Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaksa Minta Uang yang Ditemukan di Ruang Kerja Lukman Hakim Saifuddin Disita Negara

Jaksa meminta negara menyita sejumlah uang yang ditemukan di meja kerja Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Jaksa Minta Uang yang Ditemukan di Ruang Kerja Lukman Hakim Saifuddin Disita Negara
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2019). Lukman Hakim Saifuddin bersama 4 saksi lainnya memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Romahurmuziy terkait kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

JPU pada KPK menuntut pidana pokok berupa pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan dan harus memberikan uang pengganti senilai Rp 46,4 Juta.

Upaya pencabutan hak politik dilakukan karena Romahurmuziy memanfaatkan posisi sebagai seorang anggota DPR sekaligus sebagai Ketua Umum partai politik, yaitu PPP yang bisa mempengaruhi kader partai yang menduduki jabatan menteri.

Baca: Korupsi Jual-Beli Jabatan, Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy Dituntut 4 Tahun Penjara

Dalam hal ini, Romahurmuziy mengintervensi Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama periode 2014-2019, untuk menentukan orang-orang yang akan menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di seluruh Indonesia.

"Terdakwa karena pengaruhnya tersebut, mengintervensi proses pengangkatan pejabat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun kelompoknya," ujar Wawan Yunarwanto, JPU pada KPK saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (6/1/2020).

Baca: KPK Bakal Dalami Aliran Uang Rp 700 Juta Kepada Rano Karno dalam Korupsi Wawan

JPU pada KPK menguraikan pemberian senilai Rp 255 Juta dari Haris Hasanuddin dan Rp 91,4 Juta dari Muafaq Wirahadi untuk menempati jabatan strategis sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Gresik, tidak dapat dilepaskan dari kedudukan terdakwa sebagai ketua PPP dan menteri agama, Lukman Hakim adalah kader PPP.

Karena itu, kata JPU pada KPK dapat disimpulkan terdakwa telah mempergunakan wewenang yang ada padanya karena jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga atau kelompoknya.

"Dengan kata lain, terdakwa menggunakan pengaruh politik untuk melakukan perbuatan sebagaimana diuraikan. Terdakwa mengatakan tidak pernah mengintervensi Menag maupun Sekjen Kemenag tidak sesuai dengan (keterangan,-red) saksi-saksi lain," kata dia.

Baca: Senin ini, Jaksa KPK Bacakan Tuntutan untuk Romahurmuziy

Berita Rekomendasi

Berdasarkan fakta persidangan yang dibacakan JPU pada KPK, meskipun terdakwa sebagai anggota DPR tidak memiliki kewenangan menentukan jabatan di Kemenag, tetapi berdasarkan keterangan saksi-saksi di persidangan, terdakwa selalu memafsilitasi orang-orang yang ingin jabatan di Kemenag.

"Pidana tambahan untuk terdakwa menggunakan pengaruh politiknya dapat disimpulkan terdakwa menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya maka perlu untuk mencabut hak terdakwa untuk dipilih," kata JPU pada KPK.

Baca: KPK Periksa 2 Saksi untuk Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi

Untuk menghindari negara ini dikelola oleh orang-orang yang menggunakan jabatan atau kedudukannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega maupun kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, informasi, persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya maka perlu kiranya mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik.

Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan, sehingga fungsi hukum sebagai a tool of social engineering dapat terwujud.

"Namun pencabutan hak tersebut juga harus dibatasi dalam tenggang waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) KUHP," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas