Bincang-bincang dengan Sibarani Sofian, Pemenang Sayembara Desain Ibu Kota Negara
Sibarani Sofian, urban designer asal Bogor, besama tim Urban+ menjadi pemenang dalam Sayembara Desain Ibu Kota Negara (IKN).
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sibarani Sofian, urban designer asal Bogor, besama tim Urban+ menjadi pemenang dalam Sayembara Desain Ibu Kota Negara (IKN).
Konsep Nagara Rimba Nusa yamg ditawarkan oleh timnya menjadi yang disoroti oleh Presiden Joko Widodo hingga tim dewan juri.
Lulusan magister University Of New South Wales Sydney kemudian menceritakan bagaimana perasaannya saat memenangkan sayembara tersebut. Hingga proses kreatifnya mendesain konsep IKN lewat Nagara Rimba Nusa secara khusus kepada tribun, Senin (23/12/2019) malam.
"Menurut saya ini seperti cinderella story, the underdog can emerge, dan tidak hanya the big boys yang bisa masuk begitu ya. Bahkan ada yang dari luar negeri, menurut saya cukup demokratis bisa mengajak seperti ini, dan syukur-syukur pemerintah juga merasa puas," katanya.
Soal proses kreatif, ayah dua anak tersebut mengemukakan, desain yang dibuat timnya ini terinspirasi dari keberagaman yang ada di hutan dan juga sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Kehidupan perkotaan disebutkan Sibarani bisa hidup berdampingan dengan alam.
"Di situ jadi kita living side by side, itu konsep yang kami tawarkan rimba nusantara bagaimana membangun kota yang bersebelahan dengan lingkungan, tapi saling menginspirasi. Bentuk bangunan kita pun bio mimikri, menirukan hal-hal yang alami dan hutan hujan di Kalimantan sangat menarik, karena dia memiliki lapisan-lapisan: root, underlayer, kanopi, dan top," kata dia.
Berikut petikan wawancara khusus Tribunnews dengan Sibarani Sofian:
Bagaimana reaksi Anda dan tim saat diumumkan sebagai pemenang?
Bangga dan haru ya, karena kami melihatnya mungkin peserta dari Indonesia tidak bisa mengambil unsur keIndonesiaannya.
Karena yang unik dari kompetisi ini boleh mengambil lokasi di mana pun. Memang dikasih zonasi. Tapi kan lahannya puluhan ribu hektare.
Sementara area yang kita pakai 2 ribu-3 ribu hektare. Jadi kadang konsepnya bagus lokasinya salah. Nah kebetulan mungkin kami pas.
Dari mana Anda mendapatkan ide pertama kali dalam mendesain IKN konsep Nagara Rimba Nusa ini?
Teman-teman arsitek melihat dari segi mikro, teman-teman di lanskap melihat dari segi tatanan bentang alam.
Kalau saya harus bisa membaca kelebihan dan kekurangan masing-masing. Inspirasi biasanya datang dari berbagai arah, tapi harus dikoordinasikan. Jadi kami ini adalah tukang masaknyalah istilah sederhannya.
Apa yang Anda 'baca' soal konsep Nagara Rimba Nusa?
Yang saya baca di IKN ini kan petunjuknya dari Pak Presiden saat memberikan kami briefing, kota yang smart.
Kota yang menjadi kebanggaan bangsa, dan kota yang green dan berkelanjutan, dan harus menjadi istilahnya international standard.
Makanya, salah satu inspirasi dan konteks rencana kami adalah Nagara Rimba Nusa; nagara sebagai perwakilan pemerintah atau daerah di pusat pemerintahan yaitu yang mau kita ciptakan.
Lalu, Rimba itu hutan, karena Indonesia itu mau ke mana pun pulaunya pasti ada hutannya, dan hutan itu menyatukan serta menjadikan kita sama.
Jadi tema yang menyatukan kita menurut interpretasi kami adalah bagaimana kami bisa membawa hutan dan kepulauan dalam rancangan kita
Ada berapa orang di dalam satu tim Urban?
