Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Pertanyakan Gelar Doktor Administrasi Nurdin Basirun Saat Bersaksi di Pengadilan

Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, mengaku menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Hakim Pertanyakan Gelar Doktor Administrasi Nurdin Basirun Saat Bersaksi di Pengadilan
Tribunnews.com/ Glery Lazuardi
Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun saat dihadirkan sebagai saksi untuk kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/1/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, mengaku menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut.

Namun, dia tidak mengetahui materi pokok dari surat izin tersebut.

Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut itu berada di dua lokasi.

Lokasi pertama di lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektarare.

Baca: VIRAL Video Petugas Ekspedisi Lempar Paket Pelanggan, Ini Penjelasan J&T Express

Lokasi kedua, di Pelabuhan Sijantung, Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektarare.

Untuk dokumen permohonan izin atas nama Kock Meng, diserahkan melalui Abu Bakar pada Oktober 2018.

Untuk pengurusan izin ini ada biaya sebesar Rp 50 juta yang diminta Edy Sofyan, selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Baca: Tonton di Sini, Live Streaming Gerhana Matahari Cincin Besok Pantauan BMKG dari Batam Kepulauan Riau

BERITA REKOMENDASI

Untuk penyerahan dokumen permohonan izin kedua diserahkan Edy Sofyan kepada Nurdin Basirun di Hotel Harmoni Nagoya Batam, pada 30 Mei 2019.

Di kamar hotel terdakwa, Edy Sofyan juga menyerahkan amplop cokelat berisi uang sejumlah 5 ribu Dollar Singapura dari Abu Bakar yang ditaruh di meja kamar.

"Saya tidak tahu (penyerahan uang di Hotel Nagoya,-red). Beliau (Edy Sofyan,-red) sendiri langsung mengikuti saya ke kamar," kata Nurdin Basirun saat dihadirkan sebagai saksi untuk kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Baca: 4 Hari Lagi Warga Riau Nikmati Gerhana Matahari Cincin, Pemkab Siak Anggarkan Rp 1 Miliar Lebih

Dia mengaku hanya menandatangani dan tidak membaca surat izin tersebut.

Dia mempercayai Edy Sofyan, selaku kepala dinas.
Selain Edy Sofyan, dia juga menerima masukan dari staf dan biro hukum Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terkait kebijakan yang dibuat.

"Saya sampaikan sesuai aturan saja. Kata Pak Edy, diskresi," ujar Nurdin.

Sementara itu, menanggapi keterangan dari Nurdin Basirun, hakim anggota, Agus Salim, mempertanyakan sosok Nurdin Basirun yang notabene adalah seorang gubernur lulusan S3.

Menurut hakim, Nurdin merupakan seorang gubernur, tetapi tidak membaca setiap kebijakan yang dibuatnya.

"Saudara S3 administrasi. Doktor administrasi. Diberitahu ini diskresi apa tanggapan saudara?" tanya Agus Salim kepada Nurdin Basirun.

Baca: Inilah Kepala Daerah yang Tercokok KPK Lewat Gelar OTT

Nurdin Basirun menjelaskan adanya diskresi membuatnya dapat membuat keputusan untuk memudahkan pengusaha agar dapat berinvestasi di Kepulauan Riau.

"Ini celah untuk mengambil keputusan. Saya langsung menandatangani supaya investasi," kata Nurdin.

Lalu, Agus Salim meragukan kemampuan akademik dari Nurdin Basirun.

Dia mempertanyakan apakah pada saat dimintai keterangan untuk pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP) yang bersangkutan berada di bawah tekanan.

"Tidak mencerminkan doktor administrasi. Tidak sama saat di BAP. Apa pada saat di BAP ada paksaan," kata Agus Salim.

"Tidak," jawab Nurdin singkat.

Di akhir percakapan, Agus Salim akan mempertimbangkan keterangan Nurdin Basirun dalam kapasitas sebagai saksi.

Selain Nurdin Basirun, di persidangan pada Jumat ini menghadirkan dua orang saksi, yaitu seorang pegawai negeri sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Aulia Rahman dan sopir Edy Sofyan, Salihin.

Untuk diketahui, Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, didakwa menerima uang senilai Rp 45 juta dan 11 Ribu Dollar Singapura terkait penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam, Kepulauan Riau.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (4/12/2019).

JPU pada KPK menyebutkan Nurdin Basirun menerima suap melalui Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Uang itu bersumber dari pengusaha asal Kepulauan Riau, Kock Meng, serta dua orang nelayan, Johanes Kodrat dan Abu Bakar.

JPU pada KPK menjelaskan, Nurdin dalam kapasitas sebagai gubernur menerbitkan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 7 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Lautn Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 ha.

Lalu, Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor:120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Sijantung Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 ha.

Dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Perda RZWP3K.

Atas perbuatan itu, terdakwa diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas