Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Oknum yang Halangi Tim KPK Bisa Dikenai Obstruction Of Justice

Setidaknya ada dua dugaan upaya segelintir oknum untuk menghalang-halangi tugas tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Oknum yang Halangi Tim KPK Bisa Dikenai Obstruction Of Justice
Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang menyeret Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menimbulkan beberapa insiden.

Setidaknya ada dua dugaan upaya segelintir oknum untuk menghalang-halangi tugas tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus ini.

Pakar Hukum Pidana Prof Mudzakkir mengatakan, oknum yang berupaya untuk menghalangi tugas KPK dapat dikenai Obstruction Of Justice atau merintangi proses penyidikan.

"Jadi kalau ada yang menghalang-halangi itu ada tindakan hukumnya, ada sanksinya," kata Mudzakkir dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1/2020).

Baca: Wahyu Setiawan Tersandung Suap, Mantan Komisioner KPU Angkat Bicara

Insiden pertama terjadi ketika tim KPK gagal memasuki kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (9/1/2020).

Saat itu tim KPK berupaya untuk menyegel ruangan di DPP PDIP setelah menangkap tangan Wahyu Setiawan.

BERITA TERKAIT

Padahal Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memastikan tim KPK dilengkapi dengan surat tugas. Namun, satuan pengamanan di kantor itu tak mengizinkan tim KPK untuk melakukan penyegelan.

"Surat tugasnya lengkap, tapi sekuriti harus pamit ke atasannya," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Menurut Lili, petugas keamanan di kantor PDIP harus mendapatkan izin dari atasannya. Namun, ketika ditelepon, si atasan itu tak mengangkat. Karena itu, tim KPK meninggalkan kantor PDIP sebab ada sejumlah tempat lainnya yang mesti diberi garis segel.

"Ketika mau pamit ke atasannya, telepon itu tidak terangkat-angkat, karena lama mereka mau menyegel beberapa objek lagi, jadi ditinggalkan," kata Lili.

Insiden kedua terjadi pada Rabu (8/1/2020). Ketika itu, tim KPK digeledah dan dites urin di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Di situ tim KPK ditahan sampai pagi, dites urin dan sebagainya," kata Lili.

Kedatangan tim KPK ke kampus polisi itu diduga untuk menjemput Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto ditengarai tahu soal kasus yang menjerat Wahyu Setiawan.

Namun Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut insiden di PTIK hanya salah paham. Menurut dia, tim KPK hanya sedang melaksanakan salat.

"Kemudian di sana ada pengamanan sterilisasi tempat," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Ali menceritakan tim KPK sempat dicegat dan diminta identitas.

"Kemudian diproses di situ ditanya seterusnya kemudian seperti yang saudara tadi sampaikan tes urin dan lain-lain," ujarnya.

Menurut Ali, KPK kemudian memberi tahu pihak PTIK bahwa orang itu benar tim KPK dan kemudian dilepaskan.

Pasal yang mengatur menghalang-halangi proses penegakan hukum (KPK) tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bunyi Pasal 21 itu yakni, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah)."

"Jika ada aparat atau di internal partai menghalang-halangi, bisa dikenakan Obstruction of Justice," kata Mudzakkir.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas