Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hendra Vs Hendro soal OPM Teroris

Hendropriyono mengusulkan agar status OPM bukan lagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melainkan pemberontak yang masuk dalam daftar teroris.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hendra Vs Hendro soal OPM Teroris
Ist/Tribunnews.com
Suhendra Hadikuntono (kiri) dan Markus Yenu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono ternyata punya versi pendapat yang berbeda dengan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono soal Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Senin (23/12/2019) lalu, Hendropriyono mengusulkan agar status OPM bukan lagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melainkan pemberontak yang masuk dalam daftar teroris internasional.

Konsekuensinya, pola dan operasi penanganan terhadap OPM akan berubah drastis, yakni dari operasi persuasif menjadi operasi represif seperti Daerah Operasi Militer (DOM) yang pernah diterapkan di Aceh beberapa tahun lalu.

Menyikapi hal ini, Suhendra Hadikuntono, yang akrab disapa Pak Hendra, dan selama ini intens mengamati secara serius soal Papua dan menjalin kontak dengan beberapa tokoh puncak OPM, menolak dengan tegas usulan Hendropriyono tersebut.

Menurut Suhendra, usulan itu akan kontraproduktif terhadap penyelesaian masalah di Papua.

"Kita akan set back ke pola penanganan KKB di Papua beberapa waktu lalu. Ini akan menyebabkan penanganan masalah Papua berlarut-larut dan Indonesia kian disorot dunia internasional," ujar Suhendra di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Baca: OPM Bertanggung Jawab Atas Insiden Penembakan Hingga 2 Anggota TNI Gugur di Intan Jaya

Suhendra justru mengusulkan penanganan masalah OPM di Papua secara "soft approach" atau pendekatan lunak dan penuh empati.

Berita Rekomendasi

"Hasil pendekatan personal dengan beberapa tokoh utama OPM, saya sudah punya pola atau 'pattern' untuk menyelesaikan masalah Papua ini dengan pendekatan intelijen secara tertutup. Saya menyakini pola ini akan mampu menyelesaikan masalah Papua dengan cepat dan tepat sasaran," jelas Suhendra.

Menurut Sehendra, usulan pola penanganan masalah Papua yang dia miliki berbeda 180 derajat dengan Hendropriyono yang justru akan menciptakan kekerasan baru yang konsekuensinya tentu saja akan banyak menelan korban jiwa dari kedua belah pihak.

Suhendra menjelaskan pendekatan dengan cara keras menggunakan operasi militer yang selama ini dilakukan sudah terbukti gagal dan justru mendapat sorotan negatif dari dunia internasional, khususnya para pegiat hak asasi manusia (HAM).

"Stop penggunaan kekerasan untuk menangani masalah Papua, terbukti tidak menyelesaikan akar masalah yang sebenarnya di Papua. Kegagalan kita menangani masalah di Papua selama ini adalah cerminan kegagalan intelijen negara dalam memetakan masalah yang mendasar di Papua," paparnya.

Seharusnya, tegas Suhendra, pemerintah pusat mengacu pada pola penanganan terhadap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh.

Menurut Suhendra, pola perdamaian yang sering disebut Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, Finlandia, yang ditandatangani Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2005, sudah jelas berhasil dan justru telah diakui dunia internasional sebagai penyelesaian konflik bersenjata yang terbaik di dunia selama ini.

Beberapa pengamat menduga usulan Hendropriyono tersebut hanya modus atau dalih untuk meningkatkan anggaran operasi militer atau ada hidden agenda (agenda terselubung) di Papua.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas