Direktorat Kesenian Kemendikbud Dihapus, Pakar Budaya: Sebaiknya Tinjau Ulang
Kebijakan perubahan nomenklatur di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuai tanggapan.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan perubahan nomenklatur di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuai tanggapan.
Salah satunya penghapusan Direktorat Kesenian, Sejarah dan Cagar Budaya. Kebijakan itu ada baiknya ditinjau ulang.
"Baiknya tinjau ulang, karena akan berdampak pada arah Undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah," ujar Pakar Seni dan Budaya Suhendi Apriyanto, Senin(13/1/2020).
Adanya perubahan itu dinilai Suhendi bertentangan dengan semangat para pelaku seni dan budaya.
Di beberapa komunitas seni, budaya dan sejarah terus menjadi diskusi hangat dan mempertanyakan hilangnya beberapa direktorat tersebut.
Menurutnya para komunitas menyoroti kebijakan perubahan nomenklatur Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Bahkan mereka ada yang resah setelah hilangnya Direktorat Kesenian. Sebab Direktorat tersebut tempat bernaung para pelaku seni.
Selain itu lanjut Suhendi perubahan yang dilakukan mantan bos Gojek itu mengikuti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan. Bahkan tak hanya Dirjen Kebudayaan, beberapa ditjen disederhanakan dan mengalami perubahan yang cukup signifikan.
"Jika rumah besar itu ditiadakan, sama artinya aktivitas dan penanganan salah satu sub sektor kebudayaan menjadi dilemahkan dan juga kemunduran bukan kemajuan," ujarnya.
Sehingga menurutnya cara penyelesaian yang terbaik adalah ditinjau ulang kebijakan tersebut.
Bahkan menurutnya ketika akan merumuskan implementasi UU tentang pemajuan kebudayaan ke dalam bentuk struktur organisasi di kementerian, harapannya melibatkan beberapa unsur terkait yang selama ini menjadi penggerak kehidupan kebudayaan (tanpa kecuali kesenian).
"Apalagi Pokok-pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) sudah dirumuskan, bahkan menjadi dokumen negara yang disusun serta dirumuskan oleh hampir sebagian besar penggiat, pemikir kebudayaan yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Mohon ini juga harus menjadi bahan pertimbangan, mengingat keterlibatan sejumlah pemikir kebudayaan serta harapan-harapan akan tumbuhnya dinamika setiap bentuk kehidupan kebudayaan daerah tidak boleh menjadi hilang," jelasnya.
Suhendi pun tidak yakin hilangnya beberapa direktorat di Kemendikbud, berimbas kepada pemajuan kebudayaan