PDI-P Sampai Surati 3 Kali KPU Demi Muluskan Harun Masiku Jadi Anggota DPR
Berdasarkan putusan MA pada 19 Juli 2019 itu, PDI-P selaku partai pengusung merupakan penentu suara dan pengganti antar-waktu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman menyampaikan, PDI Perjuangan tiga kali mengirimkan surat permohonan ke KPU untuk memuluskan Harun Masiku jadi anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia melalui pergantian antar-waktu.
"Jadi KPU menerima surat dari DPP PDI Perjuangan sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA), (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019," ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020) dikutip dari artikel Kompas.com dengan judul "Demi Muluskan Harun Masiku Jadi Anggota DPR, PDI-P Surati KPU 3 Kali".
Berdasarkan putusan MA pada 19 Juli 2019 itu, PDI-P selaku partai pengusung merupakan penentu suara dan pengganti antar-waktu.
Baca: Kader Terseret Kasus Suap KPU, PDIP Ngaku Tetap Solid
Putusan MA inilah yang menjadi dasar bagi PDI-P berkirim surat ke KPU agar Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti Nazaruddin.
Menurut Arief, atas surat pertama ini, KPU sudah menjawab dengan menyatakan tidak dapat menjalankan putusan MA itu.
"Kedua, kami menerima surat tembusan dari DPP PDI Perjuangan yang meminta fatwa terhadap MA. Itu permintaan ditembuskan kepada KPU tembusannya tertanggal 13 September (2019) dan disampaikan ke kita pada 27 September 2019," kata Arief.
Namun, karena surat itu berupa tembusan, KPU memutuskan tidak membalas surat tersebut.
"Kemudian, MA mengeluarkan surat atau fatwa tertanggal 23 September 2019. Nah berdasarkan surat atau fatwa MA ini, DPP PDI Perjuangan mengirimkan permohonan lagi kepada KPU dengan surat tertanggal 6 Desember 2019 yang diterima oleh KPU pada 18 Desember 2019," ujar Arief.
Surat inilah yang disebut KPU sebagai surat ketiga dari DPP PDI Perjuangan. Karena surat ketiga ditujukan ke KPU, maka KPU menjawab pada 7 Januari 2020.
"Yang isinya (surat balasan) kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama," ucap Arief.
Lebih jauh, Arief mengatakan bahwa ada satu proses lagi terkait penetapan perolehan suara di daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini.
Proses itu terjadi saat dilakukan rekapitulasi suara hasil Pemilu 2019 di KPU RI. Dalam rapat itu, ada keberatan yang disampaikan.
Namun, Arief tak menjelaskan lebih lanjut keberatan apa yang dimaksudnya.
"Jadi, ada pengajuan keberatan. Sudah dibahas dan sudah diterima, termasuk pada saat pembahasan itu kita sampaikan penjelasan yang sudah kita sampaikan lewat surat (dua surat jawaban KPU)," kata Arief.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI.
Nazarudin meninggal dunia pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Hasto bantah terlibat
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, ada yang berupaya menyudutkan dirinya seolah terlibat kasus dugaan suap penetapan anggota DPR yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Politikus PDI-P, Harun Masiku.
Dalam kasus ini, Hasto merasa ada yang menggiring opini bahwa ia telah menerima dana haram dan menyalahgunakan kekuasaannya di partai.
"Ada yang mem-framing saya menerima dana, ada yang mem-framing bahwa saya diperlakukan sebagai bentuk-bentuk penggunaan kekuasaan itu secara sembarangan," kata Hasto saat ditemui dalam acara Rakernas dan HUT PDI-P ke-47 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/202).
Menurut Hasto, framing itu terlihat dari narasi yang menyebutkan seolah-olah ada staf kesekjenan PDI-P bernama Doni yang ditangkap KPK dalam kasus ini.
Ada pula yang mem-framing seakan dirinya dikejar oleh KPK hingga ke PTIK pada Kamis (9/1/2020).
Padahal, seharian kemarin, Hasto mengaku sibuk mempersiapkan Rakernas dan HUT PDI-P.
"Saya sejak kemarin mempersiapkan seluruh penyelenggaraan rapat kerja nasional ini," ujar Hasto seperti dikutip dari artikel Kompas.com dengan judul: Hasto Kristiyanto: Ada yang Bentuk Opini Saya Terlibat Kasus Wahyu Setiawan
Untuk menyikapi hal tersebut, sebagaimana disampaikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Hasto bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan konstitusi.
"Kami diajarkan oleh Bu Megawati Soekarnoputri untuk berpolitik satyameva jayate bahwa pada akhirnya kebenaran yang akan menang," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.
Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara itu, Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.
Kasus ini kemudian dikait-kaitkan dengan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Pemberian suap diduga untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Harun ingin menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Terkait ini, Hasto menandatangani surat permohonan dari PDI-P ke KPU agar Harun menggantikan Nazaruddin.