Hasto Kristiyanto: Ada yang Framing Saya Terima Dana
Hasto memastikan dirinya sebagai sekjen partai tidak mungkin menerima suap dan melakukan tindakan tidak terpuji
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kritiyanto menepis kabar yang menyebutkan dirinya terlibat dalam kasus suap yang melibatkan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan kader PDIP.
Hasto Kristiyanto mengatakan ada yang sengaja mem-framing hingga namanya terseret dalam pusaran kasus suap tersbut.
Baca: Ada 2 Orang Diduga Utusan DPP PDIP dalam Rangkaian Kasus Komisoner KPU
"Ada yang mem-framing saya menerima dana, ada yang memframing saya diperlakukan sebagai penggunaan kekuasan secara sembarangan," kata Hasto di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Hasto memastikan dirinya sebagai sekjen partai tidak mungkin menerima suap dan melakukan tindakan tidak terpuji.
Apalagi mengenai kasus pengganti antar waktu (PAW) di DPR.
"Yang saya lakukan sebagai sekjen, sebagaimana Ibu Ketum (Megawati) adalah berpikir, bertindak, atas dasar ketentuan perundangan dan juga konstitusi partai. Itu yang kami jalankan," katanya.
Namun, Hasto menyebut dirinya tetap menghormati kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, termasuk kader dari PDIP.
"Jadi kita hormati dari KPK ketika mengatakan bahwa ada beberapa yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini berkaca juga sebagai sbuah proses kemajuan," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.
Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara itu, Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.
Kasus ini kemudian dikait-kaitkan dengan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Pemberian suap diduga untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Harun ingin menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Terkait ini, Hasto menandatangani surat permohonan dari PDI-P ke KPU agar Harun menggantikan Nazaruddin.
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Hasto Kristiyanto: Ada yang Bentuk Opini Saya Terlibat Kasus Wahyu Setiawan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bakal melaporkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan kepada Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu mengambil sikap demikian karena menilai WS sudah melanggar kode etik sumpah dan janji penyelenggara Pemilu.
"Karena ini menyangkut penyelenggara Pemilu maka ada kode etik. Dalam konteks kode etik penyelenggara, maka Bawaslu akan melaporkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan kepada DKPP," kata Ketua Bawaslu RI Abhan, di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Menyusul surat pelaporan WS akan diteruskan ke DKPP pada sore ini, Bawaslu berharap DKPP tidak menunda proses persidangan supaya WS punya status hukum yang mengikat.
"Kami berharap DKPP segera menyidangkan agar ada penentuan hukum," ujar dia.
Baca: Penenggelaman Kapal di Era Susi Pudjiastuti Disarankan Kembali Diterapkan
Kata Abhan, hukuman paling berat yang bisa dijatuhkan DKPP terhadap WS adalah diberhentikan secara tidak hormat.
"Dalam sidang nantinya, kita lihat. Hukuman paling berat ya diberhentikan tidak terhormat," ujar Abhan.