Namanya Dikaitkan dengan OTT KPK, Apa Kata Sekjen PDI Perjuangan?
Dalam kasus ini, Hasto merasa ada yang menggiring opini bahwa ia telah menerima dana haram dan menyalahgunakan kekuasaannya di partai.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, ada yang berupaya menyudutkan dirinya seolah terlibat kasus dugaan suap penetapan anggota DPR yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Politikus PDI-P, Harun Masiku.
Dalam kasus ini, Hasto merasa ada yang menggiring opini bahwa ia telah menerima dana haram dan menyalahgunakan kekuasaannya di partai.
"Ada yang mem-framing saya menerima dana, ada yang mem-framing bahwa saya diperlakukan sebagai bentuk-bentuk penggunaan kekuasaan itu secara sembarangan," kata Hasto saat ditemui dalam acara Rakernas dan HUT PDI-P ke-47 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/202).
Menurut Hasto, framing itu terlihat dari narasi yang menyebutkan seolah-olah ada staf kesekjenan PDI-P bernama Doni yang ditangkap KPK dalam kasus ini.
Ada pula yang mem-framing seakan dirinya dikejar oleh KPK hingga ke PTIK pada Kamis (9/1/2020).
Padahal, seharian kemarin, Hasto mengaku sibuk mempersiapkan Rakernas dan HUT PDI-P.
"Saya sejak kemarin mempersiapkan seluruh penyelenggaraan rapat kerja nasional ini," ujar dia.
Untuk menyikapi hal tersebut, sebagaimana disampaikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Hasto bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan konstitusi.
"Kami diajarkan oleh Bu Megawati Soekarnoputri untuk berpolitik satyameva jayate bahwa pada akhirnya kebenaran yang akan menang," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.
Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara itu, Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.
Kasus ini kemudian dikait-kaitkan dengan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Pemberian suap diduga untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Harun ingin menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Terkait ini, Hasto menandatangani surat permohonan dari PDI-P ke KPU agar Harun menggantikan Nazaruddin.
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Hasto Kristiyanto: Ada yang Bentuk Opini Saya Terlibat Kasus Wahyu Setiawan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bakal melaporkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan kepada Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu mengambil sikap demikian karena menilai WS sudah melanggar kode etik sumpah dan janji penyelenggara Pemilu.
"Karena ini menyangkut penyelenggara Pemilu maka ada kode etik. Dalam konteks kode etik penyelenggara, maka Bawaslu akan melaporkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan kepada DKPP," kata Ketua Bawaslu RI Abhan, di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Menyusul surat pelaporan WS akan diteruskan ke DKPP pada sore ini, Bawaslu berharap DKPP tidak menunda proses persidangan supaya WS punya status hukum yang mengikat.
"Kami berharap DKPP segera menyidangkan agar ada penentuan hukum," ujar dia.
Kata Abhan, hukuman paling berat yang bisa dijatuhkan DKPP terhadap WS adalah diberhentikan secara tidak hormat.
"Dalam sidang nantinya, kita lihat. Hukuman paling berat ya diberhentikan tidak terhormat," ujar Abhan.