Sebetulnya ada 10, dengan latar belakangnya ada saya arsitek kota, ada masterplaner, ada arsitek bangunan, ahli lanskap, ahli lingkungan, ahli transportasi ada dua, ahli infrastruktur ada dua, ahli smart city.Jadi kita menggabungkan berbagai jenis keahlian dan perspektif yang ramai itu akhirnya berkumpul di satu ruangan.
Apa aktivitas mereka?
Beberapa teman-teman kami itu eks dari perusahaan di Singapura, AECOM.Ada yang masih di situ juga. Saya pernah bekerja disana kurang lebih 10 tahunan Karena ini kompetisi sifatnya individual bukan company, jadi kami tarik dan rekrut dari waktu pribadi mereka saja, jadi mereka itu ahli-ahli di bidangnya.
Mereka juga sekarang lagi membuka firmanya sendiri. Ada yang masih tetap di perusahaan yang lama. Kita berkolaborasi supaya pemikirannya kaya , karena waktunya singkat, kita hanya punya waktu 6 minggu, dan itu luar biasa.
Berapa lama Anda mengerjakan desain atau rancangan sebuah kota?
Tiga sampai empat bulan ya biasanya, tidak ampai dua bulan ini, tetapi saya akui tidak mudah makanya agak tricky buat teman-teman yang lain juga untuk mengerjakan ini, tapi karena kebetulan saya waktu itu di kantor Hong Kong dan Singapura itu saya mengepalai divisi perencaan, di mana pada saat kompetisi ya memang tidak ada kompetisi yang tiga bulan.
Kompetisi ya sekitar tiga minggu, jadi kompetisi itu istilahnya difast track, otaknya diperas lebih cepat. Waktunya dibuat lebih challenging, lebih ditantang, dan kita dipaksa bekerja lebih keras saja.
Memang kompetisi-kompetisi kebetulan ya kami cukup terlatih untuk mengerjakan kompetisi, dan format perusahaan yang dulu saya bekerja itu memang formatnya multidisiplinary.
Siapa yang berperan paling krusial dalam desain IKN Nagara Rimba Nusa ini?
Memang kapasitas untuk melihat dari kejauhan untuk melihat ahli transport bicara apa, infra ngomong apa, overspace bicara apa, karena biasanya setiap speasialis itu melihatnya kacamata kuda, karena di sekolahnya seperti itu.
Mungkin urban designer jadi salah satu yang quality yang memang harus membaca semua bidang yang jadi istilahnya dirigennya begitu, mengomandokan dan mengokestrasi itu adalah urban designer, karena kita yang akan bisa melihat kalau ini dicampur dengan ini jadinya ini.
Jadi ya mungkin dalam hal ini saya dan satu orang lagi rekan saya namanya Arjuna juga sama-sama urban designer.
Sebelumnya apakah Anda sempat ke sana untuk observasi begitu?
Saya sudah sempat lihat daerah Balikpapan dan Samarinda. Rekan saya kemudian yang mengikuti survei. Diundang ya, ada sekitar 80 peserta yang mendaftar.Jadi mereka dikasih kesempatan untuk melihat ke lokasi. Jalan ke sana menggunakan boat, kemudian naik mobil, lalu kita lihat-lihat ke bukit dan sebagainya. Dari hasil pemantauan teman-teman saya ini bilang, yang ini bagus yang itu bagus juga.
Apakah perjalanan ke sana juga lewat udara?
Tidak, kita lewat darat
Berapa lama di sana?
Di sana satu hari semua ya, sempat dari pagi, kemudian datang sore lalu sampai satu hari besoknya pulang.
Apakah yang Anda buat ini dijamin akan diekskusi oleh pemerintah?
Sebetulnya kan tidak berarti langsung ya. Kalau dari statement pak Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tidak berarti ini langsung serta merta dipakai.
Kita akan berkolaborasi dengan dua pemenang yang lain. Kami juga harus mendengar berbagai masukan dari kementerian, mungkin bahkan ada kementerian yang lain yaitu Bapennas yang melakukan studi paralel.
