Perpres Tentang KPK Dinilai Rawan Konflik Kepentingan
Pemerintah berencana menerbitkan tiga peraturan presiden (perpres) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menerbitkan tiga peraturan presiden (perpres) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tiga Perpres tersebut akan mengatur soal Dewan Pengawas, organisasi KPK, dan perubahan status kepegawaian dari karyawan KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejumlah kritik pun datang terkait rencana terbitnya tiga Pepres tersebut.
Transparency International Indonesia (TII), misalnya, menyoroti salah satu pasal dalam draf perpres tentang organisasi dan tata kerja pimpinan dan organ pelaksana pimpinan KPK.
Baca: KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Mantan Sekretaris MA Nurhadi
Perpres itu merupakan turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam draf Perpes khusunya pada Pasal 1 Bab 1 menyatakan bahwa pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat menteri yang bertangggung jawab kepada presiden sebagai kepala negara.
"Alih-alih memenuhi harapan publik untuk menguatkan KPK dengan mengeluarkan Perppu (Peraturan Pengganti Undang-Undang), saat ini justru presiden malah berencana mengeluarkan Perpres yang menjadikan KPK di bawah presiden dan setara kementerian," kata aktivis TII Wawan Suyatmiko kepada wartawan, Selasa (31/12/2019).
Baca: Penyerang Sebut Novel Baswedan Pengkhianat, Psikolog Forensik Soroti Institusi Polri dan KPK
Menurut Wawan, menempatkan KPK setara dengan kementerian dan bertanggung jawab kepada presiden secara langsung justru menjauhi semangat pembentukan KPK sejak awal.
Ia menilai hal itu justru rawan dengan konflik kepentingan.
Hal itu juga dianggap tak sesuai dengan mandat United Nations Convention against Corruption (UNCAC)/Konvensi PBB Antikorupsi, The Jakarta Principles, dan Colombo Commentary.
Bahkan, jadi sebuah kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.
Baca: KPK Bidik Tersangka Lain dalam Kasus Suap Eks Dirut Garuda Indonesia
Apalagi, pasal 1 dalam draf perpres tersebut justru terkesan kalau presiden mau menempatkan KPK di bawah kendalinya.
Padahal, dalam UUD 1945, kedudukan presiden sebagai kepala negara terbatas, sementara selebihnya sebagai kepala pemerintahan.
Wawan pun meragukan kalau pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal, apalagi saat ini KPK justru terus dilemahkan.
Ia pun menyarankan agar saat ini publik mulai mengalihkan harapan pemberantasan korupsi kepada Presiden Joko Widodo menjadi sebuah gerakan kritik.
"Publik juga harus selalu mengawasi kinerja Presiden Jokowi dan KPK di bawah pimpinan barunya, Firli Bahuri, dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wawan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.