Luhut Bela Menteri KKP: Tidak Benar, Zaman Pak Edhy Banyak Kapal Asing Masuk ke Perairan Natuna
Menurut Luhut, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kendali Edhy masih melakukan pengawasan dan bergerak dalam menangani kapal asing
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan membela Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, soal tudingan saat ini banyak kapal asing masuk dan mengambil ikan di perairan Natuna.
"Saya mau jelasin, jangan dibilang zaman Pak Edhy jadi banyak kapal asing masuk, itu tidak benar. Saya ulangi sekali lagi, itu tidak benar karena kami punya data lengkap," ujar Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Menurut Luhut, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kendali Edhy masih melakukan pengawasan dan bergerak dalam menangani kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia secara ilegal.
Baca: Bakamla Siap Kawal Para Nelayan Indonesia di Perairan Natuna
"Memang intensitas cost guard kita belum bisa ke yang lain (seluruh wilayah), karena jumlah kapal juga terbatas. Jadi bukan karena cost guard yang kurang bekerja setelah Pak Edhy, saya ikuti betul itu," ucap Luhut.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.
Baca: Soal Silang Pendapat Basuki dan Anies, Luhut Bilang Begini
Sikap tersebut disampaikan secara tegas usai Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat.
"Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia," kata Retno.
Baca: Menlu Retno: Cina Langgar ZEE Indonesia di Perairan Natuna
Kedua, Retno menegaskan wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.
Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982. Oleh karena itu Retno menagaskan Tiongkok wajib untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.
"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tegas Retno.
Baca: Menlu Sampaikan Empat Sikap Tegas Indonesia Atas Kapal-kapal Cina di Perairan Natuna
Selain hal tersebut, Retno juga mengatakan dalam rapat tersebut disepakati pula akan adanya intensifikasi patroli di wilayah Perairan Natuna.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna," kata Retno.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.