Tidak menutup kemungkinan lokasinya masih harus dilihat lagi.
Pasti akan ada masukan dari berbagai pihak, tapi tentunya kita cari daerah yang aman kita cari daerah yang strategis dan implementasinya harus pragmatis.
Tim Anda kan pemenangnya, apakah nanti akan dilibatkan?
Saya belum berani bilang, karena jujur saya tidak tahu ya. Nanti akan dibriefing tanggal 27 Desember 2019. Harapannya tentu kami ingin sustainable, tapi ya saya belum mendengar langkah konkretnya seperti apa.
Sebelum mendesain IKN ini, Anda pernah menggarap proyek apa saja?
Ada beberapa pengalaman di luar negeri. Pertama itu River of Life di Kuala Lumpur. Jadi saya tidak hanya bikin kota ribuan hektare, tapi juga membuat sungai. Itu tahun 2009.
Konsepnya sama juga soal lingkungan.
Kedua, saya mengerjakan masterplan untuk CBD dari Singapore Marina Bay, itu salah satu masterplan yang memang Singapura sudang canggih ya, jadi mereka tidak hanya ingin bikin kota yang biasa begitu, tapi mau kota yang hemat energi.
Adakah proyek yang Anda kerjakan di Indonesia?
Kalau di Indonesia terus terang permintaan untuk memgerjakan hal-hal yang kompleks tidak terlalu banyak.
Salah satu yang kami lakukan adalah Ancol, Ecopark, yang dulunya tidak produktif sekarang bisa dipakai untuk publik.
Kemudian saya juga membantu masterplan BSD, termasuk sekitar Aeon.
Akhir-akhir ini saya mengerjakan pedestrian ya, di Blok M Melawai, itu pedestrian prototipe pertama di Jakarta.
Kemudian kami mengerjakan pedestrian di Lapangan Banteng, Masjid Istiqlal, Wahid Hasyim, dan Kyai Tapa.
Selama ikut kompetisi ini, biaya dari tim Anda sudah keluar berapa?
Enggak tahu ya karena itu di kantor saya, di kantor saya ada 30 orang, sekitar 10 orang bekerja di situ, dan enggak tahu mereka bagaimana, karena kan kalau di kantor arsitek itu kan bukan jam yanh dikunyah, tapi hasilnya, dan jam terbang juga.
Jadi billing rate yang sudah pengalaman 20 tahun berbeda dengan yang 5 tahun, karena satu jam bekerja, satunya lima jam.
Yang paling mahal adalah idenya, kalau kita lihat biaya absolutnya sih lebih rendah, tapi biaya intelektualnya yang lebih tinggi. Jadi arsitektur itu kan teknik dan seni, jadi sulit sekali mengukur berapa harganya dan biayanya.
Harapannya, kami terus bisa berkontribusi dan pemerintah mempunyai ketertarikan dan pintunya selalu terbuka, karena ini kan istilahnya orang di luar pemerintahan yang diperbolehkan memberikan konteibusi kepada pemerintahan.
Hadiah Rp 2 miliar itu akan Anda dan tim gunakan untuk apa saja?
Sebetulnya kami timnya besar, dan biaya bikin maket, dan animasi ya itu ada biaya dan tentunya kami harus membiayakan itu dalam hadiah ini.
Kami juga mengantisipasi karena ke depannya masih ada perbaikan ya.
Bukan sekali ini kami mengikuti kompetisi ini, teman-teman arsitek sudah tahu kalau kompetisi biasanya ada perbaikan-perbaikan. Jadi tidak kami foya-foyakan semuanyalah.
Kami juga kan bekerja keras, teman-teman begadang hampir setiap hari setiap malam sejak kami diumumkan sampai hari itu, setiap malam, kami mengerjakan animasi. Intinya kami akan bagi-bagi dulu, karena
ada beberapa orang di tim. Masing-masing berapa, kemudian dipotong biaya, sisanya masuk biaya kantor kami. (tribun network/reza deni/yat)