget.
Contoh, sekolah SLB untuk pembelajaran tata boga yang dipelajari dulu adalah bagaimana memasak yang baik, bagaimana membaca resep masakan yang oke, segala macam tapi tidak dimasuki fasilitas-fasilitas unutk yang buta teknologi.
Sedangkan dunia ini terus berkompetisi. Dunia ini terus bergerak. Ketika lulus, diperlukan pakai komputer, tapi tidak bisa, mau menggunakan teknologi masih kurang, itu gap-nya tinggi.
Apakah mungkin harus dilakukan hanya inklusif?
nklusif juga perlu waktu persiapan gurunya, infrastruktur sekolahnya, murid-muridnya, sehingga ini perlu waktu. Makanya, sebenarnya ketika mencoba menyosialisasi ke perusahaan-perusahaan, bahkan mencoba untuk membuka sehingga teman-teman disabilitas ini, sebenarnya kanan-kirinya harus seimbang.
Itu yang Anda lakukan di Thisable Enterprise?
Yes, betul sekali. Itu yang kita lakukan di Thisable. Karena background saya profesional, tapi menegosisasi dengan pihak swasta. Tapi kan negosiasi itu memang harus ada win-win solution. Tapi selama negosiasi ini berjalan kita pun tidak bisa bernegosiasi dengan mentah, tapi kita bernegosiasi dengan riset.
Dengan riset itu, industri kan macam-macam. Ada retail, ada perbankan. Kemampuan teman disabilitas, kita melakukan asesmen sebanyak 4800 CV usia produktif. Kemampuannya mereka memang kebanyakan pekerjaan yang vokasional.
Sebanyak 40 persen pekerja profesional maupun pekerja formal, artinya Thisable bekerja berdasarkan kemampuan disabilitas itu sesuai dengan kebutuhan industrinya. Kita bisa memetakan industri pakai persoalan dan persoalan yang mana.
Persoalan contohnya call center. Tidak bisa melihat, tapi bisa mendengar dengan baik. Kita arahkan. Jadi kita tidak tahu siapa di balik call center yang kita marah-marahi, siapa di balik kalau atm kita hilanglah kita harus ke call center, lalu retail, warehouse, social media, digital marketing untuk profesional.
Vokasional ini kan kemampuan dari SD, SMP. Kemampuan yang mereka bisa terapis massage, clening service, cuci mobil. Kita petakan berdasarkan kemampuan pendidikannya dan skill.
Ada lelucon bahwa stafsus Jokowi itu dianggap matahari terbit karena milenial, sedangkan stafsusnya wakil presiden itu seperti sunset, umurnya sudah di atas semua. Bagaimana menurut Anda?
Kenapa kita harus dibandingkan antara stafsus presiden dan wakil presiden?
Kan kita bisa bekerja sama dengan bidangnya masing-masing. Kalau memang sekarang ini kita milenial, tapi kita kerja sama kolonial.
Stafsus presiden ada 14, yang milenial tujuh, sisanya senior, kolonial. Artinya kenapa kita harus dibanding-bandingkan?
Kita bekerja berdasarkan bidangnya kita, kita bekerja sesuai kemampuan kita berpikir. Apabila milenial ini ada, kan presiden begitu membutuhkan perspektif baru dari milenial. Jadi kalau orang ada yang bilang kita pajangan, aduh kita memberikan solusi untuk perspektif milenial.
Sebagai stafsus, ada tidak sih meragukan kemampuan Anda dan stafsus milenial lainnya?
Kalau saya bicara dengan jujur ya, orang yang meragukan kita, stafsus, itu kita melihat komentar-komentar online ya kan, tapi ketika kita bertemu secara langsung jarang banget bertemu orang yang meragukan kita. Jadi sebenarnya ini ada dua pemikiran. Pertama, tidak kenal maka tidak sayang. Ya, kan?
Kedua, atau memang kita terbiasa untuk baik di depan, tapi di belakang kita ngomongin. Ini kan ada dua. Tapi kita ambil positifnya aja. Mungkin yang komen negatif di sosmed itu tidak kenal maka tidak sayang, jadi kita ngopi-ngopi saja dulu, yuk. (*)