Jaksa KPK Tegaskan Berwenang Ajukan PK, Sebut Yurisprudensi Putusan Pollycarpus
Haerudin, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya mempunyai kedudukan hukum atau legal standing mengajukan PK
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Haerudin, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya mempunyai kedudukan hukum atau legal standing mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Jaksa pada KPK membacakan memori PK terhadap putusan kasasi MA nomor 1555K/Pid.Sus/2019 atas nama terdakwa Syafruddin Temenggung, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020).
"Negara dapat juga menjadi korban langsung pelaku tindak pidana korupsi. Upaya hukum luar biasa bertujuan tegakkan kebenaran dan keadilan sejarah peradilan pidana," kata Haerudin, saat membacakan memori PK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Kamis (9/1/2020).
Baca: BREAKING NEWS: Ini 8 Orang yang Diamankan KPK Dalam OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Dia menjelaskan, terdapat setidaknya tiga yurisprudensi putusan hakim yang mengabulkan permohonan PK dari Jaksa, diantaranya yaitu Muchtar Pakpahan, Pollycarpus Budihari Priyanto, dan Djoko S Chandra.
Menurut dia, putusan-putusan yang mengabulkan permohonan PK yang diajukan jaksa tersebut telah menjadi yurisprudensi dalam sistem hukum Indonesia.
Baca: Wishnutama Mengaku Banyak Bertanya Kepada Petugas KPK Soal Cara Mengisi LHKPN
"Yurisprudensi ini menjadi salah satu pintu masuk bagi jaksa untuk dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali," kata dia.
Sebelumnya, Tim Penasihat Hukum Syafruddin Arsyad Temenggung meminta majelis hakim agar menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Hasto Kristiyanto Benarkan Ruang Kerjanya di Kantor DPP PDIP Hampir Digeledah KPK
Hasbullah, penasihat hukum Syafruddin Arsyad Temenggung, mengatakan Jaksa KPK tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan PK.
Menurut dia, Jaksa KPK tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif pengajuan PK sebagaimana dimaksud Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang mengatur pihak yang mempunyai hak mengajukan PK hanyalah terpidana atau ahli warisnya.
Selain itu, kata dia, putusan yang dapat diajukan PK hanya putusan pemidanaan sedangkan putusan menyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan tidak bisa diajukan PK.